Bab 8

7.8K 563 3
                                    

Hari telah berganti pagi, rasanya begitu cepat. Suasana hiruk pikuk keramaian memasuki indera pendengaran Alexia. Dia terbangun ketika sinar matahari menerpa wajahnya. Senyumnya tercetak jelas. Baru kali ini ia bisa merasakan tidur nyenyak.

"Bagaimana tidur Anda, Queen?" tanya Sani lembut.

"Aku tidak pernah merasakan tidur senyenyak ini. Apa alasannya ya?" Alexia tampak berpikir.

"Mungkin karena Queen tidur dalam dekapan, Lord," jawab Sani pelan.

"Ya, kau benar," ujar Alexia terkekeh.

Alexia tersadar akan sesuatu.

"Sani. Tunggu. Coba ulangi sekali lagi perkataanmu yang tadi?" perintah Alexia.

"Mungkin, karena Anda tidur dalam dekapan-."

"Dekapan siapa?" Alexia memotong.

"Lord, Queen."

Alexia melongo. Ingatannya sedang mencari memori yang menyimpan kejadian semalam. Bagaimana dia bisa tidur dalan dekapan Lord? Dia pun mengingatnya. Memang beberapa hari ini,Aksa terlihat sangat perhatian dan selalu berada di sampingnya. Walaupun sedikit risih diikuti kemana pun, tapi dia tidak berbohong, jika dia sangat senang. Dan sejak itu pula, Aldrik tidak bisa mendekatinya lagi.

Tapi Tunggu, yang lebih mencurigakan adalah ...

"Sani, kamu tahu dari mana?"

"Tahu apa, Queen?"

"Kamu tahu dari mana kalau semalam aku tidur di pelukannya?"

Sani gelagapan ketika Alexia menanyakan itu padanya. Bukana dia mengintip, tapi karena dia yang bertugas untuk menjaga Queen selama 24 jam. Baik ada Pangeran maupun tidak.

"Ah, itu. Bukannkah saya berada di kamar ini 24 jam?" tanya Sani.

"Eh?! 24 jam katamu? Jadi, kamu gak tidur? Terus kamu di mana memangnya? Kamu ...."

Alexia tak sanggup mengatakannya. Apa itu artinya Sani melihat semua apa yang terjadi? Termasuk saat malam pertama?

"Eh, jangan salah paham, Queen. Aku berada di kamar sebelah. Aku tahu karena saat itu aku mengantarkan makanan untuk Queen, tapi ternyata Queen sudah tidur. Itu sebabnya saya tahu."

Seketika Alexia mengembuskan nafas lega. Untung saja. Apa jadinya jika Sani melihat semuanya?

"Apa yang Anda pikirkan, Queen? Apa Anda berpikir saya melihat saat malam pertama kalian?" goda Sani.

Alexia kembali melongo. Wajahnya memerah menahan malu sedangkan Sani tertawa kecil.

"Ah, aku mau mencari udara segar."

Alexia kembali mengitari istana sendirian. Dengan penglihatannya yang baru, dia menelusuri dan akhirnya berhenti pada sebuah taman yang ditumbuhi oleh bunga sakura.

'Ah, ini rupanya yang namanya bunga sakura. Indah'

Tangan Alexia berusaha menggapai bunga sakura tersebut. Berusaha menyentuhnya dan ingin mengingatnya. Tanpa sadar, ada tangan lain yang lebih dulu mengambil bunga sakura itu.

Alexia terkejut dan segera membungkukkan badannya memberi hormat. Tiba-tiba bunga sakura itu sudah berpindah tangan ke sisi telinga Alexia, membuatnya semakin cantik.

"Kau cantik sekali," puji Aldrik.

Alexia hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih, walau di hatinya mulai tidak nyaman. Kakinya segera ia langkahkan untuk menjauhi Aldrik. Instingnya mengatakan bahwa Aldrik adalah sosok yang berbahaya.

Baru berapa langkah, Aldrik menahan tangan Alexia.

"Kenapa kau mau menikah degannya? Tidakkah kamu tahu, bahwa dia hanya memanfaatkanmu saja?"

Alexia terbelalak. Meski ia tahu setelah mendengar percakapan Aksa dengan Aldrik kemarin, tak dipungkiri bahwa hatinya tetap sakit menciptakan sebuah goresan kecil namun dalam.

"Selain itu, bukankah kalian berbeda?"

Alexia kembali tersentak. Dia baru sadar sekarang. Ya, dia manusia berdarah vampir. Setidaknya itulah yang dikatakan oleh neneknya, sedangkan Aksa adalah demon murni berdarah iblis. Bagaimana bisa?

"Maaf, Tuan. Tidak sopan menganggu seorang isteri Lord. Apa tanggapan orang nantinya?"

Alexia mengalihkan pikiran dan rasa sakitnya dengan pernyataan tersebut dan berusaha melepaskan cengkraman dari Aldrik.

Aldrik hanya terkekeh. Membiarkan wanita itu pergi. Namun, entah apa yang dipikirkan Aldrik membuatnya kembali menahan tangan mungil Alexia.

Perlahan, Aldrik memajukan wajahnya ke samping wajah Alexia. Hanya tinggal berapa senti jarak mulutnya dengan telinga Alexia.

"Tidak hanya cantik, tapi kau juga harum," ucap Aldrik berbisik.

Alexia hanya mematung. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang menariknya menjauh dari Aldrik. Dilihatnya wajah Aksa yang memerah dan kepalan tangan yang ditahan dengan sekuat tenanga.

"Heh! Aku hanya bersenang-senang dengan Queenmu," ucap Aldrik tanpa rasa bersalah.

Aksa menatap tajam dan disambut dengan tatapan yang tak kalah tajamnya dari Aldrik.

Lucifer of MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang