FIVE

7.9K 1.3K 48
                                    

Ada GIVEAWAY yang bisa diikuti di Instagramku ikavihara. Jangan lupa ikut rame-rame bareng aku di sana. Ada kesempatan buat dapat dua bukuku sebagai hadiahnya. Atau kalau sudah punya, hadiahnya kuganti buku lain.

Jika teman-teman suka dengan karyaku, teman-teman bisa mendukungku dengan membeli salah satu karyaku. Sebab sebagaimana yg selalu saya katakan, untuk menulis sebuah buku memerlukan biaya. Cukup banyak biaya jika memang seorang penulis serius menggarap karyanya, ingin menyajikan tulisan roman yang tak hanya menghibur tetapi juga menambah wawasan dan memperkaya sudut pandang mengenai kehidupan dan cinta.

Kalau teman-teman tidak ingin beli, atau merasa karyaku tak layak untuk dinikmati dengan mengeluarkan uang, teman-teman bisa merekomendasikan cerita gratis ini kepada teman-teman kalian atau membagikan tautan di sosial media. Itu adalah hal termudah yang bisa kalian lakukan untuk karya yang menyenangkan hati kalian. 

Semoga cerita ini memberi warna pada hidup kalian.

Love, Vihara (IG/Twitter/FB/Line ikavihara)

***

"Mama!" Mara berlari ke arah Edna—yang sejak tadi duduk di sofa membaca buku—dan langsung naik ke pangkuan.

"Hmm ... Mama kangen sama kesayangan Mama." Edna memeluk Mara sebentar, membenamkan wajahnya pada rambut halus dan wangi Mara. Anak perempuan kecil ini adalah pusat dunianya. Laki-laki mana pun yang tidak bisa memahami itu tidak berhak mendapatkan hati Edna.

"Mana baju barunya? Mama mau lihat. Mara beli berapa?" tanya Edna saat melihat Alesha dan Tante Em masuk ke ruang tengah sambil membawa kantong-kantong belanjaan.

Edna menutup bukunya dan meletakkan di meja. Siang ini tiga generasi keluarga Hakkinen menghabiskan waktu dengan belanja. Alesha dan Tante Em sudah menawari Edna untuk ikut. Namun, setelah tahu bahwa Alwin pergi sejak pagi, Edna memilih untuk tinggal di rumah dan istirahat saja.

"Lima." Mara menjawab sambil menunjukkan seluruh jari tangan kanannya.

"Banyak sekali." Edna tertawa. Tentu saja apa yang diminta Mara, keluarga Rafka memenuhinya. Seandainya Edna ikut, sudah pasti Edna akan menjadi perusak suasana, cerewet mengemukakan berbagai alasan, sebisa mungkin mencegah Tante Em untuk mengeluarkan banyak uang. "Selain baju, Mara beli apa lagi?"

"Boneka, sepatu, mainan, es kim...." kata Mara, mendaftar belanjaannya.

"Mama ke kamar dulu, ya. Mau istirahat. Jalan-jalan sebentar saja capek." Tante Em bergerak meninggalkan mereka.

"Apa jawaban yang akan kita berikan lusa? Waktu kita kumpul sama keluarga besar Mama?" Alesha duduk di sofa putih bersama Edna, lalu membantu Mara mengeluarkan baju-baju dari kantong.

"Jawaban buat apa?" Edna menatap sahabatnya sambil mengerutkan kening.

"Buat pertanyaan mana calonnya, kapan nikah, kapan Mara punya adik atau sepupu."

Edna tertawa. "Jawabanku gampang. Kalau Mara sudah besar." Keluarga Rafka yang lain—om, tante, dan sepupu-sepupu—dari pihak Tante Em sudah terbiasa dengan kehadiran Edna di antara mereka setiap hari raya, semenjak Elma meninggal. Karena dengan siapa lagi Edna akan berlebaran? Kalau bukan dengan Mara dan keluarganya?

"Tante Dia masih ingin kamu menikah dengan Aleks." Alesha mengingatkan Edna bahwa ada salah satu bibinya yang sangat berharap bisa mendapatkan Edna sebagai menantunya. "Aku nggak menyalahkan Tante Dia. Siapa pun juga ingin punya menantu seperti kamu. Memangnya kamu nggak tertarik, Nya? Aleks ganteng. Sukses."

"Iya, tapi hobi terbang." Setelah kehilangan semua keluarga dalam kecelakaan, Edna tidak akan mempertimbangkan laki-laki yang memiliki hobi yang mengancam nyawa. Menerbangkan pesawat hanya untuk mengisi waktu luang.

THE GAME OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang