Hari yang ditunggu pun tiba. Semalam Aksa menceritakan semuanya pada Alexia, mengenai akan adanya kehancuran dunia lucifer. Alexia berusaha menenangkannya dan sempat menyakinkan Aksa bahwa dia akan menang. Setidaknya hal itu mampu mengurangi kekhawatiran Aksa.
"Prajurit. Segera bersiap. Kita akan berangkat sekarang!" perintah Lord Aksa
Aksa sendiri sebelum pergi berperang, dia berteleportasi menuju kamarnya dan bertemu Alexia. Aksa memeluknya. Hangat. Dengan begini dia sudah tenang. Melihat pancaran sinar dari Alexia, membuatnya tersenyum percaya diri.
"Pergilah. Aku akan menunggumu di sini," ucap Alexia mencium kening Aksa lama.
Entah kenapa, kini Aksa merasa khawatir akan Quennya namun ditepisnya. Dia yakin bahwa dia akan kembali melihat Quennya. Aksa harus segera pergi.
"Sani! Jaga Queenku. Jangan sampai dia terluka apalagi meninggalkannya walau hanya sedetik. Mengerti?"
"Baik, Lord. Perintah Anda akan saya laksanakan," ucap Sani membungkuk hormat.
Kini Aksa bersama ribuan prajurit terpilih sudah berada di perbatasan sesuai yang tertulis dalam surat kemarin. Ternyata musuh dengan ribuan prajurit yang tak kalah banyaknya sudah menunggu mereka. Aksa memerhatikan satu per satu. Ingin mengetahui siapa saja yang termasuk dalam pembetontak. Dia sedikit terkejut ketika beberapa orang yang mendukungnya kini berbelok menjadi penghianat.
Aksa menutup matanya. Siapa pun yang sudah termasuk dalam klub penghianat, tidak akan dia ampuni sekalipun itu adalah orang terpercaya.
"Maju, semuanya!"
"Serang!"
Bagaikan semut yang berlarian, mereka bertengkar satu sama lain. Saling mempertahankan apa yang menjadi milik mereka. Aksa sendiri berlawanan dengan Aldrik.
"Kita lihat, sampai mana kekuatanmu!" tantang Aldrik sambil memainkan pedangnya dengan lincah.
Aksa sendiri terlihat kewalahan. Tak menyangka bahwa kekuatan Aldrik meningkat pesat seperti ini. Bukan Aksa namanya, jika dia tak mampu melawan Aldrik.
Suara dentingan pedang menghiasi langit ini. Suara rintihan dan aroma segar menyeruak. Prajurit perlahan satu per satu mulai berguguran. Baik dari kelompok Aksa maupun kelompok pemberontak.
Stamina Aldrik tak berkurang. Malah sebaliknya. Aksa mulai terkepung.
"Hanya segitu kemampuanmu?" remeh Aldrik.
Sial.
Diam-diam Aksa mengumpulkan kekuatannya. Meski dia belum bisa mengendalikan dan tidak tahu dampaknya, yang jelas dia harus membunuh para pemberontak ini.
"Terima ini!" Aksa berseru lantang dan pedangnya yang sedikit berkilat dihunuskannya ke arah Aldrik. Baginya, Aldrik adalah orang yang harus ia bunuh pertama kalinya.
Baik Aldrik maupun Aksa mengerahkan seluruh tenaganya. Sayangnya, tak ada yang membantu Aksa sehingga dia sedikit kewalahan ketika Aldrik bersama kawanannya menyerang secara mendadak.
"Kepung dia. Jangan sampai dia lolos!" teriak Aldrik.
Kini, Aldrik beserta komplotannya mengelilingi Aksa. Aksa menahan geram. Kini dia harus benar-benar mengeluarkan tenaganya meski nyawa bayarannya.
Di sisi lain, Alexia menggunakan kekuatannya untuk melihat peperangan. Alexia menahan geram. Ingin sekali dia membunuh Aldrik beserta komplotannya.
Alexia menegang ketika dilihatnya Aksa sudah dikepung di seluruh penjuru. Dia harus menolong Aksa.
"Sani," panggil Alexia lembut.
"Ya, Queen."
"Terima kasih untuk segalanya. Maafkan aku yang sudah merepotkanmu, ya," ucap Alexia sambil tersenyum.
"Sampai jumpa, Sani."
Perlahan cahaya menguar dari tubuh Alexia membuat Sani berteriak tidak tahu apa yang harus dilakukan.
"Serang!"
Bersamaan dengan cahaya yang tiba-tiba mengelilingi perbatasan, masing-masing pedang dihunuskannya ke arah Aksa.
Semua terkejut ketika melihat sosok yang menerima pedang tersebut. Seluruh pedang itu menancap ganas di tubuh Alexia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucifer of Mate
FantasyKehidupan gadis cantik namun buta, berubah 180° sejak kekacauan yang terjadi di desanya dan dia bawa ke kerajaan Lucifer, kerajaan terbesar dan terkuat di kota Amsterdam. Dia dibawa dan di masukkan ke sel tahanan kerajaan yang sangat menjijikkan k...