“Balik dulu ya bro!” ucap Daniel agak keras hingga bisa membuat satu ruangan mendengarnya
“Kok buru-buru sih? Gak mau makan bareng dulu?” Jonghyun, teman sekantor Daniel mulai bersuara
Daniel menggeleng kecil memberikan jawaban “Udah deket jamnya laporan sama bos besar ini, gak berani kemana-mana gue”
Jisung, partner Daniel yang paling dekat itupun mendelikkan matanya kaget “Wih ngeri, jadi selama ini, tiap malem lu laporan sama big boss?”
“Baru tau?” jawab Daniel dengan senyum gigi kelincinya yang khas “Kalian harus tau gimana kalo si big boss marah-marah kalo telat dapet laporan”
Arah matanya melirik sedikit pada jam yang melingkar di tangannya, lalu dengan cekatan jemarinya meraih laptop serta perlengkapan lainnya dan bergegas pulang
Sesampainya dirumah Daniel langsung saja melemparkan sepatunya entah kemana, masa bodoh dengan aroma kaos kaki yang menyebar ke seluruh penjuru ruangan asal ia tidak terlambat memberi laporan.
Laporan pada big boss yang satu ini bukan melalui tulisan tangan ataupun dokumen karena boss Daniel lebih menyukai laporan lisan melalui percakapan telepon.
Bilang kalau ini semua menyusahkan? Memang!
Tapi toh Daniel tidak mau mengeluh, Daniel senang meskipun nanti akan ada amukan atau semacamnya yang dilontarkan pada dirinya.
Speed dial di nomor satu telah menyambungkan Daniel pada big boss nya itu.
Sialan memang! Dasar Daniel anak kurang ajar, bukannya menempatkan ibunya pada speed dial nomor satu, malah si boss yang mendiaminya.
Memang siapa boss Daniel? Orang yang melahirkan dia..
“Halo. Baru pulang?”
Suara bos Daniel mulai terdengar, lucunya bukan memasang wajah serius namun senyum teduh ditampakkan Daniel saat berbicara dengan bos nya itu
“How was your day Niel?”
“Capek Wu, kangen kamu”
Iya, bukan big boss dalam artian sebenarnya. Jadi big boss yang dimaksud Daniel ini si Seongwu. Danielnya sih iseng aja bilang mau laporan sama bos biar bisa ngacir pulang buat telfonan sama Seongwu.
“Kangen-kangen, kalo kangen itu pulang makanya” kekehan Seongwu terdengar hingga telinga Daniel, seolah bisa jadi obat penawar lelahnya selama menjalani hari berat ini.
Saking seringnya Daniel menelpon Seongwu, jadilah ia menempatkan nomor Seongwu pada speed dial pertama di ponselnya. Bukannya bermaksud durhaka pada ibunya sendiri, Seongwu memang bukan orang yang melahirkan dia tapi Seongwu justru bisa untuk melahirkan anak-anaknya nanti
“Kalo bisa aku pulang ya aku pulang sekarang. Aku mau laporan ini”
“Laporan apa? Sini laporan dari pagi”
Daniel menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang, matanya melihat serius pada jam tangan yang masih setia di pergelangannya
“Jam tujuh bangun, jam delapan berangkat kerja, jam setengah satu makan siang, jam tujuh malam aku pulang, setengah delapan malam aku telfon kamu. Laporan selesai”
“Laporan macem apa itu? Gak aku gak mau acc!” dahi Daniel mengernyit tidak paham, laporan apa yang ia lupakan sehingga laporannya tidak diterima “Kurang lengkap! Laporan lagi dari awal”
Daniel nyaris terbahak mendengar penuturan sang kekasih, matanya makin terpaku pada jamnya sembari mengulangi laporannya
“Siap boss, saya ulangi lagi..” nafas panjang dilakukan olehnya sebelum melanjutkan “Jam tujuh pagi bangun terus mandi, sabunan, sampoan, tidak lupa menggosok gigi habis mandi kutolong ibu membersihkan tempat tidurku”
Tawa menggema dari seberang, meskipun receh tapi terbukti lelucon garingnya bisa menghibur Seongwu disana
“Apasih Niel, gak lucu”
“Apanya gak lucu? Buktinya kamu ketawa” perlahan Daniel kembali mengingat apa yang ia lakukan seharian ini “.. abis mandi aku gak sempet sarapan. Aku langsung ke kantor, Jakarta macet as always. Abis itu ya aku kerja, makan siang delivery fast food, terus terima semprotan dari bapak bos gara-gara kerjaan aku ada yang kurang, abis kerja aku ditawarin makan sama anak kantor tapi aku nolak kan mau laporan sama kamu”
“Good!” ucap Seongwu kala Daniel menyelesaikan cerita kesehariannya “Kenapa gak makan? Kenapa siang tadi makan junk food? Kenapa malem gak ikutan makan sama temen kamu? Berarti kamu belum makan?”
“Satu-satu dong tanya nya, aku bingung mau jawab dari mana”
“Maaf Niel, sekarang aku tanya kenapa tadi makan junk food? Kan gak baik buat kesehatan”
Helaan nafas terdengar dari Daniel “Aku mau cepet nyelesain kerjaan, pengen buru-buru ambil cuti terus pulang ke Surabaya”
“Kangen apa di Surabaya?”
“Banyak!” Daniel mengeluarkan jarinya sambil berhitung “Kangen lontong balap, kangen mie setan, kangen sop ayamnya mama, kangen CFD di Bungkul, kangen ngomong medok Surabaya, sama kangen kamu”
Memang tak bisa terlihat oleh Daniel, tapi Daniel yakin pipi Seongwu sedang merah merona sekarang.
“Homesickness ya? Kalo kamu kangen aku, aku bisa kesana. Tapi kalo kamu kangen Surabaya aku nggak bisa apa-apa”
“Aku emang lagi homesickness” Senyuman terkembang di bibir Daniel, pacarnya ini memang menggemaskan “Tapi gak perlu kota Surabaya buat ngilangin kangen aku, kamu aja cukup, kan kamu udah jadi rumah aku”
“Cringe Niel!! Aku merinding nih dengernya. Iya deh nanti aku yang kesana, tapi tunggu liburan ya, aku gak mau kena potongan gaji”
“Kenapa masih mikirin gaji sih? Kamu nikah aja sama aku, aku gaji kamu kan juga perbulan dapet insentif, fasilitas lengkap, liburan tiap hari, nggak perlu pengalaman cuma butuh pengaman yang banyak. Syarat akta lahir, ksk, sama pas foto background biru, terus kita berangkat ke KUA”
Tawa menggelegar di dengar Seongwu, heran Seongwu kenapa selera humor Daniel begini banget, tapi untung sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
734.KM - OngNiel
Fanfic[DISCONTINUED] Ibukota Indonesia dan Kota Pahlawan terpisah 734 km jauhnya. Itulah panjang jarak yang memisahkan Daniel dengan kekasihnya, Seongwu. Ketika Seongwu ada di Surabaya Daniel justru menjauh ke Jakarta. LDR? Siapa takut!