2. Coba Bicara

354 117 48
                                    

"Rentetan kata dasar yang diatur menjadi kalimat penuh rasa, untuk dia yang pernah mengacaukan rasa sang pencurah kata."

-BANTARA-


"Eh anaknya bapak Alan udah datang. Abis ngamen dari mana nih?" Suara tengil Bima menyambut pendengaran Bara. Gudang sekolah yang disulap menjadi tempat berkumpul itu diisi oleh empat orang termasuk Bara sendiri.

Tiga orang di antaranya yaitu Bima Nugroho, Altair Zarenga, dan Delon Alzier.

Di sudut kanan paling ujung, ada Altair yang tertidur pulas di kasur UKS yang mereka ambil satu secara diam-diam. Selanjutnya ada Delon yang sibuk bermain game di sofa dekat sebelah kiri ruangan bersama Bima yang berbaring di karpet hitam--hasil barter karpet dan kursi gudang dengan bapak penjaga sekolah.

Bara melangkah masuk. "Geseran, Bim." Bara menyenggol kaki Bima membuat lelaki itu mau tak mau bergeser sedikit.
Badannya bersandar pada sofa dan memejamkan matanya. Menyadari ada satu suara yang tidak asing, akhirnya ia bangun dan melirik ke arah suara.

Altair yang semula bingung suara siapa yang mirip Bara langsung mengangguk. Itu bukan mirip Bara, tapi emang Bara. Temannya yang baru dua hari kembali dari pertukaran pelajar.

Altair bangkit dan berjalan ke arah mereka--Bara,Delon, dan Bima. Tanpa tau permisi, Altair duduk di samping Delon dan mencomot kacang polong milik Bima yang diletakkan di meja dekat sofa.

"Gimana sama Nara?" tanya Altair dengan tampang seriusnya. Dia tahu Bara tadi dihukum di lapangan bersama Nara. Altair tahu, karna tidak sengaja lewat sewaktu mengendap-endap untuk bolos.

Delon yang mendengar sayup ucapan Altair mulai menajamkan pendengaran sambil bermain game.

Bara yang semula memejamkan mata langsung duduk tegak. Mendengar nama gadis itu, ingatannya berputar ke beberapa belas menit lalu. Di mana Nara dan dirinya dihukum berdua di lapangan.

Yang tentunya merupakan kesempatan emas bagi Bara sendiri.

Bara baru ingin membuka mulut tetapi satu suara langsung menyahut.

"Puji Tuhan selama ini Nara menjadi sema--

Bima meringis saat kaki emasnya ditendang secara tidak berakhlak oleh Altair. "Gue tanya sama Bara, bukan sama monyet."

"Kalau gue monyet, lo beruk!"

"Diam lo, monyet. Baru bangun udah emosi gue," tutur Altair dan menendang kaki Bima sekali lagi.

"Si setan. Kaki gue kalau diamputasi gimana?"

"Ya bersyukurlah gue, monyet," jawab Altair cepat lalu kembali ke topik awal tanpa memperdulikan Bima yang sibuk meringis kesakitan. "Gimana, Bar?"

"Masih sama kayak dulu, cuma ada perubahan," lirih Bara di akhir. Delon yang diam-diam menyimak langsung berujar, "gimana gak berubah? Lo-nya aja kurang ajar gitu."

"Eh pak kutub. Bara bukan kurang ajar," Altair menatap ketiganya yang tampak menyimak dengan baik.

"cuman kurang akhlak anjir." Bima tergelak mendengar ucapan Altair sampai-sampai ia tertawa memegang perutnya. Altair pun jadi ikut menertawakan dirinya sendiri. Padahal dia juga tidak tahu apa yang lucu, hanya saja tawa Bima yang seperti bapak-bapak itu menular.

Sedangkan Delon, si kutub yang paling waras dari mereka hanya tersenyum kecil. Padahal dalam hati sebenarnya sudah memaki betapa rendahnya humor mereka.

Di sela tawa Bima dan Altair yang sampai berguling-guling di lantai, Bara merenungkan ucapan Delon. Itu semua benar. Lantas Bara mengacak rambutnya. Keputusannya pergi pertukaran pelajar secara mendadak dulu sepertinya telah membuat satu kesalahan yang bercabang.

BANTARA (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang