23. Satu doa yang terkabul

90.3K 7.5K 583
                                    

Ketika ada orang yang bertanya, ‘apa yang membuat kamu bahagia?’ Jawabanku masih sama, ‘bisa hidup bersama dengan Ayah dan Bunda’.

Altar Raga Syaputra

***

Setelah sarapan, Regi menunggu Altar yang kembali masuk ke kamarnya untuk mengambil tas sekolahnya, hari ini Altar kembali masuk sekolah. Putranya itu, sudah merindukan sekolah dan teman-temannya. Regi juga pulang setelah salat subuh tadi di rumah yang biasa ditempati Assyifa, hingga ia bisa ikut sarapan bersama di rumah.

Regi menghela napasnya berat, lalu menyenderkan kepalanya pada sofa ketika merasakan pusing. Tak lama kemudian, ia melihat Ayanna yang baru turun dari tangga dengan pakaian yang sudah rapi, Regi pun bangkit dari duduknya. Lalu, berjalan menghampiri Ayanna.

“Kamu mau ke mana? Altar, kan, aku yang antar,” tanya Regi.

“Aku mau kerja,” jawabnya.

“Kerja di mana?”

“Di Resto lah.”

A Five Resto maksud kamu? Kerja sebagai pelayan?” tebak Regi.

“Iya, kenapa? Orang aku emang pelayan di sana. Bersyukur aku bisa dapat kerja, meskipun cuma jadi pelayan. Zaman sekarang cari kerja susah. Apalagi, aku cuma punya ijazah SMP aja. SMA cuma sampai kelas 11.” Ada nada sindiran saat Regi mendengar jawaban dari Ayanna. Membuatnya kembali merasa bersalah, ia mengerti dan sadar jika dirinyalah penyebab Ayanna hanya memiliki ijazah SMP saja.

“Kamu ngapain masih kerja di sana?”

“Ngapain lagi kalau bukan buat dapat uang, aku butuh uang buat hidup aku dan juga, Raga.”

Regi menghela napas panjangnya, saat ini ia dapat melihat bagaimana perbedaan Ayanna dulu dan sekarang. “Kamu tinggal minta sama aku, jadi kamu nggak perlu kerja lagi,” ucapnya.

“Aku bukan perempuan matre, buat apa aku minta uang sama kamu? Kamu bukan siapa-siapa aku, dan aku bukan orang yang suka manfaatin orang lain.” 

“Jangan anggap aku orang lain lagi, Ayanna. Aku adalah ayahnya, Altar. Aku juga calon suami kamu, dua minggu lagi kita nikah,” tutur Regi, membuat kedua mata Ayanna membulat saat mendengar kalimat terakhir Regi.

“Apa? Dua minggu lagi nikah? Aku aja bahkan nggak pernah bilang mau nikah sama kamu. Jangan gila kamu, Alta. Melamar aku aja kamu enggak, ini main nikah aja dua minggu lagi. Kamu jangan gila, pernikahan nggak sebercanda itu!” balas Ayanna, masih tak percaya. Kenapa lelaki itu selalu memudahkan apa pun?

“Aku tidak gila dan aku tidak bercanda, Ayanna. Aku serius, dua minggu lagi kita nikah. Aku yang mempersiapkan semuanya, jadi kamu jangan khawatir. Dan, mulai hari ini aku larang kamu untuk kerja di Resto sebagai pelayan. Kalau sebagai bos, aku izinkan. Kamu bisa bantu Adzwa ngurus Resto.” Ayanna memutar bola matanya malas mendengar itu, lelaki itu kadang suka seenaknya.

“Tapi a–”

“Ayah, Bunda ... Altal udah siap buat sekolah!”  teriak Altar, yang memotong ucapan Ayanna, anak itu masih menuruni satu-persatu anak tangga dengan tas sekolahnya yang sudah dipakai di belakang punggungnya. “Ayo kita belangkat, Ayah,” ajaknya, ketika berada di tengah-tengah mereka.

“Ayo, pamit dulu sama, Bunda,” ucap Regi yang diangguki Altar.

“Altal belangkat sekolah dulu, ya, Bunda,” pamitnya sambil mencium punggung tangan Ayanna.

Ayanna menyejajarkan tubuhnya dengan Altar, lalu mencium kedua pipi, hidung, kening, dan juga bibir Altar secara bergantian. Kemudian, berkata, “Semangat sekolahnya, belajar yang baik dan jangan nakal.”

Altar >< Altarik ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang