Jangan Lupa Tekan (⭐)
Darpa tertawa mendengar ceritaku, "Jadi lo beneran jatuh dari motor Darrel?"
"Kasihan banget sih." Sambungnya lagi masih dengan tertawa.
Ku dorong tubuhnya yang sedang duduk disampingku. Aku berdecak kesal, "Apa yang lucu sih? Sakit tau." Ucapku sebal.
"Kalau Darrel sih udah biasa kayak gitu mungkin sering yang lebih parah."
"Pantes dia biasa aja."
Setelah berpisah sementara dengan Darpa aku menyadari satu hal. Jika aku benar-benar merindukannya. Saat ini, kami sedang duduk bersama di roof top cafe yang dulu pernah menjadi tempat kencanku dengannya. Hanya berduaan. Rasanya aku tidak ingin mengakhiri hari ini. Keinginanku agar selalu bersamanya.
Suasananya tidak berubah, masih sama seperti dulu. Haluan angin yang mulai berubah. Matahari sudah mulai bersembunyi dan bergantian posisi dengan bulan. Warna hari yang berangsur berbeda. Perlahan hari mulai gelap dan itu adalah siklus alam.
Waktu demi waktu pun berlalu. Aku tahu perjalanan yang sudah ku jalani dengan Darpa belum ada apa-apanya. Tapi percayalah, aku tidak pernah lupa jika kamu yang kucinta. Kamu, Darpa Adhiyastha.
"Emangnya kamu gak kangen aku waktu kita saling menjauh itu?" Tanyaku pada Darpa saat kami duduk bersama menanti senja.
Matanya tetap saja tertuju ke depan. Dipandanginya jalanan Jakarta yang tidak akan ada habisnya itu. "Engga." Jawabnya singkat saja.
Aku menyeringitkan bibirku, "kok bisa?". "Iyalah kan gue liat lo di kelas tiap hari." Jawabnya lagi.
Aku diam saja setelah itu. Itu artinya aku saja yang terlalu rindu ingin cepat bertemu dengannya. Padahal aku tidak sadar jika aku masih bisa memandangnya setiap hari di kelasku. Entah mengapa aku tidak menyadari akan hal itu.
Ku sandarkan kepalaku di pundaknya. Rinduku belum sepenuhnya sirna. Aku hanya bisa berharap dia adalah pilihan terbaik untukku.
🌺🌺🌺
Ku ikuti langkah kakinya yang beriringan denganku. Disini cukup sunyi karena jika tidak pasti akan mengganggu orang lain. Semerbak obat-obatan bisa ku rasakan masuk ke rongga hidungku. Kami sedang berada di rumah sakit saat ini.
Tanganku digenggamnya menuju suatu ruangan. Malam ini aku dibawa Darpa untuk mengunjungi Davina.
Tertera tulisan 'mawar 307' di bagian atas pintu ruangan yang akan kami masuki ini. "Darpa." Ucapnya ibunya seraya berdiri melihat kedatangan kami.
Ku berikan senyuman terbaik yang bisa kulakukan pada ibu Darpa. Dilambaikannya tangan kanannya seperti memberiku isyarat agar mendekat padanya. Aku mengerti itu. Segera ku hampiri ibu Darpa dengan langkah pelan agar tidak mengganggu Davina.
Digenggamnya kedua tanganku. Tatapannya tertuju langsung ke manik mataku. Satu hal yang kurasakan, matanya itu benar-benar seperti Darpa. Ketika aku menatapnya aku seolah melihat Darpa dihadapanku. Tapi ada hal lain yang ku sadari, matanya menyimpan luka yang begitu dalam. Luka yang tidak mampu di ucapkan tetapi sangat sakit dirasakan. Aku tahu itu pasti karena kondisi Davina.
Aku tidak tahu sehancur dan serapuh apa perasaan ibu Darpa saat ini tapi sebagai wanita saja aku bisa merasakan kehancurannya dari sorot mata yang selalu memberikan kejujuran.
Air matanya jatuh seketika, "Davina pengen banget punya saudara perempuan. Katanya dia mau ngajak saudara perempuannya itu jalan bareng, make up bareng, piknik bareng pokoknya banyak hal yang dia ingin lakukan. Sayangnya dia cuma punya saudara laki-laki. Seandainya dia sehat dia pasti senang punya saudara perempuan kayak kamu." Ucap Ibu Darpa dengan linangan air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Untuk Kiara [COMPLETED]✔️
Jugendliteratur"Yang pertama belum tentu yang menetap tetapi yang bertahan sudah pasti dia yang terbaik." Perjalanannya ke Santorini mengantarkan Kiara bertemu dengan Radha. Seorang laki-laki yang juga berlibur karena ingin move on dari mantan pacarnya. Ketika cin...