"Tutupi rapat-rapat. Jangan sampai celah terlihat. Hadapi dengan cara paling tepat. Bukan menyerah karna satu sekat."
-BANTARA-
Nara berjalan pelan menuju ruang tengah. Matanya menunduk menghindari sang mama yang seolah bertanya-tanya.
Suasana mendadak terasa dingin. Antara mama Risa, Nara, dan juga Bara sama-sama terbungkam sedari tadi. Melihat perubahan wajah mama Risa, Bara menjadi bingung sendiri.
"Eum, Tante. Maaf kalau saya ada salah omong," ujar Bara lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali.
Mama Risa tersenyum manis. Ia beranjak dari duduknya dan mengangkat nampannya serta. "Tidak kok, Bara. Tante ke dapur dulu, ya. Kalian lanjutkan belajarnya. Tante mau nyuci baju dulu," katanya dengan kesan terburu-buru di mata Bara.
Mama Risa pun pergi, meninggalkan mereka berdua. Bara mengalihkan pandangan pada Nara yang terdiam kaku menatap lantai dingin. Bara mengernyit heran karna gadis itu seperti kosong.
"Nar," panggil Bara sambil menepuk bahu gadis itu pelan.
Nara mengerjap-erjap lalu menatap Bara yang kebingungan. Bara sadar akan sesuatu, Nara mendadak menjadi diam, ketakutan, dan berkaca-ka--
"Loh kenapa?" Bara panik saat Nara mendadak menutup mukanya dengan kedua tangan.
Isak tangis perlahan terdengar. Walau kecil, Bara yakin Nara menahan suaranya aar tidak ketahuan. Bara adalah tipikal orang yang tidak bisa melihat orang menangis. Dia langsung menarik Nara kepelukannya, karna tangis Nara seperti sebuah cubitan kuat di hatinya.
"Ssst ... kenapa heum?" bisik Bara tepat di telinga.
Nara menggeleng pelan, tapi tangisannya semakin kuat. "J-jangan tanya, gue j-jadi makin nangis," cicit Nara yang malah membuat Bara tersenyum kecil.
Nara-nya masih sama ternyata. Bara mengangguk lalu mengeratkan pelukan sepihaknya. Ia menumpuk dagunya di bahu Nara dan tangannya menepuk-nepuk punggung gadis itu agar tenang. Bara memejamkan matanya, mencoba menulikan pendengarannya oleh tangisan Nara.
Di sisi lain, Nara merasa nyaman berada di dekat Bara. Ia bisa leluasa menghirup aroma tubuh lelaki itu dan merasa lebih tenang. Nara takut, tatapan yang tadi itu sama seperti dulu.
Benar-benar menghujam keras dan terlalu menyakitkan jika terulang. Bara sudah bilang, kan? Alurnya berjalan dan mirip seperti yang dulu. Dan ia sangat takut sekarang, entah bagaimana Nara bisa bertatapan setelahnya.
Beberapa waktu mereka bertahan dalam posisi itu, sampai tidak terdengar lagi sesegukan.
"Bar ...."
"Iya?"
"Gak usah modus lo, setan." Nara melepaskan pelukan itu paksa yang membuat Bara merasa kesal.
Nara kembali menjadi si tukang ngegas.
"Modus-modus apa lagi ya Tuhan. Gue buat baik padahal." Bara menggeleng heran saat gadis itu masih menatapnya tajam.
Nara bergeser menjauh dan membuka bukunya. Karna habis menangis, hidungnya berair. Jadi ia sibuk menarik ingusnya. "Nih hidung gak bisa diajak kerjasama banget," gerutunya sambil lanjut membaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANTARA (NEW VERSION)
Teen Fiction[TAMAT] Ini bukan kisah penuh romansa dengan bumbu yang menggetarkan dada, juga bukan fantasi hebat yang menyemburkan pengalaman paling indah. Tapi ini hanya tuangan kisah dalam ruangan rahasia seorang Nara. Nara itu seorang penulis. Namun, ia berhe...