Bara menggandeng Nara tanpa canggung menuju parkiran. Berita dirinya dengan Nara yang sudah berpacaran menyebar begitu cepat ke seluruh siswa. Tak jarang ada yang menatap mereka iri dari tadi.
Penyebab utamanya kali ini adalah Arelia yang membuaf instastory yang memperlihatkan mereka berkumpul dan memuat Altair yang mengejek Bara dan Nara katna sudah berpacaran. Bara sendiri tidak masalah jika orang tahu, karna dengan begitu ia menjadi lebih leluasa bersama Nara. Tidak repot-repot jadinya.
Hanya saja berbanding terbalik dengan Nara. Gadis itu sangat khawatir karna sekarang semua orang tahu dia sudah berpacaran sama kapten basket yang penggemarnya cukup banyak ini. Bukan takut di-bully, dia hanya tidak terlalu suka menjadi sorotan orang-orang. "Gue malu astaga," bisik Nara sambil menundukkan kepalanya.
Bara mendengar itu tersenyum simpul dan mengangkat dagu Nara. "Abaikan aja. Mereka cuman kaget, besok-besok pasti udah biasa aja," kata Bara denga suara yang lembut.
Nara mengangguk lemas lalu mereka sampai di parkiran. Hari ini dia akan diantar pulang sama Bara, tentunya dengan permintaan lelaki itu. "Naik."
Gadis itu mengangguk setelah memasangkan helm.Setelah memastikan Nara duduk dengan aman, Bara melajukan motor dengan kecepatan sedang meninggalkan parkiran sekolah. Nara sebenarnya tidak tahu Bara akan membawanya kemana, dia hanya menatap jalanan karna mereka tidak terlibat pembicaraan.
Sampai akhirnya motor Bara terhenti di depan rumah minimalis warna krim. "Mama pengen ketemu."
"Hah? Apa?" Bara tersenyum lagi dan membukakan helm yang melindungi Nara. Setelahnya dia menggandeng Nara masuk ke dalam rumah.
Pertama kali masuk, hal yang bisa Nara tangkap adalah rasa hangat. Rumah Bara benar-benar nyaman dengan peraotan yang ditata cantik di setiap sudutnya.
"Ma, Bara pulang."Seorang wanita berumur datang dari arah yang tampak seperti dapur. Mukanya maish terlihat sangat cantik dan berseri. Sejenak Nara takjub melihat mata itu. Ternyata Bara mendapat warisan mata yang begitu cantik dari mamanya.
"Nara?"
"Eh, iya tante. Saya Nara," ucap Nara sambil menyalim mama Bara.
Mama Bara tersenyum hangat lalu menarik Nara menuju ruang tamu sedangkan Bara pergi ganti baju.
"Udah lama tante pengen ketemu kamu, gara-gara Bara kebanyakan cerita." Nara tersenyum canggung mendengarnya.
"Ehehe, maaf tante, saya baru sempat datang sekarang."
"Iya gak apa kok. Kamu yang pertama dibawa Bara ke rumah," ujarnya membuat Nara seakan melayang. Menjadi yang pertama, rasanya benar-benar sedang berperan dalam sebuah novel.
***
Nara masuk ke dalam rumah sambil senyam-senyum. Selama di rumah Bara ia diceritakan bagaimana Bara saat kecil sapai sekarang oleh mamanya Bara. Tak ayal juga Bara merengek kesal saat mamanya mengekspos kelakuan melakukannya yang menurut Nara bisa menjadi senjata.
Senjata menggoda Bara dengan kelakuan memalukannya.
"Udah pulang?" Nara mengangguk saat saat mama Risa datang.
Matanya teralihkan pada kardus yang dipegang oleh mama saat keluar dari kamar. "Itu apa, Ma?"
Mama Risa melihat kardus itu dan mengajak Nara duduk di meja makan. Nara menatap buku-buku yang dikeluarkan dari dalam kardus. Nara mengambil salah satunya dan membuka. "Ma, ini?"
Mama Risa mengangguk. "Novel pertama mama."
Nara membalik novel itu dengan rasa kaget. Tidak menyangka kalau benar mamanya pernah menerbitkan sebuah novel miliknya. Beberapa penggalan kalimat yang dibuat oleh mama membuatnya semakin takjub. Gaya kepenulisannya juga sedikit mirip dengan Nara.
"Ini alasan mama melarang kamu."
"Maksud mama?"
Nara dapat mendengar helaan napas panjang dari mama. Mama membuka novel yang sudah dia simpan berpuluh tahun di dalam kardus itu. "Seperti yang kamu tahu, mama suka menulis."
"Terus, kenapa mama larang aku?"
Mama Risa tersenyum lalu mengambil tempat untuk duduk di samping Nara. "Karna trauma mama yang ditipu dulu."
Nara tidak menanggapi. Dia memilih menunggu mama melanjutkan ceritanya. Karna ini yang dia tunggu-tunggu. Mengetahui alasan di balik penolakan keras mamanya dulu. "Dulu mama sama sepperti kamu. Cerita mama dipinang sama salah satuu penerbit. Rasanya seneng banget, sampai tanpa pikir panjang mama iyakan tanpa mencari tahu dulu. Awalnya semua berjalan normal."
"Sampai akhirnya setelah pembaca mulai memesan novel, novelnya sama sekaligak datang. Mama coba hubungi penerbit, dan ternyata itu mama gak bisa menghubungi mereka. Kondisinya waktu itu mama masih kuliah. Dan mama cari uang buat bayar kuliah aja susah."
"Akhirnya mama memutuskan self publishing. Mengatur semua dari nol sampai bisa cetak dan dikirim ke pemesan novel. Mama stres berat waktu itu, ditambah lagi siapin skripsi. Dan pada akhirnya mama memuutskan berhenti nulis karna kejadian itu," terangnya yang membuat pertanyaan Nara semuanya terjawab.
"Jadi mama cuman gak mau aku ditipu juga?"
"Kurang lebih. Tapi mama salah, karna enggak semua penerbit seperti itu. Cuman memang udah jalannya mama mengalami itu. Makanya mama sekarang bebasin kamu, karna kamu punya hak untuk melakukan impian kamu, kan?," jawab mama Risa.
Nara tersenyum dan menggenggam tangan kiri mamanya. "Mama tenang aja. Novelku kali ini, yang pertama punya nanti mama deh."
"Emang udah dicetak?"
"Belum. Masih proses revisi."
"Susah?"
"Banget! Tapi seru."
Risa tertawa mendengarnya. Bertahun-tahun lamanya ia tenggelam dalam rasa takut. Mengecap buruk banyak pihak karna rasa kecewa yang sebenarnya sudah garisannya. Memang Risa mengalami hal yang kurang menyenangkan, tetapi bukan berarti yang lain akan berlaku demikian.
"Nikmati prosesnya ya, Nar. Kamu akan segera abadi bersama tulisan kamu."
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANTARA (NEW VERSION)
Teen Fiction[TAMAT] Ini bukan kisah penuh romansa dengan bumbu yang menggetarkan dada, juga bukan fantasi hebat yang menyemburkan pengalaman paling indah. Tapi ini hanya tuangan kisah dalam ruangan rahasia seorang Nara. Nara itu seorang penulis. Namun, ia berhe...