Reminiscing you deletes thousand painful memories...
***
Tahun 2017
Reno, begitu ia dipanggil, duduk di sebuah kafe yang terletak di lantai satu gedung apartemen tempat tinggalnya. Sebut saja ia kurang kerjaan karena sedang membuang waktu berjam-jam hanya untuk menatap hampa keluar jendela.
Sepulang kerja, demi melepas lelah Reno memutuskan untuk mampir ke kafe ini. Tempat yang epik baginya. Tempat bertemunya Reno dengan si dia. Anak perempuan yang teramat menjengkelkan di masa lalu, tapi kini menjadi satu-satunya wanita yang wajah dan namanya terus melekat di otak Reno. Mungkin hingga masa depan.
Karena memang begitulah Reno ini. Bukan baru sekali ini saja ia jatuh cinta. Sekalinya rasa itu melekat, susah lepasnya. Ditetesi thinner pun tidak ampuh.
Reno menyesap habis kopi Americano di cangkir lalu menghela napas sesaat. Galau. Mungkin begitu jaman sekarang orang-orang menyebutnya ketika kondisi hati sedang terombang - ambing bak terguncang badai di tengah samudra ketika sebuah hubungan berjalan tanpa sebuah status. Tidak jelas.
Untuk kesekian kalinya, tak bosan-bosan bola matanya kembali bergulir menyusuri pemandangan kolam renang melalui jendela kafe. Airnya tenang, setenang hidupnya saat ini, tanpa riak ombak yang mampu menggerakkan sel-sel kehidupannya. Bahkan ketika ia menengadah ke langit, sunyinya malam tanpa bulan seperti menggambarkan betapa sepi hidupnya saat ini. Tanpa ditemani notifikasi WA ataupun miscal dari si dia yang selalu ditunggu-tunggu oleh hatinya.
Pertanyaan ini-itu berlalu-lintas di kepala Reno.
Bagaimana kabarnya dia yang sedang jauh di sana sekarang?
Sedang apa dia sekarang?
Apakah dia sama merindunya dengan sang pungguk yang terus rindu kepada sang bulan?
Apakah dia sedang galau juga?
Si dia yang dimaksud ini adalah si Biru. Begitu panggilan sayang Reno untuknya.
Wanita yang sudah pasti jadi takdirnya, menurut naluri Reno. Meskipun ia tidak tahu apakah ini memang petunjuk dari Yang Maha Kuasa untuknya. Ataukah sekedar godaan semu dari makhluk Tuhan yang tercipta dari api.
Pokoknya she's the one!
Tapi satu yang sangat amat Reno sesali. Kenapa hatinya lemot sekali dalam mendeteksi rasa yang namanya cinta? Kenapa juga ia harus membuang waktu dengan kisah lama yang memang sudah benar-benar usai?
Reno bodoh? Tidak. Tidak setega itu ia mengatai dirinya sendiri bodoh. Cuma lemot. Catat ya ...
Andai waktu bisa terulang kembali! Hanya andai. Nggak dosa kan berandai-andai? Dan Reno sadar ia bukan seorang time-traveller seperti tokoh dalam cerita fiksi yang ada di film-film. Tidak mungkin ada yang seperti itu dalam dunia nyata. Halu itu namanya. Jadi ya sudah, terima saja realita pahit ini.
Masih terekam jelas di kepala Reno kata-kata terakhir yang diucap oleh si Biru.
Biarkan takdir Allah bekerja dengan sendirinya.
Menunggu hingga sang takdir mempertemukan mereka kembali. Sok puitis kali kata-katanya. Tapi cukup untuk membuat Reno bungkam tanpa perdebatan.
Meskipun saat ini Reno merasa itu semua hanya menjadi omong kosong belaka. Karena nyatanya takdir tidak berpihak kepadanya. Sudah lewat enam bulan dari masa percakapan terakhir mereka di telepon saat itu. Hingga detik ini pun Reno belum tahu di mana wanita itu berada. Di benua lainkah? Atau bahkan di ujung dunia?
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is BLUE (Completed) (Masih Revisi)
RomanceJudul awal : Ketika Ungu Menjadi Biru "Gimana Mas Reno bisa menghadapi masa depan kalau masa lalu aja masih digenggam? Lepasin aja. Siapa tau masa depan Mas Reno jauh lebih berharga dari masa lalu. Nggak rugi kan jadinya." "Kalau kamu mau jadi masa...