Part 49. Kecemasan

933 61 3
                                    

Reno bersiap-siap untuk keluar dari rumah sakit, setelah tadi sore dokter mengabarkan bahwa tidak ditemukan luka cidera serius dilihat dari hasil rontgen-nya. Reno pun mengantongi izin resmi dari sang Dokter untuk diperbolehkan pulang.

Sherin sepupunya pun ikut membantunya berkemas-kemas. Sherin baru saja tiba tadi pagi di Bali. Ia telah mendapat izin cuti dari kantornya selama dua hari. Dan kedatangan Sherin pun mendapat sambutan luar biasa dari Ara, sahabatnya. Sore ini, Sherin sengaja mampir ke rumah sakit untuk membantu kepulangan sepupunya itu.

"Ra, gue masih enggak percaya deh kalau lo bakal nikah sama Mas Reno. Beneran, sampai sekarang gue masih ngerasain euforianya." Sherin memperlihatkan kegirangannya.

"Duh, Sher! Gue aja tadinya enggak yakin sama keputusan yang gue ambil ini. Ehm...tapi yaaa...daripada sepupu lo ini kelamaan nge-jomblo, ya udah deh gue terima." Ara melirik jahil ke arah Reno yang sedang mengemas pakaiannya masuk ke dalam tas jinjingnya.

"Oohhh...jadi ceritanya terpaksa nih terima lamaranku." Reno memicingkan matanya.

"Ya-ya...abis kalau enggak Ara terima, nanti Kak Reno depresi. Ditinggalin enam bulan aja bilangnya hidup segan mati tak mau." Ara balas mencibir.

"Ehm...mungkin iya depresi, tapi setidaknya aku enggak bakal salah nangisin jenazah orang." Reno menyindir Ara dengan kejadian tiga hari yang lalu.

"Iiihhhh...Kak Renooo!" Ara memprotes dengan memajukan bibirnya. Malu, karena hal itu terus yang diungkit-ungkit. Mau menjahili malah dijahili.

Sherin dan Salsa pun tertawa melihat sikap keduanya. Sherin sendiri sudah mengetahui cerita tentang Ara yang menangisi jenazah korban tabrak lari yang ternyata bukan Reno, dan tentu saja Salsa yang bercerita padanya tadi.

"Oh iya, Sherin memangnya sekarang kerja dimana?" Salsa bertanya pada Sherin, sosok yang baru dikenalnya beberapa jam yang lalu itu.

"Kebetulan satu perusahaan dengan Mas Digo juga, tapi untuk di  kantor pusat di Jakarta." Sherin menjelaskan dengan singkat.

"Ehm...ehm...eciyeee yang satu perusahaan sama gebetan." Ara menyikut lengan Sherin yang diikuti dengan ledekan.

"Enggak 'eciyeee' juga kali, Ra. Mas-lo 'kan udah pindah ke Surabaya." Sherin memutar bola matanya.

"Lho, Mas Digo gebetannya Sherin? Yaaah, hilang dong kesempatanku. Alamat mundur ini sih." Salsa menimpali dengan pura-pura menampilkan mimik kecewa.

"Hah? Mbak Salsa naksir kakakku juga?" Ara membelalakkan matanya kaget.

"Yah, Ra...namanya juga aji mumpung. Ada cowok ganteng di depan mata enggak boleh disia-siakan. Kali aja jodoh, ngarep boleh toh? Tapi karena sudah ada Sherin, aku mundur deh. Nyari mangsa lainnya aja." Salsa menaik-turunkan alisnya. Meskipun terlihat kecewa, Salsa berusaha menanggapi dengan santai.

"Tenang, Sa! 'Kan aku sudah bilang, punya calon yang perfect buat kamu." Reno melirik jam tangannya, mengingat seharusnya yang ditunggunya itu sudah datang sejak tadi sore.

"Mana? Katanya orangnya mau datang sore ini, tapi sampai sekarang belum kelihatan batang hidungnya tuh! Eh, Ren...kamu tau enggak? Waktu ketemu kamu di bandara dan kamu salah menyangka aku sebagai Ara, aku 'tuh mikir jangan-jangan kamu pangeran berkuda yang sudah Allah siapkan buat aku. Ternyata...malah pangeran salah alamat." Salsa tertawa lepas seakan ceritanya itu adalah sesuatu yang lucu, padahal memang itu yang dirasakannya.

"Assedaaap! Pangeran berkuda! Mohon maaf, pangerannya udah ketemu sama Cinderella nih!" Reno melirik pada Ara yang sedang membereskan kue-kue di atas meja untuk dibawa pulang. Namun Ara terlihat tak terpengaruh dengan ucapan pria itu.

She Is BLUE (Completed) (Masih Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang