24. Terjebak

14.4K 1K 102
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Terkadang apa yang kita duga dan apa yang kita lihat tak selamanya selalu benar ataupun selalu salah, yang terlihat baik diam-diam bisa saja akan menjatuhkanmu, dan dia yang terlihat jahat justru akan menolongmu disaat terburukmu.
•••

🕊 Tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku melihatnya dan tertera nama Sinta di sana. Hanya dia lah yang mengetahui nomor baru ku saat ini. Aku mengangkatnya lalu mengucap salam, "Ada apa Sin?"

"Ini aku, Ardan-" suara cemasnya menusuk hatiku paling dalam.

Tanganku seketika terjatuh, ku akhiri panggilan tersebut dan menaruh ponselku kembali ke dalam tas milikku.

"Siapa? Ko langsung di matiin." tanya Al.

"Bukan siapa-siapa." balasku cepat.

Kami kembali berjalan menyusuri perkampungan. Tubuhku berada di sini tetapi pikiranku entah berlarian kemana.

"Khaila." panggil Al.

"Apa tidak sebaiknya kamu kembali ke Jakarta." lontar Al membuatku menoleh ke arahnya.

°°°

Ardan semakin mempercepat mobilnya ketika Khaila mematikan panggilan darinya. Informasi yang sudah ia dapat sejak kemarin dari Sinta membuatnya langsung meyusul Khaila ke Malang saat itu juga. Dan saat ini Ardan sudah berada di Malang bersama Sinta. Saat mereka baru sampai di kota itu, mereka langsung menyusuri jalan kota Malang untuk mencari keberadaan Khaila. Karena Sinta hanya mengetahui nomor baru Khaila saja, tidak mengetahui atasannya itu tinggal dimana dan dengan siapa.

"Mas, saya laper." ujar Sinta. Namun Ardan tidak menggubrisnya.

"Mas, makan dulu ya." seru Sinta lagi, sambil memegangi perutnya.

Ardan melirik Sinta sekilas, ia mendengar suara perut yang lapar, dan akhirnya Ardan memarkirkan mobilnya di sebuah tempat makan.

Mereka segera masuk ke dalam dan mencari tempat yang kosong. Setelah dapat, mereka memesan makanan, lalu menunggu beberapa saat.

Sinta terus asik dengan ponselnya. Sesekali ia mengangkat ponselnya itu dan memajukan bibirnya. Dia sedang selfie. Sedangkan Ardan terus mencoba menghubungi Khaila ke nomor barunya. Berulangkali ia mengirim pesan dan melakukan beberapa panggilan, namun sayang tak ada satupun jawaban.

Ardan akhirnya memilih membuka galeri ponselnya, lalu memandangi foto yang tersimpan disana.

Bidadari cantik.

Sebuah panggilan yang pernah Ardan berikan kepada Khaila. Seorang yang kini telah menjadi istrinya, namun tak pandai ia jaga. Ardan sadar itu semua karena kesalah dirinya. Kesalahan karena pernah mencintai dua hati sehingga membuat keduanya merasa tersakiti.

"Mas Ardan kayanya cinta banget sama mbak Khaila. Kenapa dulu ingin menikahi mbak Aisyah." celetuk Sinta, membuat Ardan menaruh ponselnya.

"Karena saat itu Khaila sudah mencintai laki-laki lain." balas Ardan pelan, lalu menekuk tangannya diatas meja. Pandangannya terus menjurus pada meja yang berada didepannya.

"Brarti mbak Aisyah itu hanya sebuah pelarian?"

Ardan menggeleng pelan. "Tidak juga."

"Emangnya mas Ardan suka sama mbak Khai sejak kapan sih kalau boleh tau?" ke-kepo-an Sinta di mulai.

Terlatih ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang