Untitled Part 7

3 0 0
                                    

Di kantor yang sunyi ini, tak ada satu pun anggota agensi yang mengetahui penderitaan Edgar. Tenang dan sejuk, hanya suara angin yang kebetulan berhembus yang menjadi satu-satunya pengganggu tidur siang singkat sang Leader. Mungkin ia sendiri tidak sadar kalau kesadarannya telah hilang selama hampir lima puluh menit di kursinya.

Ia membuka matanya yang terasa sangat berat, dengan perlahan, hingga akhirnya ia menyerah dan memutuskan untuk tetap menutupnya selama beberapa saat. Lagipula, tak ada klien penting yang ingin berkunjung hari ini, dan ia bisa menikmati waktu santai sepuluh menit lagi. Begitu pikirnya.

Di saat itulah, beban berat terasa di badannya.

Ia kesulitan untuk menarik napas panjang. Pergerakan tubuhnya juga terbatas, bahkan ia tak bisa merenggangkan badannya yang terasa lelah dan sakit akibat salah posisi tidur. Leader membuka matanya, kemudian melirik ke arah sumber beban yang berada di atas tubuhnya, dan benarlah dugaan sang Leader sehingga ia menghela napas geli.

Si nona muda yang terkenal dengan perkataan sinisnya tertidur pulas di sana. Layaknya para orang tua yang berpendapat bahwa anak mereka sangat lucu, manis, terlihat seolah seperti malaikat ketika sedang tidur, sang Leader berpikiran sama ketika melihat ekspresi polos dari sang nona muda yang jarang diperlihatkan kepada banyak orang.

Leader mengelus lembut tiap helai dari rambut pendek berwarna coklat tua itu. Perlahan dan berkali-kali, membuat sang nona muda terlihat lebih menikmati waktu tidurnya. Napas yang  pelan dan halus itu dapat didengar jelas oleh sang Leader. Di saat seperti ini, seringkali ia berpikir, ia bisa mendekap erat gadis ini. Menahan seluruh pergerakannya, tidak bisa pergi ke mana pun, diam di satu tempat. Mungkin pelukan erat itu bagaikan siksaan bagi tubuh kecil sang gadis. Tubuh itu bisa berhenti bergerak, lalu hancur menjadi puing-puing kecil karena tidak kuat menahan tekanan.

Di saat seperti ini juga, pertemuan kedua insan ini melintas di pikiran sang Leader. Seperti apa suasana saat itu, dinginnya udara di luar sana, kelakuan orang-orang tak biadab yang hanya ingin memandang sebelah mata. Bagaimana keadaan sang nona kecil yang tidak bisa apa-apa, tetapi terdiam di satu tempat, menunggu mangsa dengan penuh luka dan kotoran di tubuhnya. Serupa binatang buas yang kelaparan.

"Seandainya kita bertemu lebih awal," ucap sang Leader, perlahan, agar tak membangunkan waktu istirahat sang nona yang menjadi sumber penghasilan utama agensi.

Namun usaha itu sia-sia karena sang nona muda tiba-tiba membuka matanya ketika seorang pria beserta "temannya" membuka pintu ruangan dengan kasar, melempar semua barang yang dibawa ke sembarang tempat, kemudian membanting pintu tersebut dan menguncinya. Sekedar berjaga-jaga, ia juga sengaja menarik pot tanaman yang berada di samping pintu sebagai pemberat.

"Pria sialaaan!!"

Suara dari balik pintu itu membuat semua yang berada di ruangan terkejut, bahkan membuat rasa kantuk sang nona muda menghilang seketika. Ia segera beranjak dan berjalan memunguti belanjaan  yang dibuang dengan sengaja.

"Aku tahu kita hanya memakan makanan instan," ucap sang gadis, "tapi aku tidak menyangka egomu terlalu tinggi sampai membuang semua makanan ini. Seharusnya kau berterima kasih karena aku mengizinkanmu membeli satu botol vitamin."

"Bukan saatnya bercanda!" Edgar tanpa sadar membentak. "Wanita tua itu masih mengejarku. Lakukan sesuatu!"

"Wanita tua?" Sang gadis menatap Edgar, lalu melirik sang Leader. "Sepertinya kita punya satu pegawai gila di sini."

Leader diam mendengarkan.

"Terlalu lama sendiri dan seleranya memilih wanita sudah menumpul. Dia menyerang wanita tua itu. Aku tidak tahu apa yang bisa dinikmati dari wanita tua. Kau tahu, aku berani menjamin dadaku lebih bisa memuaskan hasratmu daripada dada wanita tua itu."

"Sudah kubilang." Edgar menahan amarahnya. Ia juga masih berusaha keras untuk mengembalikan napas yang terbuang sia-sia. "Ini bukan saatnya bercanda! Aku sama sekali tidak tahu apa masalah wanita itu. Dia tiba-tiba marah, lalu mengejarku."

Mendengar keluhan salah satu pegawainya, sang pemimpin agensi beranjak dari tempat duduknya dan merapikan penampilannya yang sedikit berantakan. Dasi yang terlantar di dalam laci meja kerjanya segera diraih dan dikenakan dengan cekatan.

"Lev," ucap sang Leader, memanggil nama panggilan sang nona muda yang hanya diam menatap pemimpinnya. "Selesaikan masalah yang dialami klien tak diundang itu. Ada tempat yang harus kita kunjungi, aku memberimu waktu tiga menit untuk mengatasi semuanya."

Sang nona muda, Lev, tidak melakukan apapun. Ia memandang Edgar dan pintu yang terlihat tak bisa menahan pukulan serta tendangan si wanita tua itu dengan malas. Tidak ada antusias sedikit pun, tak ada hal yang bisa menarik minatnya dari kasus kecil ini.

Dengan lemas, Lev berkata, "Apa itu perintah?"

Leader dengan segera mengangguk. "Ini perintah."

Edgar yang semula tidak bisa apa-apa selain diam di tempatnya, menarik napas dan membuangnya dengan panik, kini bisa menampilkan senyuman tipis karena sang partner berkata, "Kenakan sarung tanganmu dan siapkan alat pembersih. Di depan sana ada sampah yang lebih besar dan bau daripada sampah makanan ringan yang kau buang, Edgar."

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang