SEVEN

7.4K 1.3K 50
                                    

Terima kasih teman-teman sudah mengikuti sampai di sini. Ada beberapa orang yang baca satu bagian lalu udahan karena males mikir karena ceritanya berat, dll. Semoga kita bukan termasuk golongan orang seperti itu. Cara mensyukuri otak kita yang masih berfungsi adalah menggunakannya untuk berpikir. Apa ada orang yang otaknya nggak berfungsi? Banyak. Orang yang kena penyakit degenerasi otak misalnya. Karena kita semua rajin membaca dan berpikir, kita akan terhindar dari penyakit -penyakit tersebut. Paling nggak, kita nggak mudah pikun.

Selamat menikmati.

***

Apa yang dikatakan Tante Em betul. Dengan kesibukan di E&E dan menyelesaikan kuliah saja Edna sudah kesulitan meluangkan waktu untuk berkunjung ke sini. Meskipun seminggu sekali, Edna tetap mengusahakan datang dan menginap, supaya Mara bertemu dengan kakek dan neneknya. Bagaimana kalau nanti dia punya suami dan punya anak sendiri? Konsentrasi dan waktunya akan semakin banyak terbelah. Mungkin mengunjungi orangtua Alwin seperti ini bukan lagi menjadi prioritas.

Banyak aspek dalam hidupnya yang berkaitan dengan keluarga ini. Edna menggigit bibir. Mara—salah satu generasi penerus keluarga Hakkinen. Bakery yang dikelolanya. Sahabatnya—Alesha. Kedekatan emosional dengan Tante Em—yang siap memberinya kasih sayang seorang ibu kapan pun Edna memerlukan. Om Mai yang sangat baik dan sering berdiskusi dengannya mengenai bisnis dan pemasaran. Selamanya Edna tidak ingin kehilangan itu semua. Tetapi itu bukan alasan yang tepat untuk menikah dengan laki-laki yang tidak mencintainya. Lebih-lebih laki-laki tersebut tidak menginginkan Mara.

Kalau saja keadaannya lain, Edna menggumam dalam hati. Kalau saja Elma masih ada.

"Belakangan Mama berpikir untuk mengasuh Mara di sini. Mama tidak ingin memisahkanmu dengan Mara, Edna. Tapi, Mama tidak bisa mengizinkan Mara menjadi bagian dari keluarga barumu. Atau dia tidak akan ingat lagi ada kami—kakek dan neneknya—di sini. Kamu tentu akan menikah cepat atau lambat."

Ancaman ini yang paling dia takutkan. Edna hampir menjatuhkan diri ke lantai dan berlutut, mengiba kepada Tante Em supaya mengizinkan Mara terus bersamanya. Tetapi di mata hukum, permohonan Edna tidak akan ada artinya. Keluarga sedarah dan segaris Mara adalah orangtua Rafka. Posisi mereka lebih kuat dalam urusan mendapatkan hak asuh Mara. Lebih-lebih, pengacara Rafka dan Elma memiliki dokumen resmi yang menyatakan bahwa Mara akan tinggal bersama keluarga kakek dan neneknya jika terjadi apa-apa pada mereka berdua. Hanya karena keluarga Rafka depresi dan secara emosi tidak mampu mengasuh Mara, maka Edna mendapatkan kehormatan menggantikan mereka.

"Saya ... nggak bisa hidup tanpa Mara." Edna tidak ingin hidup terpisah dari Mara.

"Menikahlah dengan Alwin, Edna. Dengan begitu, kamu dan Mara akan tetap menjadi bagian dari keluarga ini. Kita tidak akan kehilangan satu sama lain."

Gelombang kebimbangan melanda hati Edna. Edna mengangkat kepala, mencoba membaca raut wajah Alwin yang duduk di seberangnya. Tidak ada apa-apa di sana. Laki-laki itu hanya menatap kosong piring bekas buka puasanya.

***

"Buku yang ini?" Edna menerima buku bersampul hijau dari Mara. "Selamat Tidur Bulan?" Kebanyakan buku milik Mara berbahasa Inggris, namun Edna membacakan untuk Mara menggunakan bahasa Indonesia. Sebelum mulai membaca, Edna membantu Mara berbaring, lalu menaikkan selimut kesayangan Mara hingga ke bawah dagu. Henry, si boneka kelinci, sudah aman di bawah ketiak Mara.

"Di sebuah kamar berdinding hijau, ada sebuah telepon, balon merah dan gambar seekor sapi yang melompati bulan...." Edna berhenti membaca karena Mara terkikik membayangkan adegan yang baru saja diceritakan Edna.

Inilah salah satu alasan Edna rajin membacakan cerita untuk Mara, bahkan sejak Mara masih berusia tiga bulan dulu. Supaya Mara tahu betapa hebatnya imajinasi. Imajinasi akan membawa orang ke mana saja dan membuat orang bisa menjadi apa saja. Seiring berjalannya waktu, dengan sendirinya Mara akan tahu bahwa imajinasilah yang akhirnya membuat orang mendarat di bulan untuk pertama kali. Kehidupan modern seperti yang sedang kita rasakan sekarang, dulunya hanya sebuah imajinasi.

"Ada tiga beruang kecil duduk di kursi, ada dua anak kucing...."

Tidak banyak pertanyaan dari Mara malam ini. Bahkan Mara tidak sempat menunjuk-nunjuk gambar di setiap halaman buku. Mata Mara sudah sempurna terpejam ketika Edna sampai pada halaman terakhir.

"Selamat tidur, bintang. Selamat tidur, udara. Selamat tidur, semua suara, di mana saja." Edna menutup buku di tangannya dan meletakkan kembali di atas meja kecil di samping tempat tidur Mara. Biasanya Edna harus mengulang membaca dua atau tiga kali sebelum Mara terlelap. Tampaknya Mara lelah bermain hari ini.

"Jadi anak yang pandai, Sayang. Anak Mama anak baik. Mama cinta dan sayang sama Mara." Tangan Edna menyingkirkan anak rambut dari dahi Mara dan menciumnya di sana.

Mara bukan miliknya. Anak manis ini hanyalah titipan. Sewaktu-waktu keluarga Rafka bisa mengambil Mara kembali. Memang terdengar tidak adil, mengingat selama tiga tahun ini Ednalah yang mengorbankan masa mudanya untuk membesarkan Mara. Namun sesaat setelah Elma meninggal, Edna setuju untuk merawat Mara sementara. Sementara, itu kata kuncinya. Siapa sangka sementara yang mereka maksud berlangsung hingga tiga tahun.

Apa yang selama ini dia khawatirkan bisa benar-benar terjadi. Keluarga Rafka mengancam untuk mengambil Mara kembali. Membayangkan hidup tanpa Mara saja Edna tidak sanggup. Tuhan. Edna menarik napas panjang. Seandainya jalan hidup bisa dikarang sendiri. Akan dia buat Elma mencintai dan menikah dengan Alwin, bukan dengan Rafka. Dengan begitu Edna tidak perlu berada dalam dilema panjang seperti ini. Tetapi Edna juga tahu, dulu, tidak mudah bagi Elma untuk jujur kepada dirinya sendiri, mengakui bahwa Rafka adalah orang yang membuatnya jatuh cinta. Bukan Alwin yang sudah lama menjadi pacarnya.

Keputusan Elma untuk meninggalkan Alwin ada konsekuensinya. Pada saat itu, mungkin Elma tidak berpikir jika akibatnya akan sepanjang ini. Juga mungkin Elma tidak menyangka bahwa bukan hanya dirinya sendiri yang menanggung. Ada Edna dan Mara yang kena imbasnya. Siapa yang bisa menduga bahwa Elma dan Rafka pergi dengan tiba-tiba dan amat tragis?

Menikah. Menikah dengan Alwin. Kepala Edna berdenyut memikirkan itu. There's the right one out there for everyone. Kalau menikah dengan Alwin, dia tidak akan punya kesempatan lagi untuk menemukan belahan jiwa yang mungkin tinggal di benua lain seperti yang dikatakan oleh Om Mai tadi. Sudah tertutup kemungkinan untuk menikah karena cinta. Tetapi ganjarannya, dia akan mendapatkan Mara. Selamanya Edna bisa bersama dengan Mara. And that's equal to all the love in the world.

"Aku iri sama, Mbak." Edna berbisik. "Mbak bisa ketemu dengan Mas Rafka, orang yang Mbak cintai dan mencintai Mbak." Keberanian Elma adalah salah satu hal yang dikagumi Edna. Dengan berani Elma mengakhiri hubungan dengan Alwin, menyampaikan dengan jujur bahwa Alwin bukanlah laki-laki tepat untuk menjadi pasangan hidupnya. Lalu bersama Rafka, Elma menghadap keluarga Rafka, membicarakan niat mereka untuk menikah. Kedua orangtua Rafka sulit menyetujui, karena dalam prosesnya, satu anak mereka yang lain tersakiti. Namun, pada akhirnya Elma dan Rafka menang. Kepada semua orang mereka membuktikan bahwa mereka memang diciptakan untuk hidup bersama. Pasangan pengantin baru diterima oleh seluruh keluarga dengan sukacita. Alwin memilih menyingkir. Pergi jauh-jauh dari negara ini.

Setelah menikah, Elma banyak bercerita kepada Edna. Pertama kali Alwin mengajak Elma bertemu dengan keluarganya, Elma mulai ragu apakah dia benar menginginkan masa depan bersama Alwin. Sebab jika betul Elma mencintai Alwin, tidak mungkin Elma jatuh hati pada Rafka hanya setelah bertukar sapa.

"Apa aku harus menikah sama Alwin, Mbak? Supaya aku tetap bisa bersama Mara. Aku sangat mencintai Mara, Mbak. Dia adalah anakku ... dalam segala arti." Seandainya Elma masih hidup, apakah Elma akan setuju Edna menikah dengan Alwin? Edna tidak tahu. Namun satu hal yang pasti, kalau Elma masih hidup, dia tidak perlu menikah dengan Alwin.

***



THE GAME OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang