20. Satu kesempatan

99K 8.2K 196
                                    

“Ayah!”

Deg!

Rasanya jantung Regi berhenti berdetak, darahnya seperti berhenti mengalir. Dadanya sesak, saat mendengar suara Altar yang memanggil Zivan dengan sebutan Ayah. Kenapa Altar memanggil Zivan dengan sebutan Ayah?

Regi berjalan mundur menjauh dari pintu itu, sambil menggelengkan kepalanya tak percaya. Air matanya menetes kembali, kenapa bisa Altar memanggil Zivan, Ayah? Apakah Ayanna yang mengatakannya? Tetapi, kenapa?

Saat itu juga, tubuh Regi merosot hingga terduduk di lantai. Tangisnya kembali terdengar, hatinya begitu perih sekarang. Apa ini balasan untuknya yang pernah mengabaikan Altar saat masih dalam kandungan Ayanna? Apakah tidak ada kesempatan baginya untuk memperbaiki semuanya.

“Kenapa sesakit ini? Kenapa harus sesakit ini mendengar anakku memanggil Ayah pada orang lain?” batin Regi, masih dengan kepalanya yang menunduk sambil menangis.

Zivan yang baru menyadari kehadiran Regi, berdiri kebingungan. Lagi, ia meihat sahabatnya itu menangis lagi, kini ia bisa melihat Regi semakin rapuh. Bahkan, sejak ia mengetahui jika Altar adalah anak Regi. Zivan sudah bisa melihat kerapuhan sahabatnya itu yang selama ini ditutup-tutupi.

“Ayah?”

Regi sangat berharap panggilan Altar itu untuknya, ia ingin dipanggil Ayah oleh anaknya sendiri. Tetapi, kenapa kesempatan itu seperti tidak ada untuknya.

“Ayah ....” Regi mendongakkan kepalanya, saat panggilan itu terasa begitu dekat dengannya. Ia ingin memastikan apakah panggilan itu untuknya, atau pada siapa? Dan, apakah ia sedang bermimpi atau tidak?

“Ayah.”

Ia terdiam mematung, tapi hatinya menghangat saat mendengar Altar memanggil Ayah di hadapannya. Sekarang, Altar berdiri di hadapannya bersama Ayanna yang memegang infusan Altar. Tak lupa Adzwa yang menemani Ayanna sedari tadi, dan Zivan berada di belakang Ayanna.

“A—apa?” tanyanya memastikan jika ia tidak salah dengar sekarang, Altar memanggil Ayah kepadanya.

“Om Legi, Altal kangen banget sama, Ayah. Altal mau ketemu sama Ayah, tapi ayahnya Altal nggak datang-datang. Altal mau punya Ayah sepelti teman-teman, Om. Sekalang, Om Legi mau jadi ayahnya, Altal?” tanya Altar, yang begitu menohok hatinya. Betapa jahatnya ia selama ini, putranya sendiri meminta ia untuk menjadi ayahnya. Padahal, tanpa diminta pun, ia memang Ayah kandungnya.

“Om, nggak mau, ya, jadi Ayah, Altal?”
Air mata Regi semakin berderai, dadanya semakin sesak mendengar itu. gara-gara perbuatannya dulu, ia menghancurkan hati banyak orang, bahkan hatinya sendiri.

Altar terlihat ikut meneteskan air matanya, membuat Regi merutuki dirinya sendiri di dalam hati. Ia sudah membuat anaknya menangis lagi.
“Kalau Om nggak mau jadi Ayah Altal, telus sia–” Anak itu, tak melanjutkan ucapannya, ketika Regi tiba-tiba memeluknya dengan erat.

“Ini Ayah, Altar. Tanpa kamu meminta Ayah untuk menjadi Ayah Altar, Ayah memang Ayah kamu. Ayah kandung kamu,” jujur Regi, membuat Altar terkejut mendengarnya.

“Kalau Om Legi itu adalah Ayah Altal, kenapa saat kita ketemu waktu itu Om nggak bilang?” tanya Altar yang bingung.

“Maafin Ayah, Altar. Maaf, Ayah baru datang sekarang, Maaf Ayah baru menemui kamu sekarang. Ayah minta maaf. Ayah tau kamu kecewa, kamu marah, tapi Ayah mohon ... maafkan Ayah,” sesal Regi, dan elusan tangan mungil Altar di punggungnya membuat tangisnya semakin menjadi. Setelah sekian lama, baru kali ini Regi bisa merasa nyaman berada di dekat seseorang. Baru kali ini ia merasakan ada kasih sayang yang tersalur untuknya, dan ia merasakannya saat bersama Altar. Anak kandungnya.

Altar >< Altarik ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang