FOUR

7.7K 1.4K 79
                                    

Hello, there.

Kita sudah sampai pada bagian keempat cerita Ayah Untuk Mara. Aku senang banget karena teman-teman mengikuti sampai titik ini. Terima kasih sebesar-besarnya buat yang sudah merekomendasikan cerita ini kepada teman kalian. Fans 'om-om ponakannya satu' nambah lagi. Aku sudah bikin dua cerita dengan tokoh 'om-om yang ponakannya baru satu'. Di Savara ada Darwin dan di sini ada Alwin. Nggak deng, mereka ngasih tahu teman bukan karena om-omnya. Tapi mereka ingin teman mereka terhibur dan mendapat manfaat dari cerita ini.

Dan aku amat menghargai itu. Sesungguhnya itu hal paling sederhana yang bisa kalian lakukan untuk seseorang yang karyanya menyenangkan hati anda. Jika tidak bisa beli karyanya, kasih tahu orang lain di dekat anda, siapa tahu mereka ada rezeki untuk membeli.

Semoga teman-teman semua berbahagia.

Salam Vihara(IG/Twitter/FB/Line ikavihara)

***

"Kalau kamu benar-benar mencintai mereka, seharusnya kamu memaafkan mereka." Bagaimana bisa seseorang menjalani hidup dengan bahagia kalau masih menyimpan dendam? Edna tidak habis pikir. "Sudah tiga tahun mereka pergi, Al. Nggak baik kalau kamu terus mendendam. Apa yang dilakukan Elma nggak salah. Malah dia menyelamatkan hatimu...."

"Edna, apa kamu menggangguku hanya untuk menceramahiku? Banyak yang harus kukerjakan dan kamu membuang waktuku. Aku tidak perlu mendengarkan apa yang baik dan tidak baik untukku. Karena aku sudah tahu," potong Alwin dengan tidak sabar.

Sesaat Edna meneliti sosok Alwin. Laki-laki yang menarik perhatian Edna pada pandangan pertama sudah jauh berubah. Sebelum minggat keluar negeri, Alwin baik dan ramah kepadanya. Sering mengajaknya mengobrol dan bercanda. Bahkan dulu, Edna bisa mengaburkan perasaan sukanya—cinta pada pandangan pertama, kalau mau lebih tepat—demi kebahagiaan Elma dan Alwin.

Edna menelan ludah. "Tante Em bilang ... um ... dia mengusulkan kita untuk...." Tidak tahu bagaimana Edna harus menyampaikan keinginan Tante Em kepada Alwin. Meski dulu kenal dan akrab, tetapi sudah bertahun-tahun—sejak konflik Rafka-Elma-Alwin menyeruak—mereka tidak pernah lagi saling bicara. Karena Alwin tidak pernah pulang ke Indonesia, selain saat mendatangi pemakaman kembarannya. Dan sekarang, pertama kali mereka bicara lagi, mereka harus membahas tentang pernikahan?

"Menikah?" Alwin berbaik hati melanjutkan.

"Aku nggak tahu kenapa Tante Em berpikir seperti itu." Cepat-cepat Edna menjelaskan. Dia tidak ingin Alwin berpikir bahwa Edna yang sengaja memberi kode agar bisa menjadi bagian dari keluarga ini secara resmi. Meneguhkan statusnya. "Aku belum menolak karena aku berjanji akan mencoba mengenalnya. Karena aku belum tahu orang yang dimaksud adalah kamu. Tapi tenang saja, aku akan bilang pada Tante Em kalau kita nggak cocok. Aku tahu kamu nggak suka dengan ... ini...."

"Bagaimana kalau aku mau mempertimbangkan?" Apa yang baru saja keluar dari mulut Alwin membuat Edna melotot dan memutar tubuh, dari samping menatap tidak percaya pada Alwin. "Mama sudah lama memintaku untuk menikah denganmu."

"Kenapa?" Edna berbisik tidak percaya. Sebelumnya Edna sangat yakin kalau Alwin akan keberatan. "Apa kamu mau balas dendam pada kakakku? Melalui aku dan Mara? Ingin meyakiti kami, karena kamu nggak bisa melakukan apa-apa pada Elma?"

"Aku tidak punya waktu untuk melakukan hal konyol seperti itu."

"Lalu kenapa?" Tidak mungkin ada di dunia ini laki-laki yang bersedia menikah dengan adik kandung mantan kekasihnya.

"Karena Mama ingin aku menikah." Alwin menjawab apa adanya. "Mama ingin aku menikah denganmu." Anak kebanggaan keluarga, Rafka, sudah tidak ada. Sejak dulu Rafka selalu memenuhi harapan keluarga. Kuliah di dua jurusan sekaligus, teknologi pangan dan manajemen bisnis, meneruskan mengelola pabrik makanan beku milik keluarga, menikah di usia ideal, mendapatkan istri yang semakin membuat keluarga mereka bangga, lalu memberikan cucu pertama untuk keluarga ini.

THE GAME OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang