Ikhlaskah Aya dengan hubungan El dengan kekasihnya? Ya, mau tidak mau Aya harus mengikhlaskannya. Karena ia tahu dari sebelumnya saja El belum tahu mengenalnya. Tapi Aya juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau ia tidak merasakan sakit hati walau pada dasarnya kembali ke awal.
Sampai sekarang Aya masih bingung apa yang membuat El lebih spesial dari laki-laki lain. Bahkan mereka bicara saja hanya pernah sekali atau dua kali saja. Itu juga karena hal mendesak. Selebihnya El hanya pernah menolongnya sesekali itu juga sudah lama. Yang selalu menjadi pertanyaan Aya setiap harinya adalah, apa yang membuat ia tidak bisa melupakan laki-laki berdarah campuran itu? Padahal jika diingat lagi saat ini ia sudah tahu bahwa El tidak sendiri dan di depan matanya sudah ada laki-laki yang bersedia menunggunya sejak lama. Lalu apa yang membuatnya tidak bisa melupakan El?
"Kenapa sakit sih? Gue padahal tau kalau dia udah punya orang lain, tapi kenapa gue masih nyediain hati gue buat dia?"
"Apa spesial-nya dia dari laki-laki lain? Bahkan kalau dibandingin sama Bang Marva dia ga lebih baik"
"Huaa Ibuuu Yhara mau move on" monolog Aya sejak tadi sambil berguling-guling di kasurnya. Yap, sejak tadi Saya berbicara sendiri. Mungkin jika Nana atau Vivi melihatnya, ia akan mendapat banyak hujatan dari keduanya karena bertingkah selayaknya orang tidak waras.
"Kalau kata nenek mah, percuma pinter kalo gabisa nemuin jalan keluar masalahnya sendiri"
"Udah dong Ya, udah ga penting banget lo mikirin cowok orang" ucapnya pada diri sendiri. Aya bangkit dari tidurnya, ia melihat ke cermin dan mendapati dirinya yang kacau dengan rambut yang berantakan dan wajah yang kusut. "Ini kaya bukan gue banget si nge-galauin yang gapenting"
Setelah merapihkan rambutnya Aya berniat untuk keluar dan mencuci wajahnya. Beberapa anak kos yang melihatnya tersenyum dan juga dibalas senyuman oleh Aya. Walau baru beberapa hari tinggal tapi Aya sudah sedikit akrab dengan anak-anak kos yang lain, berterimakasih kepada Nana yang mendeklarasikan kepindahannya kepada orang satu kos-an.
"Halo Ya, mukanya kusut banget abis ngapain kamu?" Ucap seseorang yang baru saja keluar dari kamar mandi sambil menelisik wajah kusut Aya.
"Hehe engga kok kak, biasa stress gara-gara dosen ngasih tugas sampe bertumpuk-tumpuk" bohong Aya. Perempuan itu hanya mengangguk saja lalu pergi meninggalkan Aya.
Keluar dari kamar mandi Aya tidak kembali ke kamarnya, melainkan ke kamar Nana yang letaknya tiga kamar dari kamarnya. Saat ia ketuk pintu kamar Nana tidak mendapat jawaban dan Aya langsung berasumsi bahwa Nana sedang pergi karena seingatnya tadi sore Nana terus di telfon oleh kedua sahabat laki-lakinya itu. Aya menghela nafas kasar lalu kembali ke kamarnya dan keluar lagi dengan membawa laptop. Niatnya ia ingin menyegarkan otaknya dengan udara luar.
Ia pergi ke pendopo yang tersedia di depan rumah, malam ini cuacanya cukup mendung dan sudah sedikit gerimis. Aya mengurungkan niatnya untuk membuka laptop ia takut jika tiba-tiba hujan dan laptopnya kehujanan, ia memilih untuk memainkan ponselnya saja.
"Padahal mau hujan tapi udaranya nenangin banget" ya alasan Aya untuk tetap di luar karena ia menyukai udara sebelum hujan. Cukup aneh bukan.
Aya melihat pintu gerbang terbuka, ia tahu bahwa di jam segini memang pintu gerbang belum di tutup ole Lena. Karena masih banyak penghuni kos yang keluar masuk di jam-jam segini. Ia tidak penasaran dengan siapa yang membuka gerbang dan mulai mendengarkan musik lewat earphone-nya dan memejamkan matanya menikmati alunan musik yang mengalir lewat earphone tersebut. Tapi belum ada satu menit ia menikmati waktu menyenangkannya ada seseorang yang men-coel tangannya berulang kali, sampai akhirnya ia membuka matanya dan terkejut.
"Hehe sorry ya ganggu waktu lo" jantung Aya berdebar tak karuan, baru saja ia merasa tenang kenapa rasa berdebar ini enggan untuk meninggalkan dirinya.
"Eh i-iya, lo mau nitip ke siapa buat siapa?" Orang itu tidak merespon Aya ia tampak sedang memerhatikan wajah Aya dengan ekspresi heran.
"El?" Panggil Aya yang akhirnya dapat menyadarkan El. "Eh iya? Ini gue mau nitip tugas punya cewe gue, tolong kasihin ke yang namanya Sinta Febyana dia sekelas besok sama pacar gue to- eh hujannya langsung gede"
"Sini lo ngiup disini aja dulu, mau kos-an lo deket dari sini tetep aja basah kuyup kalo nekat"
"Eh iya makasih"
Hujan benar-benar turun dengan derasnya, menghujam daerah perumahan ini. Walau suasana terdengar ramai karena jatuhan rintik hujan yang kencang dan banyak, tapi hal tersebut tidak terjadi antara Aya dan El keduanya sama-sama canggung. Tidak ada yang berniat membuka suara, terutama saudara Ayhara. Jantungnya makin berdebar, ia takut El bisa mendengarnya. Pemikiran yang bodoh bukan dari seorang Ayhara.
"Eh gue boleh nanya ga?" El yang tiba-tiba membuka suaranya. Dari raut wajahnya di ia juga tampak sedang mengingat-ingat sesuatu.
Deg
Rasanya jantung Aya berhenti berdetak, ia takut akan satu hal. Ia takut El menanyakan hal keramat yang tidak ingin ia dengar dari mulut El. "Tanya apa?"
"Lo pernah sekolah di SMA 4 ga?"
Skak mat
Apa yang tidak Aya harapkan benar-benar terjadi, apa yang harus ia jawab.
Emang apa yang lo takutin si Ya? Emang dia tau lo suka sama dia? - Aya
"Iya gue sekolah disana, tapi pas kelas sebelas semester dua gue pindah"
"Oh iya, gue inget. Lo yang sekelas sama Eri ya? Yang temen sebangkunya Erika bukan?"
Sakit hati Aya, ingin rasanya ia melempar El kembali ke kos-annya sekarang juga. Kenapa disaat seperti ini yang terlintas di otak El hanya Eri? Oh iya itu ceweknya El. Begitulah fikir Aya. Bagaimanapun demi menjaga kesopanan dan rahasia besarnya, Aya harus menjawabnya walau hanya dengan anggukan saja. Setelah anggukan dari Aya mereka berdua sama-sama diam, sibuk dengan ponsel masing-masing sampai akhirnya hujan reda dan El berpamitan untuk pulang.
Aya menundukkan kepalanya, tidak sadar ia menitikkan air matanya sampai beberapa tetes air mata terjatuh di atas celana panjang-nya. Nana tiba-tiba masuk ke dalam kos-an, menyapa Aya yang masih tertunduk sambil meneteskan air matanya. Dari jauh Nana tidak tau kalau Aya menangis, tapi ketika melihat celana panjang Aya yang tampak sedikit tetesan air Nana langsung panik.
"Ya lo kenapa? Ya sebelumnya lo ga pernah sampai nangis kaya gini, Ya" Nana dengan gerakan refleks langsung memeluk Aya. Ia tidak pernah melihat Aya menangis tiba-tiba sebelumnya.
Hati Aya hancur, seperti ia jatuh dari gedung yang sangat tinggi. Ia senang saat El menyadari keberadaannya, namun hatinya seketika patah saat laki-laki itu menyangkut pautkannya dengan kekasihnya. Aya sudah tidak bisa menahannya lagi, ia ingin berteriak sekencang-kencangnya di telinga laki-laki itu. 'JANGAN SANGKUT PAUTIN GUE SAMA CEWE LO' ingin sekali Aya mengatakanya.
Ada yang tau gimana perasaan Aya? Orang yang pernah ngerasain jatuh cinta diam-diam pasti tau gimana rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LA PAM PAM ✔
RandomTanpa aku menyadarinya, perasaan itu semakin besar dan semakin lama semakin menyiksa. Aku ingin kau tahu perasaanku tapi di sisi lain semua itu membuatku terus takut. Selalu ada beberapa pertanyaan di kepalaku, seperti; Apa kau mendengar degup ja...