21. Menepati janji

15.5K 1.2K 64
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Andai aku bisa memilih takdirku, aku pasti takkan memilihmu yang telah melukaiku.
Khaila
•••

🕊 Cinta sebuah kata indah yang mengandung sejuta makna. Seuntai kata yang senantiasa terbetik dari lubuk hati setiap insan yang merasakannya. Cinta memang tidak bisa dipandang secara kasat mata, namun bisa dirasa. Orang yang dibuainya akan melakukan segalanya demi sesuatu yang dicantainya. Namun sungguh sayang, cinta yang suci itu banyak yang berujung derita, kecewa dan derai air mata.

Bukan salah cinta, namun mereka yang salah menafsirkan serta menempatkan cinta pada tempat yang tidak semestinya. Membagun cinta di atas pondasi yang rapuh. Mencintai bukan karena Allah namun hanya karena nafsu. Waliyadzubillah.

Khaila kembali berjalan ke kamarnya setelah selesai berbicara dengan Aisyah. Ia menjatuhkan tubuhnya di ujung kasur dan membelakangi Ardan.

Air matanya sudah mengering karena ia hapus sepanjang jalan. Meskipun percakapan di antara keduanya masih saja terngiang.

"Ketemu Rafka nya?" tanya Ardan kini sudah berada di dekat Khaila. Dagunya ia tempelkan di bahu Khaila dan tangannya melingkar di pinggangnya.

Khaila mengangguk pelan. Tak bersuara dan tak juga melihat ke arah Ardan. Ia terus membuang pandangan ke lain arah.

"Ada apa? Kamu kok jadi berubah gini." tanya Ardan merasa aneh.

Khaila menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Jarinya terus memilin ujung hijabnya dan pandangannya menunduk ke bawah.

"Aku bertemu kak Aisyah." ucap Khaila pelan.

Ardan langsung mengangkat dagunya dari punggung Khaila. Melepaskan lingkaran tangannya, lalu diam.

Ketika Khaila menengok sekilas, Ardan terlihat begitu gelisah seperti ada suatu hal yang ia sembunyikan. Khaila kembali menundukkan wajahnya, berusaha mengikhlaskan jika ternyata dugaannya selama ini benar. Bahwa Ardan masih menyimpan rasa untuk Aisyah, pun sebaliknya.

Terlihat jelas saat Ardan masih menyimpan kontaknya, bahkan tak menjelaskan apapun pada Khaila saat dirinya memergoki Aisyah tengah menelponnya.

Ardan terus diam seribu bahasa. Padahal, selama ini Khaila selalu berusaha menjaga perasaan Ardan dengan menjauhi setiap lelaki yang mendekati dirinya.

Salah satunya Rama.

Khaila selalu berusaha berbicara ketus pada lelaki itu, bahkan mengembalikan semua barang yang ia berikan demi tidak terjadi kesalahpahaman dengan Ardan.

Tak terhitung lagi berapa kali Khaila melukai hati Rama hanya demi seorang lelaki yang tak memberi balasan yang sama untuknya.

Untuk itu Khaila segaja memilih diam dan bersikap seakan tak tahu apa-apa. Ia ingin melihat sejauh Ardan akan menyembunyikan nya.

Ya, Rabb. Kuatkan hamba sekali ini, lagi.

Khaila bangkit dari duduknya, merapikan beberapa barang yang berserakan.

"Aku mau pulang sekarang."

Tak ada jawaban apapun yang Ardan lontarkan. Ia hanya menuruti kemauan Khaila dengan membantunya merapikan barang-barang mereka.

°°°

Sepanjang perjalanan menuju Jakarta, aku dan Ardan kembali berdiam-diaman. Ardan yang tengah menyetir hanya fokus pada jalan. Sedangkan aku membuang pandangan ke sebelah kiri kaca mobil.

Terlatih ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang