Part 42. Perpisahan

979 62 1
                                    


"Ra, sudah siap semuanya?" Digo bertanya pada Ara yang masih sibuk mengingat-ingat jika ada barang-barangnya yang terlupa dikemas ke dalam koper.

"Sepertinya sudah semua sih, Mas. Gampanglah, nanti kalau ada yang ketinggalan, dipaketin aja." Ara memikul tas ranselnya. Tangan kirinya menenteng tote-bag berukuran besar. Kedua koper besarnya telah diseret keluar oleh Digo.

"Beib, gue masih sedih nih." Sherin menghapus sisa-sisa air mata di pipinya. Padahal sejak tadi malam ia sudah menghabiskan waktu semalaman untuk obrolan antar sahabat sebelum berpisah. Tapi, tetap saja Sherin masih merasa berat harus berpisah dengan sahabatnya itu.

"Ya ampun, Sher jangan begini dong. Ntar gue tambah berat nih pisah sama lo." Ara kembali mendekap erat sahabatnya itu.

Rencananya siang ini Ara akan terbang ke Bali, tepat seminggu setelah ia bertemu dengan Faisal. Kebetulan anak dari pemilik perusahaan PT. Tractor Raya merupakan sahabat Faisal di bangku SD hingga SMP. Sahabatnya itu memang sebelumnya sedang mencari orang yang tepat untuk mengisi lowongan pekerjaan di bagian purchasing. Dan Faisal merekomendasikan Ara pada sahabat masa kecilnya itu.

"I'm gonna miss you sooo, beibh!" Sherin masih enggan melepas kepergian Ara.

"Me too, darling! Iihhh udah sih, jangan cengeng gini! Malu tuh sama Mas Digo." Ara melirik ke arah kakaknya yang sedang sabar menunggu di depan pintu.

Sherin yang menyadari omongan Ara, langsung cepat-cepat membersihkan wajahnya yang sembab.

"Ehm...sudah siap?" Digo yang sedang bersedekap dengan badan bersandar di dinding menatap dengan tak sabar.

"Iya, udah! Yuk, Sher!" Ara menggandeng tangan Sherin keluar dari apartemen.

Mereka pun berjalan beriringan masuk ke lift hingga tiba di pelataran parkir lantai basement.

Sebelum masuk ke mobil, Sherin kembali menanyakan sesuatu yang sejak kemarin ditahannya.

"Ra..."

"Hmmm?"

"Lo yakin enggak mau ngabarin Mas Reno? Udah seminggu lho kalian enggak komunikasi. Eh...lbh tepatnya, lo yang memutuskan komunikasi."

"Sher, gue..." Ara menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Gue butuh waktu untuk jauh dari dia. Kalau ada dia, gue enggak bisa fokus sama hidup gue. Gue belum yakin sama perasaan gue, dan gue belum yakin dengan perasaan dia. Lagian, masih banyak hal yang harus gue kejar."

"Tapi 'kan enggak harus sampai ganti nomor handphone juga, Ra. Kasian sepupu gue itu! Apalagi lo melarang gue buat ngasitau soal kepergian lo ke Bali. Kalau dia nanya, gue bingung harus jawab apa."

"Sherin benar tuh! Harusnya kamu coba bicara dulu sama Reno." Digo ikut menimpali.

"Mas, Ara 'kan sudah cerita semuanya ke Mas Digo. Ara butuh menjauh dari dia, Mas. Jadi...tolong Mas Digo juga rahasiakan ini dari Kak Reno ya." Ara memelas permohonan pada kakaknya.

Digo hanya mengangkat bahunya. Ia sendiri pun tidak bisa menjamin jika suatu hari ia tidak keceplosan bicara. Ia sendiri hanya bisa pasrah mendengar permintaan adiknya itu. Di satu sisi, ia mengerti alasan Ara melakukan semua ini. Di sisi lain, ia juga tidak ingin adiknya itu terkesan melarikan diri dari masalah yang seharusnya dihadapinya.

Ara memang sengaja merahasiakan keberangkatannya ke luar pulau ini dari Reno. Bahkan ia mengganti nomor ponselnya, sengaja agar Reno tidak dapat lagi menghubunginya. Bukan ia mau memutus tali silaturahmi, hanya saja ia benar-benar membutuhkan waktu untuk fokus dengan masa depannya. Dekat-dekat dengan pria itu hanya akan membuatnya kehilangan arah.

She Is BLUE (Completed) (Masih Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang