Mop, ember, kain. Seluruh alat bersih-bersih telah berada di tempatnya.
Edgar akhirnya bisa tersenyum senang meski wajahnya kotor karena keringat dan pukulan manis dari Lev yang sedang sedih ditinggal sang "kekasih".
"Edgar..."
Lev berkata dengan lemas. Tak ada rasa semangat di intonasinya, dan Edgar juga menjawab dengan nada yang sama.
"Apa?"
"Mencurigakan, 'kan?"
"Apanya?"
"Leader."
Lev bersandar dengan malas di tempat duduk sang Leader. Sandarannya yang empuk dan nyaman membuat Lev terkadang lupa bahwa ia sedang beristirahat di kursi atasannya. Ia terlalu merasa berada di rumah sendiri.
"Apa yang mencurigakan?" Edgar menjawab tanpa antusias.
Dan Lev membalasnya dengan ambisius. "Dia pergi tanpa mengatakan apa-apa. Senyumannya itu.."
Tanpa sadar Lev memotong ucapannya sendiri. Ia tak lagi bersandar dengan santai, tapi mulai berdiri tegak seolah menyadari sesuatu yang sangat penting.
"Edgar!"
Lev berteriak, membuat Edgar yang baru saja berniat membereskan barang belanjaan pun terkejut. Jika ia tidak memiliki kesabaran, ia pasti akan melempar tumpukan makanan instan tepat ke wajah si gadis.
Edgar berusaha mengontrol emosinya. "..Apa?"
"Penting! Penting, penting, penting!"
Namun Edgar hanya memberi tatapan datar pada Lev, sebelum ia kembali fokus pada tugasnya yang sempat tertunda. Tak ada pertanyaan, tak ada respon apapun. Edgar benar-benar tidak tertarik dengan apa yang sedang dipikirkan oleh Lev.
Tetapi rutinitas harian Edgar terpaksa harus dihentikan (entah untuk yang ke berapa kalinya) karena kejutan yang diberikan oleh si nona muda.
Lev memberikan pelukan ke tubuh Edgar.
Dan Edgar tidak memberikan reaksi apapun selain berkata, "Wahai pemilik sel-sel otak yang bijaksana, mengetahui segala hal dan tidak ada tandingannya, bisakah saya yang kedudukannya lebih rendah dari Anda meneruskan pekerjaannya sebagai budak?"
Seandainya Lev adalah seorang wanita manis dan pemalu, dewasa, serta lembut, pasti Edgar sudah jatuh hati padanya dan merasa sangat senang mendapat pelukan dari gadis idamannya. Tetapi Lev adalah kebalikannya.
Lev adalah gadis yang egois, bertubuh mungil, memiliki rambut coklat sepanjang bahu dan mata berwarna hijau, yang Edgar akui, terlihat amat indah dan bercahaya. Tingkahnya di luar akal, kadang gegabah dan tidak peduli akan resiko. Ia memang dapat diandalkan, terkadang bersikap bijaksana meski ucapannya tidak memperlihatkan maksud sesungguhnya.
Edgar kagum padanya.
Tapi bukan berarti ia akan jatuh hati padanya.
"Budak, katamu," ucap Lev. "Dengar, Edgar, apa seorang budak akan memohon kepada pemiliknya? Tentu saja tidak. Apapun yang dilakukan sang pemilik, seorang budak akan menerimanya dengan sepenuh hati, tanpa ada niat untuk melawan sedikitpun."
Edgar diam mendengarkan ucapan gadis mungil yang harus mengangkat kepalanya untuk melihatnya secara langsung. Lev memiliki tinggi yang hampir sama dengan dada Edgar, tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain merelakan kesehatan lehernya demi bisa berbicara dan bertatapan langsung dengan sang "budak".
"Dan apa yang baru saja kau lakukan bukanlah tindakan seorang budak." Lev melepaskan pelukannya, kemudian mengangkat salah satu kantong belanjaan dan meletakkannya di meja terdekat.
Edgar melakukan hal yang sama, meski selanjutnya ia mengeluarkan satu per satu barang dari kantong belanjaan dan menyusunnya berdasarkan jenis.
Sempat ia melirik Lev sebelum berkata, "Jadi, apa yang mencurigakan? Apa yang penting?"
"Menurutmu," jawab Lev, "apa Leader bertemu seorang wanita?"
"Tidak."
"Tapi senyumannya tadi.."
"Apa salahnya dengan tersenyum?"
"Dia tidak mengatakan apapun padaku.."
"Apa Leader harus mengatakan semuanya padamu secara rinci dan detail?"
Lev terdiam.
Dan seolah mencium aroma kemenangan, mengingat Lev tidak pernah mau menerima nasihat apapun, Edgar melanjutkan ucapannya.
"Aku tahu kau menghormatinya, Lev. Tapi hal itu tidak bisa menjadi alasan Leader harus memberitahukan segala kegiatannya padamu. Apa yang ingin Leader lakukan, siapa yang ingin Leader temui, semuanya tidak ada hubungannya denganmu dan kau tidak bisa melarangnya."
Kedua pipi Lev mulai memerah. Ia menundukkan kepalanya dan mengalihkan wajahnya. Dari sekian banyak orang, Lev paling tidak ingin Edgar melihat sisi lemahnya.
Sisi lemah si pemilik sel-sel otak yang sangat luar biasa ini tentu saja rasa cemburu, iri, serta kesal karena tidak bisa mengetahui semua hal mengenai Leader yang sangat ia hormati, kagumi, dan sukai. Lev mengepalkan kedua tangannya dan berteriak, "Sialan! Sialan, sialan, sialan!"
"Siapapun wanita yang Leader temui," ucap Lev melanjutkan teriakannya, "aku tidak akan mau menerimanya! Leader tidak boleh menikah dengan siapapun. Leader hanya boleh menyukaiku, peduli padaku dan menemaniku ke mana pun aku pergi."
Edgar langsung menepuk kepala Lev, dan si gadis egois ini entah mengapa langsung terdiam.
"Apa maksud ucapanmu barusan, Lev?" Edgar berkata dengan nada yang lebih tenang. "Leader, Leader dan Leader. Semua yang keluar dari mulutmu itu hanya tentang Leader. Apa kamu tahu bagaimana perasaan kekasihmu mendengar gadis yang disukainya membicarakan pria lain?"