Setelah mengajar Dean dan Deon, Aya langsung dengan sigap berangkat ke kampusnya karena pukul tiga nanti ia ada kelas. Ia tenang saat baru memesan dan ada yang menerima orderan nya. Perjalanan ke kampus jika menjelang sore seperti saat ini terbilang lebih senggang, karena dari dua jalur jalan raya besar saat ini jalur yang berlawanan dengan arahnya sedang sangat padat karena jam pulang sekolah.
Saat melewati depan fakultas teknik, Aya melihat sesuatu yang mengganggu penglihatannya. Disana ia melihat El dan Eri sedang berdua.
"Ei, masih di kampus ei" celetuk Aya membuat keduanya menoleh ke arahnya. Aya yang mendapat tatapan keduanya langsung tersenyum dan mengalihkan pandangannya. Namun beberapa saat kemudian ia menyadari tindakan bodoh yang ia lakukan barusan. Ia langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Setan mana tadi yang lewat? Sumpah tadi bukan gue, maluu - Aya
Selagi Aya merutuki kebodohannya, pengemudi ojek online tadi hanya melihatnya heran dari kaca spion. Ia heran kenapa penumpangnya ini tidak segera turun, padahal sudah sampai tempat tujuannya. Sampai-sampai seorang laki-laki datang dari kejauhan dan menepuk pundak Aya.
"Ya, turun. Udah nyampe" Aya sedikit terkejut dan refleks menoleh ke arah orang yang menepuk pundaknya barusan. "Eh iya, maaf bang ga fokus tadi"
Perempuan berumur dua puluh tahun itu membayar kepada pengemudi ojol dan berlalu meninggalkan motor tersebut bersama Bima di sampingnya. Bima beberapa kali bertanya kepada Aya namun tidak mendapat jawaban dari perempuan itu. Sampai akhirnya Bima menarik lengan Aya.
"Kenapa si Bim?" Tanya Aya sedikit emosi karena lengannya tiba-tiba di tarik. "Eh maaf Ya, lagi dari tadi gue tanyain lo gajawab terus" emosi Aya menguap begitu saja dan tergantikan dengan sedikit rasa bersalah yang menghinggapi hatinya.
"Eh maaf, kenapa?"
"Lo pulang dari kampus ada acara ga?"
"Engga si, emang kenapa?"
Bima tampak berhenti bicara sejenak dan menatap Aya tak percaya. "Seriusan?" Aya mengangguk.
"Emm, gue mau ngajak lo jalan nanti. Lo keluar jam berapa?"
Tanpa berfikir Aya langsung menjawab dengan yakin. "Oke, jam setengah lima paling Bim. Gue duluan yaa"
Aya meninggalkan Bima dengan sejumlah pertanyaan di kepala laki-laki jakung itu. Iya tidak percaya bahwa perempuan yang ia Kagumi dari semester satu itu akan menerima ajakannya dengan mudah. Padahal biasanya pasti dijawab dengan alibi dari mulut Aya.
Aya memasuki kelasnya dengan perasaan yang mengganjal. Entah apa itu, tapi membuatnya sangat nyaman. "Keputusan gue bener kan ya?"
Setelah mendengar celetukan dari tetangga kos-annya El langsung menyuruh Eri yang masih berstatus sebagai kekasihnya itu kembali ke fakultasnya. Laki-laki itu hari ini sedang tidak ingin bicara dengan Eri karena kejadian tempo hari.
"El, kenapa si?"
El menghela nafas kesal, ia sayang dengan Eri tapi untuk jujur saja bagi perempuan itu sangat sulit. Sudah berulang kali sejak hari itu ia menanyakan beberapa hal mengenai kejadian tersebut, naming perempuan berdarah Korea-Indo itu terus berbohong padanya. Membuatnya cukup kesal dengan perkataan Eri.
"Ri, apa kalau gue bilang jujur lo bakal ngakuin?"
Eri mengernyitkan alisnya sambil memiringkan kepalanya. Ia tidak faham apa yang dimaksud kekasihnya itu. El tahu ia tidak akan bisa fokus menimba ilmu jika otaknya dipenuhi dengan ke ingin tahuan yang tinggi seperti ini, jadi ia putuskan untuk bertanya. El dapat melihat dari mata Eri yang sedikit bergetar dan tatapannya yang tidak tentu. "yaudah gue mau ke kelas, bye"
El memutar tubuhnya dan meninggalkan Eri dengan segala kegugupan di dirinya. El menghela nafas pasrah dan mengacak rambutnya sedikit, ia mendapati seseorang bersandar di pohon sambil menyesap minuman dingin yang ada ditangannya. "kan gue udah sering bilang El, cewek lo itu titisan ular"
"Suka-suka lo lah Dra, pusing gue harus ginian tugas gue numpuk" orang itu langsung menghampiri El dan menepuk pundak temannya itu.
"Gue tau lo pusing mikirin ini kan bro, biar ga pusing lo cari tau gue bakal bantuin kok. Kalo dia kebukti bersalah lo tinggal putusin gampang kan?"
Seketika sebuah pukulan bersuara kencang terdengar, sumbernya dari tangan El yang menjitak kepala teman di sampingnya itu. "Gini ya Ankara Rajendra anaknya Bapak Susanto Rajendra, gue udah pusing ngurus tugas yang gaada stopnya, jadi gue ga sempet ngurusin gituan mending lo juga kerjain tuh tugas daripada ip lo anjlok terus ngulang"
"Yaudah kalo gamau ngelakuin saran gue, percuma lo ngerjain tugas ga fokus bro. Jadinya berantakan, mending kelarin urusan lo sama Eri dulu" Menurut El, Jendra adalah definisi teman ba****t sesungguhnya.
El dengan berat hati mengangguk, karena benar saja apa yang dikatakan Jendra bahwa tugasnya sedikit tidak beres karena memikirkan hal ini. "Dra nanti sore temenin gue mantau Eri diparkiran oke, abis itu lo cari tau tentang cowo yang lo liat entar oke"
Keduanya berjalan menuju kelas sambil menyusun strategi yang akan mereka lakukan sore nanti. Padahal ini sudah hampir telat masuk, tapi keduanya masih saja jalan dengan santainya.
"Kita telat bodoh, buruan jalannya. Lo mau denger ceramah temen sekalas gara-gara kita telat terus dosennya gamau masuk?"
Sorenya saat Aya di jemput oleh Bima dengan motornya, ia melihat dua orang laki-laki yang sedang mengendap-endap di balik mobil. Tapi ia seperti mengenali siluet salah satu orang itu. Benar saja ia mengenalinya, karena orang itu adalah El. Tapi ia heran kenapa El dan temannya itu mengendap-endap seperti ingin menyelediki sesuatu.
"El lagi ngapain?" Ucapnya refleks, walau kecil Bima yang mengendarai bisa mendengar apa yang diucapkan Aya.
"Kenapa Ya?"
"Eh engga apa Bim"
KAMU SEDANG MEMBACA
LA PAM PAM ✔
RandomTanpa aku menyadarinya, perasaan itu semakin besar dan semakin lama semakin menyiksa. Aku ingin kau tahu perasaanku tapi di sisi lain semua itu membuatku terus takut. Selalu ada beberapa pertanyaan di kepalaku, seperti; Apa kau mendengar degup ja...