27. Pregnant?

16.9K 1.1K 34
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Tak perlu khawatir, yang sakit akan pulih, yang pergi akan kembali, yang sulit jadi mudah, dan yang bersedih jadi gembira. Dengan izin Allah.
~ Terlatih ~
•••

🕊 Sayup-sayup lantunan sholawat mulai terdengar dari penjuru Masjid. Jarum jam yang selalu mengitar, kini tengah menunjukkan pukul setengah empat dini. Ardan yang sudah memiliki alarm tersendiri langsung refleks terbangun saat mendengar panggilan itu. Ardan mendudukan diri dan mencari Khaila yang tak berada di sebelahnya kini.

"Khai?" Dengan mata yang masih sepat, Ardan berjalan keluar kamar.

"Khai.." panggil Ardan berulang kali.

Kakinya melangkah menuruni anak tangga. Sambil mengucak-ngucak matanya, Ardan menyusuri sekeliling rumah. Tapi sayang, Ardan belum juga menemukan sosok Khaila. Membuatnya kembali khawatir, takut kejadian kemarin hanyalah mimpi semata. Dan ia belum benar-benar menemukan Khaila.

"Khai." Teriak Ardan lebih kencang.

"Mas Ardan kenapa sih, subuh-subuh sudah teriak-teriak? Tidak pergi ke masjid?" tanya bi Ratih yang tengah membawa secangkir teh hangat.

"Itu buat siapa?"

"Mbak Khai, mas."

"Khaila ada? Dia tidak pergi kan?"

"Tidak mas, mbak Khai mau pergi kemana sepagi ini. Tukang sayur juga masih di rumahnya kali." balas bi Ratih santai sambil kembali berjalan.

Ardan mengusap dadanya, lega. Ia berjalan membuntuti bi Ratih, hingga menemui sang bidadari, Haziqah Khaila Nala. Perempuan yang cerdas dan bermahkota kebaikan hati.

Seorang perempuan yang berulang kali hatinya di patahi, namun ia tetap bertahan dengan senyumannya yang selalu terbayang. Jika ada sebuah permata yang orang bilang tak ternilai harganya, Ardan akan menampik bahwa itu salah. Sebab sebaik-baik perhiasan dunia yang paling berharga adalah wanita shaleh. Seperti istri yang ia punya. Tak terbayang jika wanita yang dinikahinya bukanlah Khaila. Mungkin rumah tangganya akan hancur sebelum ia bina. Pekik Ardan dalam hati.

"Kamu kenapa?" tanya Ardan saat melihat Khaila sedang terkulai lemas di atas sofa.

"Tadi mbak Khai muntah-muntah mas di belakang, trus katanya kepalanya pusing." seru bi Ratih menggantikan Khaila yang sedang merasakan badannya yang tidak enak.

Tanpa bicara banyak Ardan mulai memeriksa tubuh Khaila. Mencoba menganalisa, apa yang sedang Khaila rasa.

"Paling cuma maag aku, Ardan."

"Ini bukan maag." ucap Ardan serius.

Pikiran Khaila langsung berlarian kemana-mana. Ia takut ada penyakit lain, yang di deritanya saat ini.

"Jangan-jangan.." celetuk bi Ratih, membuat semuanya saling melempar tatapan.

°°°°

Ardan berjalan santai menyusuri kompleks perumahannya. Keadaan Khaila yang sudah membaik, membuatnya tenang meninggalkan Khaila sesaat untuk melaksanakan sholat berjama'ah di masjid terdekat.

Terlatih ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang