NINE

7.6K 1.4K 87
                                    


Apa kalian suka membaca cerita perjodohan dan pernikahan seperti ini? Kalau iya, kalian bisa membaca buku pertamaku My Bittersweet Marriage, dari penerbit Elex Media. Tersedia di seluruh toko buku di Indonesia. Setting ceritanya di Aarhus, Denmark. Manis di mana-mana dan pahit di sana-sini. Sebab hidup tidak melulu dipenuhi cahaya matahari dan pelangi, tetapi juga ada gelap, mendung, hujan dan badai. Buku ini akan menceritakan semua itu secara seimbang dan tidak berlebihan. Serius, kalian akan menyelami susah senangnya hidup sebagai pengantin baru--perubahan kondisi dari lajang menjadi menikah sudah menjadi tantangan berat--di negara orang. Bagaimana rasanya mengidap Seaosnal Affective Disorder. Dan banyak lagi potongan cerita kehidupan di sana. Baca icip-cicipnya di pekerjaanku dengan judul My Bittersweet Marriage. Habis gajian nanti beli ya? :-D

Jangan lupa tinggalkan komentar untukku dan aku akan membalasnya. Kalau membaca balasanku, dibawa fun aja, jangan serius-serius hihihi.

***

Lamaran yang romantis idak menjadi masalah bagi Alwin. Kalau menciptakan sebuah game nomor satu di dunia saja dia bisa, masa merencakana lamaran romantis dia tidak bisa.

"Kita sudah mendiskusikan hidup satu rumah sebagai keluarga. Sebagai orangtua bagi Mara. Bagaimana dengan hubungan kita sebagai suami dan istri? Apa yang akan kita lakukan mengenai...." Sulit bagi Edna mengucapkan kata terakhir. Tetapi ini salah satu masalah penting dalam pernikahan dan Edna ingin membicarakannya sejak awal. Kalau mau jujur, sebagai wanita dewasa, jika dia harus tinggal serumah dengan laki-laki tampan, seksi dan menarik seperti Alwin, Edna tahu dia tidak akan memiliki cukup iman untuk tidak menginginkannya. Ditambah kenyataan bahwa Alwin adalah suaminya dan mereka boleh—malah diwajibkan—melakukannya.

"Jika kita melakukan hubungan suami istri, aku akan memastikan bahwa kita sama-sama menginginkannya. Jangan khawatir, aku tidak akan melakukannya dengan wanita lain selama aku menjadi suamimu."

"Apa kamu menginginkan anak dari pernikahan kita nanti?"

"Aku menginginkannya," jawab Alwin.

***

Edna terpaku di ambang pintu ketika berjalan ke depan sambil membawa tas berisi perlengkapan Mara. Tepat di depannya, Alwin sedang berdiri di teras, menghadap jalan. Di pundak Alwin, Mara terkikik gembira, menyuruh Alwin—Om Al, kata Mara—bergerak ke kiri dan ke kanan. Pagi tadi, selepas sarapan bersama, secara resmi Edna mengenalkan Alwin kepada Mara. Seperti biasa, Mara tidak perlu waktu lama untuk membuat orang dewasa menyukainya.

"Hei, Mama," kata Alwin saat memutar tubuh dan melihat Edna. "Sudah siap?"

Edna mengangguk. "Anak Mama tinggi sekali. Mama jadi nggak bisa cium."

Alwin merendahkan tubuhnya. "Cium Mama dulu, Mara."

Mara membungkuk dan mencium pipi Edna dengan cepat. "Tinggi-tinggi lagi, Om."

Edna mengikuti Alwin berjalan menuju mobil. Siang ini seluruh keluarga besar akan berkumpul di rumah Tante Marian, kakak tertua Tante Em, dan menghabiskan hari pertama lebaran di sana. Tadi Alwin mengatakan kepada orangtuanya bahwa dia dan Edna akan berangkat dengan mobil berbeda, karena Alwin berencana mengajak Edna dan Mara mengunjungi tempat lain sore nanti.

"Di sana nanti, Mama akan memberi tahu keluarga besar, bahwa kita akan menikah. Supaya keluarga besar bisa membantu Mama dan kamu menyiapkan pernikahan." Alwin memberi tahu setelah Edna mengatur Mara di child car seat. "Kita harus menentukan bagaimana kita harus bersikap di depan mereka semua."

Melihat wajah Edna sedikit memucat, Alwin menambahkan, "Kita tidak perlu terlihat seperti orang yang sedang jatuh cinta. Cukup dengan lebih akrab daripada sebelumnya. Kita pernah berteman dan kupikir kita masih bisa tetap berteman."

THE GAME OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang