Bab 13

6.2K 414 1
                                    

Di ruang kerja Aksa. Aldrik datang dengan senyum liciknya. Dia ingin memainkan rmosi Aksa, sehingga Aksa akan kehilangan kontrol. Aldrik berdiri di hadapan Aksa yang duduk di meja kerjanya. Aksa menatap Aldrik santai dengan alis yang terangkat.

"Bagaimana hadiahku, Lord Aksa Rionard?" tanya Aldrik dengan kekehannya.

Aksa mengepalkan tangannya erat. Hadiah yang dimaksud adalah pernyataan perang dari Amdari Aldrik.

Sungguh, dia ingin sekali melenyapkan vampir licik ini. Sayangnya, jika dia melakukan perbuatan tersebut, jabatannya akan dicabut. Sekuat mungkin dia berusaha tenang, sambil perlahan membaca gerakan musuhnya.

"Ya. Aku suka hadiahmu. Sangat suka. Sampai-sampai aku menyiapkan hadiah juga untukmu sebagai balas budi."

Aldrik tersentak. Bukan ini yang dia mau. Bukan ini yang dia harapkan. Bukankah, Aksa adalah sosok yang gampang emosi? Tapi, kenapa dia tampak tenang? Kini gilaran Aldrik yang emosi.

"Ada apa dengan ekspresimu itu? Santai saja. Hadiahnya tak kalah besar kok," goda Aksa.

Aldrik segera melakukan teleportasi. Tak peduli jika Aksa menertawakannya karena gagal menggodanya. Tampa sadar bahwa dia memilih tempat di mana pujaan hatinya berada.

Alexia diam memerhatikan Aldrik yang tiba-tiba ada di depannya. Tatapannya memancarakan kebencian. Ketika Aldrik berbalik, dia sedikit terkejut dan segera mengendalikan ekspresinya.

"Selamat pagi, Queen. Apa kabarmu hari ini? Bukankah pagi ini cerah?" tanya Aldrik basa-basi sambil meraih tangan Alexia dan menciumnya perlahan.

"Kau bisa melepaskan tanganku sekarang!"

Aldrik sontak mengempaskan tangan Alexia. Baru kali ini dia diperlakukan seperti ini oleh perempuan. Apalagi itu pujaan hatinya.

"Maafkan aku, Queen. Harummu sungguh membuatku terpikat dan aku ingin sekali menikmatinya."

Bukan menjauh, Aldrik kini mendekat sambil mengendus di sekitar leher Alexia. Berharap bahwa Alexia geli dan terangsang. Sayangnya, Alexia bergeming dan perlahan mulai meninggalkannya.

"Oh ya. Terima kasih, hadiahnya. Aku akan membalasnya," ucap Alexia dengan senyum yang anggun.

Aldrik mengepalkan tangannya dan merutuk. Melihat dari perubahan Alexia saat malam itu, tak urung membuatnya was-was. Karena Alexia memiliki kekuatan yang melebihi Aksa. Aksa saja kekuatannya sudah dahsyat, apalagi Alexia. Segera dia berteleport ke arah kawanannya.

"Bagaimana persiapan kita? Aku tidak ingin kalah," ucap Aldrik berapi-api.

"Tenang saja. Semuanya sudah diatur sedemikian rupa dan Lord Aksa akan hancur. Lalu, gadis itu akan mati."

Semua orang tertawa ketika mendengar pernyataan tersebut, kecuali Aldrik. Memang benar, dia menginginkan Aksa hancur. Namun, jika gadis itu mati, untuk apa dia ikut memberontak? Bukan ini tujuannya.

"Ada apa, Pangeran?"

Aldrik hanya diam sambil memikirkan strateginya sendiri. Orang-orang yang ikut berontak ini tentunya ingin mengambil alih serta kekuasaan. Dia bahkan tidak tertarik dengan itu semua.

"Yang jelas. Aksa harus hancur," ucap Aldrik pelan.

Di sisi lain, Alexia tampak gusar setelah mengetahui akan terjadi perang yang besar di mana Aldrik termasuk kandidat sebagai pemberontak dan penghianat. Bukan takut kepada Aldrik, melainkan dia tidak ingin akibat dirinya kerajaan yang sudah lama terbangun tanpa ada perselisihan harus hancur sekarang.

Alexia yakin bahwa Aksa akan menang. Namun, dia juga harus membantu Aksa karena kekuatan yang ada dalam diri Aksa masih belum terkendali.

Pikiran Alexia melayang dan diam-diam memikirkan cara untuk menghentikan perang ini dan menyelamatkan Aksa sehingga tak sadar bahwa Aksa memerhatikannya.

"Apa yang kau pikirkan, Queenku?" tanya Aksa sambil memeluk Queennya lembut namun erat.

"Aku hanya memikirkan kita," jawab Alexia pelan dan itu bohong.

"Ada apa dengan kita?"

Aksa mengangkat dagu Alexia dan mencari kebenaran lewat manik mata Alexia. Aksa sendiri ragu dan tidak bisa membaca apa yang sedang Alexia pikirkan.

Perlahan Aksa mendekatkan wajahnya, semakin dekat, dekat sehingga sengatan listrik menjalar dalam hati mereka. Alexia memejamkan matanya, menikmati hangatnya benda kenyal yang menempel pada bibirnya, begitupun Aksa. Hingga tak sadar, kecupan berubah menjadi ciuman yang dalam dan hangat.

Biarlah, malam ini menjadi milik mereka seorang. Sebelum takdir menunjukkan kekuatannya yang sebenarnya.

Lucifer of MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang