"Kak Reno jangan bercanda ya!" Akhirnya Ara angkat bicara setelah lima menit terdiam usai mendengar pernyataan Reno."Aku serius, Ra! Aku tidak pernah main-main dengan yang namanya perasaan. Aku mencintaimu karena Allah, Ra. Takdir Allah yang mempertemukan kita."
Ara meneteskan air matanya. Lagi-lagi ia merasakan sesak di dada. Kenapa mendengar pernyataan anugrah terindah dari Allah itu justru terasa menyakitkan baginya.
"Kak Reno belum sadar ya? Yang Kak Reno cintai itu Zura, bukan Ara. Zura yang lemah lembut, Zura yang feminim, Zura yang cantik. Bukan Ara!"
"Ra, kamu itu Zura. Tidak ada bedanya. Aku memang belum sadar. Belum menyadari kalau aku sudah menyukaimu sejak dulu, Ara. Aku menyukai masakan kamu. Aku menyukai kamu yang pemberani. Aku menyukai kamu saat kamu mengejekku yang sedang cengeng. Tapi kita dulu masih kecil, masih remaja labil. Sangat mudah menyalah-artikan perasaan sendiri."
Ara lagi-lagi terdiam. Dalam batinnya ia meminta maaf pada Zura. Sungguh, bukan Zura yang sebenarnya menjadi alasan kegundahannya. Namun rasanya sungkan untuk mencetuskan nama Violet kakaknya.
Ara merasa lelah. Lelah menghadapi konflik batin yang tengah dideritanya ini. Rasanya ingin ia menumpahkan seluruh perasaannya pada pria itu. Begitu mudahnya pria itu meluluh-lantakkan pertahanannya. Bukan, bukan salah Reno. Memang pertahanannya saja yang lemah.
Namun untuk masalah yang menyangkut masa depan, Ara tidak mau mengambil resiko. Terlalu banyak waktu dalam hidupnya terbuang hanya untuk terperangkap dalam ketakutannya. Ia harus menghadapi ini semua, pasrahkan semuanya pada Sang Pemilik Takdir.
Ara sudah membuat keputusan, ia mengumpulkan segenap keberaniannya. Digigitnya bibir bawahnya kuat-kuat hingga terluka.
"Kak, Ara...Ara juga mau jujur sama Kak Reno. Ara juga punya perasaan yang sama dengan Kak Reno. Ara juga sayang Kak Reno. Ara...cinta sama Kak Reno." Ara meremas-remas tangannya di pangkuan.
Salsa yang sejak tadi menguping di sebelahnya pun tercengang mendengar Ara yang berani menyatakan perasaannya.
Sementara Reno di seberang sana tak henti-hentinya menyunggingkan senyum lebar. Hatinya bersuka cita, perasaannya telah berbalas. Hatinya yang tadinya terombang - ambing bagai perahu kora-kora, kini telah melandai dengan tenang.
"Tapi Kak..." Ara menghentikan sejenak kalimatnya.
"Kenapa, Ra?" Reno merasa kembali was-was, seperti akan ada petir menggelegar di kepalanya.
"Ara...Ara punya permintaan."
"Tell me!"
"Tolong jangan lamar, Ara! Bukan...bukan sekarang waktunya. Tapi nanti...Kak Reno boleh melamar Ara jika memang nanti takdir mempertemukan kita kembali."
Dan benar saja, Reno merasa bagai tersambar petir mendengar permintaan Ara. Perahu kora-kora itu kembali bergejolak.
"Maksud kamu?"
"Kak Reno tidak perlu mencari keberadaan Ara. Biarkan takdir Allah yang bekerja."
----
"Apa ini, Sit?" Reno menerima amplop yang disodorkan Sitta di atas meja kerjanya.
"Maaf ya, Ren." Sitta yang masih dalam posisi berdiri, menundukkan kepalanya. Kedua tangannya saling meremas, merasakan cemasnya.
Reno pun membuka amplop itu lalu mengeluarkan kertas yang terlipat di dalamnya.
"Surat pengunduran diri?" Reno terkesiap membaca surat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is BLUE (Completed) (Masih Revisi)
RomanceJudul awal : Ketika Ungu Menjadi Biru "Gimana Mas Reno bisa menghadapi masa depan kalau masa lalu aja masih digenggam? Lepasin aja. Siapa tau masa depan Mas Reno jauh lebih berharga dari masa lalu. Nggak rugi kan jadinya." "Kalau kamu mau jadi masa...