Kilometer Keenam

826 221 15
                                    

10 Desember 2018.

Sebuah senyum tercipta di bibirnya dikala mengingat ini adalah ulang tahunnya, ulang tahunnya yang keempatnya bersama dengan Seongwu. Tapi sepertinya di malam ulang tahunnya ini ia harus menelan kepahitan. Ia harus bertarung melawan sinyal agar bisa melakukan panggilan video bersama sang kekasih.

Emosi Daniel sudah berada di ubun-ubun memikirkan sinyal yang sama sekali tidak bisa diajak kompromi. Rambutnya pun sudah tidak lagi berbentuk karena terlalu banyak diacak-acak akibat koneksi yang menurutnya seperti sampah hari ini.

Kepalanya menyembul melihat kearah langit melalui jendela kamarnya “Mendung! Pantes aja!”

Tanpa ba-bi-bu lagi kakinya buru-buru melangkah menaiki sepeda motornya, berkendara meninggalkan kos-kosan nya lalu melaju ke suatu tempat yang ia yakini bisa memberinya asupan koneksi yang tepat tidak seperti provider eks-el miliknya yang selalu habis sinyal dikala mendung melanda seperti ini.

Tangannya mengetuk tidak sabaran pada sebuah rumah minimalis yang memiliki warna khas buah persik hingga tak lama kemudian sang pemilik keluar dengan memakai piyama.

“Daniel? Ngapain malem-malem kesini, mau traktir gue makan lagi?”

Daniel menghela nafas dalam hati, temannya ini memang tukang makan padahal baru beberapa jam yang lalu Daniel mengundangnya dan beberapa teman mereka yang lain untuk makan bersama sebagai ucapan syukur Daniel atas bertambahnya umur.

“Gue mau minta tolong nih, gue numpang wifi rumah lo ya, sinyal gue lagi bobrok nih mau video call sama kesayangan” jelas Daniel sembari menunjuk laptop yang berada di tangan kirinya “Besok gue beliin makan siang deh”

“Malem-malem gini? Yaudah masuk gih. Gue mau lanjut maskeran dulu biar kinclong asal jangan lupa makan siang gue, nambah dessert satu ya” acuh pemilik rumah dan berlalu masuk

Daniel menjawab dengan anggukan pelan dan diam-diam Daniel bersorak mengangkat kepalan tangannya ke udara sebagai selebrasi atas rencananya yang mendekati berhasil untuk menghubungi pacarnya itu.

Setelah menutup pintu dan memastikan bahwa si pemilik rumah sudah kembali pada kesibukannya, Daniel mulai menata seperangkat peralatan perangnya yaitu laptop, berlebihan sih memang tapi memang benar barang itu bisa menjadi senjatanya untuk memerangi rindu.

Setelah koneksi internet berhasil disambungkan tak butuh waktu lama agar jari-jari Daniel bergerak menghubungi kekasihnya itu.

“Seongwu!” sapa Daniel dikala wajah yang ia rindukan muncul di layar laptop miliknya “Akhirnya bisa juga skype sama kamu, pusing aku tuh dari tadi”

Suara tawa terdengar dari seberang namun tak lama justru wajah kesal yang terlihat “Kamu kenapa lama banget hubunginnya? Aku kira kamu udah musnah dimakan harimau”

“Kamu kok doain yang nggak-nggak sih. Nih aku dari tadi tuh kayak orang stress gara-gara mikir sinyal, ini mendung Wu jadi provider lemot parah” jawab Daniel berapi-api, dari gesture tangannya pun Seongwu bisa melihat bahwa lelaki itu memang sedang kesal “Asal kamu tau tadi aku hampir nekat pergi ngopi di warkop deket kos-kosan buat dapetin wifi terus skype kamu dari sana”

“Sumpah aku ngakak Niel!” tawa Seongwu sembari menepuk-nepuk perutnya, dirinya tidak bisa membayangkan bila Daniel benar-benar nekat seperti itu, pasti malu-maluin “Lah terus ini kamu dapet sinyal dari mana?”

“Aku pergi kerumah temen aku, Jeon Somi, kamu inget? Yang aku sering cerita itu”

Anggukan Seongwu, Daniel dapati sebagai jawaban “Enak kali ya jadi Somi, bisa hampir tiap hari liat kamu, tau perkembangan kamu, tau perubahan kamu meskipun cuma sedikit. Bisa ada disamping kamu terus, bikin kamu senyum atau ketawa terus, nggak cuma bisa ngobrol sejam-dua jam via telepon gini”

734.KM - OngNielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang