.seven.

3.1K 267 33
                                    

✧✦

Cameron menggigit burger keju-nya sambil menatap ke kejauhan. Matanya memperhatikan anak kecil yang sedang bermain perosotan beberapa meter darinya. "Aku tidak percaya dia ikut tur bersama kita."ujar Cameron pada Carter. Carter mengaduk-aduk lemon teanya sebelum berbicara.

"Siapa?"tanya Carter, sambil mengunyah kentang gorengnya. Seorang gadis berpakaian ketat lewat di samping mereka. Membuat Cameron dan Carter langsung memperhatikan pantat gadis itu yang bergoyang-goyang.

"Gadis itu. Julie. Julie Tanner"lanjut Cameron, setelah jeda yang lama.

"Maksudmu pacar Nash?"

"Yep."

"Memangnya dia kenapa?"

"Memangnya kau tidak memperhatikannya? Dia aneh. Hanya di sketchbook-nya seharian entah menggambar apa. Dan saat kita mendekat, dia langsung menutup bukunya itu seolah-olah ada rahasia yang terdalam disitu"

Carter mengangkat bahunya, tidak peduli. "Dia terlihat normal-normal saja bagiku"

"Kau mau tau dia bilang apa padaku waktu pertama kali bertemu?"

"Apa?"

"Dia bilang 'Aku suka matamu.' Seberapa menyeramkannya itu?!" Cameron menggebrak meja di depannya, memberi kesan dramatis. Soda milik Cameron menyiprat ke tangannya dan kentang gorengnya jatuh. Carter tertawa. "Oh, diamlah Carter."

Carter menenangkan diri dulu sebelum melanjutkan."Well, matamu memang bagus"ujar Carter, menyeringai. Cameron mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

"Kau tidak mengerti poinnya!"

"Kenapa? Itu adalah pujian, Dallas." Carter melemparkan kentang goreng miliknya ke Cameron. Cameron menatap Carter dengan jengkel.

"Ah, sudahlah. Bicara denganmu membuatku makin sakit kepala."

✧✦

Cameron berjalan-jalan di taman hotel sambil menendang rerumputan. Tidak ada yang percaya dengannya. Tidak ada.

Mereka buta atau bagaimana?! Jelas-jelas Julie itu aneh. Abnormal.

Cameron kembali menendang-nendang rerumputan. Matanya menangkap sesuatu yang sedang membungkuk di kejauhan. Dia segera mendekati siapapun atau apapun itu. Seorang gadis dengan rambut dikepang dan sweater abu-abu sedang membungkuk membelakangi Cameron.

Julie. Itu Julie.

Setelah perdebatan mental yang lama, akhirnya Cameron menyapa Julie. Cameron membungkuk di sebelah Julie dan menyapanya. "Hey, Jules. Sedang apa kau--"

"Sst! Ada anak burung jatuh."ujar Julie. Cameron mengangkat satu alisnya. Julie membuka telapak tangannya secara perlahan. Seekor anak burung dengan bulu-bulu tipis sedang meringkuk di tangan Julie.

"Ngg, sebaiknya kau jangan memegangnya seperti itu. Setahuku kalau ada yang memegang, ibunya tidak akan memberikannya makanan lagi. Karna baumu akan menempel ke anak burung itu, sehingga ibunya tidak mengenali bau anaknya lagi. Atau itu anak kucing ya? Aku tidak tau tapi setahuku seperti itu."terang Cameron panjang-lebar. Julie mendengarkannya dengan serius. Julie akhirnya memindahkan anak burung itu ke satu tangan.

"Seperti ini?"tanya Julie, meremas anak burung itu. Anak burung itu mencicit dengan kesakitan.

"Tidak, jangan diremas seperti itu, ti--

--dak. Oh my god, Julie. Apa yang kau lakukan?" Julie meremas anak burung itu dengan sekuat tenaga. Akibatnya mata burung itu keluar dari tempatnya. Tenggorokannya hancur dan badannya mengeluarkan darah. Isi perut burung itu keluar dari tempatnya. Cameron langsung memalingkan mukanya antara merasa jijik dan kasihan.

"Apa? Bukankah kau bilang padaku kalau aku memegangnya, ibunya tidak akan memberinya makanan lagi? Aku hanya mengakhiri penderitaan burung ini."ujar Julie dengan tangan penuh darah. Julie meletakkan anak burung itu di atas rerumputan. Cameron tidak tega melihatnya jadi dia memalingkan muka.

"Tapi tidak seperti itu juga, Julie..."

"Tapi tindakanku benar bukan? Pada akhirnya burung itu akan tenang di surga bukannya menderita di dunia fana"

Dan dengan itu, Julie pergi. Meninggalkan Cameron yang masih kaget dengan peristiwa tadi.

✧✦

"Oh my god, mate! You need to listen to me!"ujar Cameron ke Nash. Nash hanya menatap Cameron dengan malas lalu memainkan ponselnya lagi.

"Berhenti berbicara yang aneh-aneh tentang Julie, Cam."ujar Nash, sambil memainkan ponselnya. Cameron mengambil ponsel milik Nash dan menaruhnya di nakas. Saat Nash hendak mengambil ponselnya lagi, Cameron menatap Nash dengan tatapan 'Tidak.' Nash hanya memutar matanya dan mendengarkan Cameron.

"Tetapi kau tidak sadar apa? Dia aneh! Perilakunya tidak seperti manusia hidup, kau tahu."lanjut Cameron.

"Memangnya kau punya bukti?"tanya Nash, dengan tangan yang bersilang di dadanya.

"Aku tadi melihatnya membunuh seekor anak burung!!"seru Cameron, seolah-olah itu adalah penemuan yang luar biasa. Rasa dingin kembali merambati punggung Nash. Ekspresi Nash langsung berubah. Dia tau kalau Cameron memang punya perasaan aneh dengan Julie sejak pertama kali bertemu. Tapi tidak. Dia tidak akan membiarkan Cameron menang sekarang.

"Lalu?"ujar Nash, mengangkat satu alisnya.

"Nash, astaga. Kau sudah gila atau bagaimana sih?!"

"Oke, Cameron Alexander Dallas. Dengar," Nash bangkit dari tempat duduknya dengan tangan bersilang di depan dada. "Apapun yang kau katakan tentang Julie, aku tidak akan mendengarnya. Karena kau--"

"Nash, ayolah."pinta Cameron. Nash tidak mendengarkan Cameron dan kembali melanjutkan.

"--tidak mengenal Julie. Dan kau tidak tau masa lalu Julie. Kau tidak tau apa-apa tentang Julie. So shut the hell up."ujar Nash, menekankan setiap kata. Ekspresi Cameron langsung berubah menjadi amarah.

"You want me to shut the hell up?!"teriak Cameron, marah. Nash diam. "Baiklah kalau itu maumu. Tapi kalau ada sesuatu yang terjadi padamu, aku.tidak.mau.ikut.campur"ujar Cameron, menekankan setiap kata. Cameron mengacungkan jarinya ke muka Nash. Nash segera menangkisnya dengan keras.

"Sudah bicaranya? Kalau sudah, pergi sana."ujar Nash, menunjuk ke pintu keluar kamar. Cameron menatap Nash tidak percaya. Darah mendidih di dalam tubuhnya. Mukanya memerah karena amarah. Cameron khawatir dengan keselamatan Nash dan yang Nash lakukan malah bersifat seperti ini?!

Cameron menarik kerah baju Nash dan membantingnya di dinding terdekat. Punggung Nash menghantam dinding semen dengan keras. Nash menatap Cameron dengan berani. "Kau mau memukulku?! Pukul saja aku!"

Cameron mengencangkan pegangannya di kerah baju Nash. Nafasnya tidak beraturan karena amarah. Otot-otot di tubuhnya menegang. Tangannya yang mengepal siap mendaratkan pukulan ke wajah Nash. Saat kepalan tangan Cameron tinggal beberapa cm dari pipi Nash, Cameron berusaha menahan tangannya dengan bersusah payah.

Tidak. Dia tidak bisa. Nash sudah seperti saudaranya sendiri. Dan saudara tidak menyakiti saudara. Seperti quote dari film yang pernah ditontonnya dengan Nash, 'Apes don't kill apes' (meskipun mereka bukan apes).

Perlahan-lahan, Cameron menjauhkan kepalan tangannya. Pegangannya di kerah Nash mengendur. Dan pada akhirnya, Cameron melepaskan Nash. Cameron mundur beberapa langkah dan mengerang frustasi.

"Aku tau kau tidak akan bisa menyakitiku, mate."ujar Nash, tersenyum licik. Nash menaruh kedua tangannya di saku celana. Cameron hanya menatap Nash dengan penuh kebencian.

"Urusan kita belum selesai, Grier"ujar Cameron. Tapi Nash hanya tersenyum dengan tenang. Cameron akhirnya balik badan dan pergi menuju pintu keluar.

Nash membetulkan bajunya yang kusut karena ditarik oleh Cameron. "Dan satu lagi Nash,"ujar Cameron tiba-tiba. Cameron menahan pintu dan melirik Nash. "No one can shut the hell up." (tidak ada yang bisa menutup neraka) Dan dengan itu, Cameron pergi.

Nash tidak tau dia harus bingung atau tertawa, tapi akhirnya dia tertawa. Lelucon pintar.

Ya, benar sekali. Tidak ada yang bisa menutup neraka.

✧✦

eyes ;; nash gTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang