Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi di hari minggu. Pria dengan setelan treningnya siap menuruni tangga. Pagi ini Praya memutuskan untuk lari pagi ia merasa lemak sudah memenuhi perutnya dan dia tidak mau kegantengannya berkurang dan terkalahkan, apa lagi di kalahkan Jaffan! Ingat ia masih dongkol dengan Jaffan. Walau dari segi manapun Jaffan tetap berdiri di atasnya tidak bisa seorang Praya menyainginya, karna bagi Praya dan Jeno, Jaffan itu panutan mereka. Sudahlah! Praya tidak mau memuji Jaffan.
Siulan kecil keluar dari bibir cowok itu. "Mah Praya mau lari pagi dulu ya" katanya, ia berlari melewati ibunya yang tengah menyusun roti di atas piring.
"I Made!! Sarapan dulu" Teriakan ibunya tak menghentikan langkah Praya, cowok itu langsung berlari di jalanan komplek. Earphone bersengger cantik di kepalanya, alunan musik dari musisi favoritnya mulai memenuhi pendengarannya.
Praya terus berlari sambil bersenandung, belok demi belokan ia lintasi, gang demi gang sudah ia lewati. Berakhirlah cowok itu di taman depan kompleknya. Taman itu tidak indah bagi Praya, hanya warna hijau yang mendominasi di sana dan Praya benci warna Hijau.
Praya selalu teringat dengan keranda pengantar jenazah jika melihat warna itu. Saat ia kecil neneknya meninggal dan kerandanya di tutupi kain hijau dan di payungi oleh payung hijau dan semenjak itu ia merasa ngeri dengan warna hijau. Memang aneh Praya ini.
Dia duduk di salah satu bangku yang tersedia. Mengelap keringatnya dengan handuk yang ia ambil dari kantong celananya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Praya terengah-engah, ia nampak sangat capek. Ia berdiam diri di sana tanpa bergerak sedikit pun, hingga matanya menangkap seorang wanita penjual es. Praya bersemangat luar biasa, ia berjalan cepat mendekati pedagang itu.
"Bu es denkow satu! Di gelas ya" katanya.
Ibu itu terlonjak kaget lantaran Praya berucap cukup kencang di sampingnya, hampir saja ia menusuk Praya dengan gunting yang saat ini ia pegang.
"Sabar mas. Kaget ibu" katanya. Praya mana peduli, ia cengengesan saja.
Sambil menunggu pesanannya, Praya duduk di kursi yang di sediakan di sana cowok itu mengibaskan tangannya di depan wajah. Pesanan tiba, Praya langsung saja menyedot es itu hingga hampir habis.
"Bu es nya bu, yang kapucino" kata seorang gadis di belakangnya, Praya tidak menoleh lantaran masih sibuk dengan es nya tapi cowok itu merasa tidak asing dengan suara itu.
"Eh I Made, lo kok ada di sini" kata cewe itu keheranan. Praya menoleh dan hanya mengangguk, Itu Erika. Melihat cowok di depannya tidak merespon lebih membuat Erika tersenyum pahit, tidak lupa kah Praya kalau dia sudah mencuri samyangnya!. "Lo abis joging ya I Made?" tanya Erika keukeuh.
Praya yang selesai dengan es nya akhirnya menjawab "iya, gua tinggal di area sini makanya gua bisa ada di sini. Puas lu?!" katanya ketus.
Erika meringing namun sedetik kemudian dia tersenyum senang "beneran lo tinggal di area sini? Gue juga loh" katanya antusias.
Praya tidak terkejut, beberapa kali ia melihat Erika di area sini entah sedang joging atau yang lain. Berbeda dengan Erika yang antusias, Praya hanya mengangguk saja. "Oh masa?" katanya setengah tidak ikhlas.
"Iya, di komplek Ap—" ucapan Erika terhenti lantaran seseorang memanggilnya dengan lantang.
"Erika!!" gadis itu menoleh dan tersenyum setelah menyadari siapa yang memanggilnya, itu Jane. What Jane? Praya mulai panik, ia gelagapan dan mendadak ingin kabur dari sana.
Jane mendekat dengan wajah jutek khasnya. Ia menoleh pada Praya akhirnya, cewek itu tersenyum sinis mendadak emosinya naik dan itu membuat Praya salah tingkah.
"Ngapain lo di sini? Cih!" sinisnya kepada Praya. "Merasa bersalah gak sih lo?!" bentak Jane sampai membuat beberapa pengunjung menoleh penasaran ke arahnya.
Lagi-lagi Praya meringis, batinnya menjerit lantaran malu. Sumpah ya, Jane itu ratu nya mempermalukan orang! Setelah tadi siang menyeretnya di tengah lapangan kini cewek bar-bar itu membentaknya di taman. Hancur sudah image cool nya, tidak ada yang tersisah lagi.
"KENAPA LO NATEP GUE KAYA GITU? KESEL HAH?" masih dalam model memaki, Jane menyilangkan tangannya di depan dada sambil melotot menatap Praya yang menciut di depannya. "APA LO NAN—" karena sudah di ambang kemaluan, reflek Praya membekap mulut Jane hingga membuat cewek itu merontah-rontah.
"Diem bisa gak sih lo" katanya. Praya menarik Jane dari sana, ia mengabaikan Erika yang syok di tempatnya.
Setelah dirasa cukup jauh dari area taman barulah Praya melepaskan bekapan nya dari Jane. Baru beberapa detik di lepaskan, Jane sudah mengamuk lagi, ia menendang tulang kering Praya dengan tenaga penuh membuat cowok itu berteriak dan hampir tumbang.
"Bang*at. JAHAT LO!! Aduhhh" Praya meringis, ia pincang sebelah. Ia menatap Jane yang tengah tersenyum puas, Dasar Psychopath!!!!.
"Hahahahaha mampus lo" caci Jane.
Melihat cewek itu tertawa lantang entah mengapa membuat Praya merasa Dongkol, ia tersenyum sinis sambil mengumpat kasar.
"Gua tuh niatnya mau ganti rugi! Tapi liat lu kaya gini OGAH GUA GANTI RUGINYA!" Praya segerah memutar badan dan itu membuat Jane melotot geram.
"Gak bisa dong!" Jane menahan pergelangan Praya "lo tetep harus ganti rugi!!! Titik!" tekas Jane. Praya tetap Keukeh menolak dan Jane tetap teguh pada kemauannya. Biarlah pohon mangga menjadi saksi pertengkaran keduanya hingga akhir.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.