Soobin berjalan perlahan menuju halte. Sekarang sudah pukul empat, Soobin berniat untuk pulang ke rumah sembari memikirkan Yeonjun yang tiba-tiba saja pingsan di atap sekolah.
Tidak. Yeonjun tidak ditinggal sendirian di atap, tetapi dibantu Soobin ke ruang UKS—yang amat beruntungnya—masih ada petugas kesehatan.
"Kalo dia mati, bukan salah gue kan?" tanya Soobin pada dirinya sendiri, lalu menendang kerikil di pinggir jalan.
Ia sampai di halte, sembari menunggu bus yang datang, ia memikirkan beberapa kemungkinan.
Pertama, Yeonjun kecapekan.
Kedua, Yeonjun kelaperan.
Ketiga, Yeonjun punya penyakit.
Kalau capek, jujur saja, Soobin tidak mengira Yeonjun selemah itu. Kalau laper, kenapa Yeonjun gak makan dulu sebelum adu jotos sama dia? dan kalo dia punya penyakit, kenapa Soobin gak tau?
"Ya kan gue gak penting ya nyet," jawab Soobin pada dirinya sendiri.
Soobin menatap langit yang menghitam. Mendung rupanya. Halte sekolah yang ia tempati memang sepi, hanya Soobin yang berada disana. Walaupun di sekolah masih ramai karena ada beberapa siswa yang mengikuti ekstrakulikuler basket. Plus Yeonjun untuk hari ini.
Ia memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang sembari memikirkan banyak hal, bersama Yeonjun.
Selama tiga tahun—musuhan, pertama kali mereka berantem itu di lapangan sekolah, benar-benar bertengkar sampai keduanya masuk UKS dan harus dilerai empat orang dewasa. Dikarenakan Kwon Yoora—gadis most wanted di sekolah.
Kedua kali mereka bertengkar itu dua bulan setelah pertengkaran pertama, di atap sekolah sampai salah satu dari mereka hampir mendorong lawannya. Dikarenakan alasan kedua. Karena saling mengecap kakak masing-masing si protagonis, dan mengecap kakak si lawan adalah penjahatnya.
Dan ketiga kali mereka bertengkar, pada saat di gerbang sekolah, benar-benar di gerbang, dan yang menyebabkan adanya luka jahit di lengan kiri Soobin. Dikarenakan kedua kakaknya, lagi.
Keempat, saat di atap tadi—walaupun tidak jadi—tetapi termasuk jadwal keempat mereka bertengkar yang menggunakan janjian.
Sisanya adalah pertengkaran kecil seperti adanya luka plester, lebam wajah, adu bacot, dan lainnya yang bisa bikin penuh buku diary kalo dicatat satu-satu.
"...dek,"
Soobin menoleh, mendengar suara husky itu, membuat ia terkejut, "kak Taehyung?"
Taehyung yang berada di mobil dengan membuka kaca mengangguk, "mau pulang? sekalian kakak anter?"
"A-anu kak, Yeonjun ada di dalam di UKS, dia sakit, takutnya kenapa-kenapa, mending kakak samper dia aja deh, hehe, makasih kak, saya pulang dulu!" tukas Soobin lalu cepat-cepat menaiki bus yang sangat peka dengan kondisinya saat ini.
"Huft," Soobin mencari tempat duduk, tanpa sengaja ia melihat dua orang yang sedang—ekhm—berpacaran, dengan si cowok yang menyodorkan sekuntum bunga mawar terhadap si cewek.
Soobin abai, lalu duduk di tempat terdekat, di belakang supir.
Teringat akan Yeonjun yang pernah diberi bunga oleh seorang perempuan saat Yeonjun kelas sepuluh—tahun lalu. Soobin terkejut bukan main saat Yeonjun baru saja memegang bunga tersebut selama dua detik, tetapi langsung diinjak bunga tersebut di depan pemberinya.
Pasalnya, sebrengsek apapun Yeonjun di mata Soobin, dia tetap Yeonjun yang lembut pada wanita.
Ah, bentar.
Yeonjun bukan tidak suka pada wanita tersebut, tetapi ...
"Bunga? serbuk sari?"
***
Laper mulu, ngapa ya ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Enemy [✓]
FanfictionMereka itu ibarat minyak tanah dan gas elpiji, tujuannya sama-sama buat api. Tapi, bentar. Api lama kelamaan akan padam juga bukan? dom! yeonjun sub! soobin harsh words. boys love. semi baku. dldr. [highest rank #1 in yeonbin & #1 in soobin]