Restoran yang cukup ramai menjadi lokasi Edgar dan Lev berada saat ini.
Para remaja, pria ataupun wanita, ramai mengunjungi mall yang terkenal dengan salah satu restoran yang menyajikan daging asap spesial. Bau yang khas itu berhasil membuat banyak orang menahan air liur mereka. Siapapun yang tidak memiliki nafsu makan, pasti akan merasa betah mengisi perut mereka yang kosong di restoran ini.
Tapi semua nikmat dunia itu tidak berarti apa-apa bagi Lev yang benar-benar hanya diam membatu di kursinya. Bersama dengan Edgar yang berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan meminum es kopi, mereka menunggu pesanan mereka datang.
Dan di saat itulah minuman favorit Lev, milk shake, diantar oleh pelayan ke meja mereka.
Edgar berterima kasih kepada pelayan yang bergegas pergi meninggalkan mereka, kemudian ia mendorong minuman itu ke arah Lev.
"Ini, minumlah," ucap Edgar. "Singkirkan wajah suram itu. Kau tahu aku tidak suka dengan wajahmu yang seperti itu, 'kan?"
Namun Lev tidak memberi respon apapun.
"Lev." Edgar kembali berbicara. Kali ini dengan nada bicara yang lebih lembut dan tenang. "Mengenai perdebatan kita tadi, aku tidak akan meminta maaf. Aku hanya menyampaikan apa yang ada di pikiranku, dan karena aku menghargai semua pendapatmu, aku juga ingin kamu menghargai pendapatku."
Helaan napas pelan adalah satu-satunya respon yang Lev berikan.
Edgar pun tidak ada pilihan lain selain berkata, "Di mana motivasimu saat itu? Apa kamu sudah melupakan janjimu?"
Dan ucapan itu seketika berhasil memulihkan tenaga Lev. Ia menegakkan badannya, duduk dengan anggun layaknya seorang bangsawan muda, dan tersenyum manis.
"Apa maksudmu barusan, Edgar?" ucap Lev. "Bagaimana mungkin aku beserta sel-sel otakku melupakan janji yang pernah kami buat?"
Edgar tertawa kecil. "Tentu saja kamu tidak akan pernah melupakannya," ucapnya. "Sel-sel otakku juga tidak pernah melupakan kejadian hampir setahun yang lalu itu."
Tawa Edgar semakin tidak tertahankan. Ia bahkan membutuhkan bantuan tangannya untuk menutup mulut, dan reaksi itu benar-benar membuat wajah Lev memerah.
"Edgar, sialan!" bentak Lev. "Lupakan--tidak, tetap ingat kejadian itu, tapi jangan membahasnya!"
Edgar berhasil menahan tawanya meski tindakannya itu mengakibatkan adanya rasa sakit pada perutnya. "Oke, oke.." ucap Edgar perlahan dan hampir tidak terdengar.
Lev, berusaha menyembunyikan perasaan yang tidak bisa ia deskripsikan dengan kemampuan sel-sel otaknya, meminum milk shake kesukaannya dengan sangat cepat dan terburu-buru. Minuman itu pasti akan segera habis apabila Edgar tidak menjauhkan minuman itu dan menyisakan sedotan tersangkut di celah bibir Lev.
"Edgar..!"
Edgar mencoba menantang, "Apa?"
Namun Lev hanya diam dan mengambil kembali minuman miliknya.
Di saat itulah daging asap spesial, ditambah tiga porsi kentang goreng, dan beberapa saus dengan bumbu rahasia disajikan oleh pelayan.