Chapter 6 : Perlahan

140 31 12
                                    

-Harry Pov-

Aku menatap langit-langit kamarku sambil menghela nafas, aku lelah sekarang. Bayangan Liora seakan tak ingin pergi dariku, entah mengapa gadis polos itu malah bertengger manis dalam otakku hingga membuat pria didalam otakku lagi-lagi menciptakan sebuah fantasi yang tak bisa kuhindarkan. Bayangan disaat ia berada dibawahku dan memohon padaku, cukup membuatku sedikit menegang. Membayangkan dia mendesahkan namaku disela hentakanku membuatku tersenyum bodoh.

Itu tidak akan lama lagi, kurasa. Karena aku akan mendekatinya secara perlahan, membuatnya jatuh dalam pesonaku, lalu membawanya kedalam pelukanku. Hanya itu yang aku mau, aku tidak berpikir apa yang akan kulakukan setelah melakukan itu. Tujuanku adalah fokus pada rencanaku.

Aku melirik kesampingku dimana salah satu gadisku sedang tertidur dengan tubuh polos tanpa sehelai benang pun yang berada ditubuhnya, 1 jam lalu kami baru saja melakukan olah raga ranjang yang cukup panas. Hingga membuatku melakukannya berulang kali hingga kami berdua benar-benar lemas, ototku rasanya terasa kaku semua. Lelah menyerangku namun nyatanya mataku tak ingin terpejam. Ia masih betah memandang langit-langit sambil membayangkan wajah Liora disana.

Aku dengan perlahan melepaskan pelukan tangannya pada tubuhku dan bangun lalu segera meraih boxer hitam milikku, kulirik jam sejenak yang sudah menunjukkan pukul 1 malam. Aku lagi-lagi menghela nafas, Insomnia ini benar-benar menggangguku. Seharusnya aku sudah tidur dengan tenang sekarang dan bergabung dalam dunia mimpi bukannya berdiri dibalkon seperti sekarang.

Hembusan angin yang menerpa tubuhku membuatku memejamkan mataku sejenak, nyaman. Ya. Itu yang kurasakan sekarang.

Krukk

Aku mendengus mendengar suara yang berasal dari dalam perutku itu, aku lapar. Aku berdoa semoga saja dibawah ada makanan atau setidaknya ada makanan instan, walau aku tidak yakin tapi aku tetap melangkah turun. Sebenarnya aku ragu. Tidak mungkin ada makanan yang tersisa selama Niall masih berada didalam rumah ini, bukan maksudku tidak menginginkan dia tinggal bersama kami. Namun untuk hari ini saja, aku benar-benar menginginkan Niall agar berada dirumah bibi Maura.

Aku bernafas lega saat mendapati sebuah pizza didalam kulkas, dingin dan sedikit keras. Pizza nya sudah dingin. Jadi aku memutuskan untuk memanasinya dulu dengan memanggang ulang mungkin dengan 1 atau 2 menit.

Aku memasukkan air kedalam panci kecil lalu menyalakan kompor, menunggu air itu mendidih dan menuangkannya pada susu yang berada digelas kaca yang tadi kusiapkan.

Aku sedikit bosan meminum soda saat ini, walau pun itu sudah kebiasaanku.

Kuletakkan Pizza dan susu yang sudah kuseduh dengan tambahan sedikit es batu itu, diatas meja makan. Aku mulai melahap Pizza yang entah milik siapa, mungkin milik Zayn. Mengingat pria itu setiap hari akan memesan Pizza tanpa rasa bosan sama sekali.

Aku memejamkan mataku, begitu menikmati rasa Pizza ini.
"Harry?" aku langsung mendongak saat namaku disebut, Liam menatapku dengan wajah mengantuknya.

"Kau makan tengah malam begini? Tak takut semakin gendut?" cih! Dia menyindirku gendut? Apa dia tak melihat dirinya sendiri yang juga gendut? Hey dengar yah baik-baik! Aku ini lebar! Bukan gendut. Gendut itu menggembung dan lebar sedangkan aku tidak menggembung seperti Liam.

"Lihat dirimu sendiri, Monkey" aku memutar bola mata lalu kembali menyuapkan Pizza kedalam mulutku.

"Ada yang berbeda saat tidak ada Liora disini, bukankah kau merasa begitu Harry? Gadis itu bahkan baru kita kenal 3 hari namun ketidak hadirannya terasa menghilangkan sesuatu dirumah ini." ucapnya sambil menuangkan air dingin dari dalam botol air ke gelas, aku bergeming. Benar juga kata Liam.

Rumah ini terasa sedikit sepi karena tidak ada dirinya, biasanya kami tidak perlu khawatir jika lapar tengah malam. Karena Liora selalu memasak lebih banyak saat makan malam hingga membuat masakan lezatnya tersisa untuk dimakan Niall tengah malam atau siapapun yang lapar.

Biasanya juga ia suka berteriak saat sedang menyapu lantai dan menyanyi layaknya orang gila saat mendengar musik, ia adalah orang yang sangat bersemangat dalam mengerjakan apapun.

"Oh ya, Kurasa besok aku tidak akan ada disini." ujarnya lagi, aku mengangkat kepala dan menatapnya.

"Kenapa?" tanyaku bingung, karena semenjak kami membeli rumah ini secara patungan. Satu-satunya orang yang sering tidak tidur dirumah ini adalah Niall, dia sering lebih memilih tidur dirumah ibunya dengan selimut kesayangannya.

Bagaimana bisa bajingan seperti Niall yang levelnya berada 3 tingkat dibawahku punya sikap kekanak-kanakan seperti itu? Bahkan dia masih memikirkan tentang selimut bergambar beruang besar berwarna biru itu. Menggelikan bukan?

"Kau tahu kan, usia kita sudah 22 tahun. Masa permulaan dewasa kita, Mommy memintaku untuk bersikap dewasa dengan mulai memegang tanggung jawab perusahaan karena dalam beberapa tahun kedepan aku yang akan memimpin perusahaan Daddy-ku." jawabnya, ck! Dia ini benar-benar.... Pokoknya aku tak bisa menjabarkan kata-kata yang tepat untuknya.

Dia jelas punya pemikiran yang jauh berbeda dengan kami semua, dia adalah sosok yang paling dewasa, baik hati dan tidak bajingan seperti Aku, Niall dan Louis. Aku tidak menyebut nama Zayn? Karena dia memang bukan bajingan. Zayn tidak pernah menyentuh wanita manapun dalam artian intim, dia bilang dia menghormati wanita. Well. Sama saja dengan Liam namun pemikiran Zayn itu sedikit berbeda, dia susah ditebak dan pendiam. Dan jika boleh kukatakan, dia itu penuh misteri.

Bahkan aku yang sudah hampir 7 tahun bersahabat dengannya tidak begitu tahu dengan ke pribadian Zayn, banyak yang tersembunyi dibalik wajah manisnya, banyak rahasia yang ia simpan dalam-dalam dibalik mata Hazel-nya itu.

"Bukankah itu bagus, kau jadi bisa mandiri dan akan terbiasa." jawabku sambil kembali menyuapkan Pizza kedalam mulutku, ia mengangguk namun kulihat dia seperti sedang berpikir.

"Apa yang kau pikirkan?" tanyaku saat melihat wajahnya gelisah.

Ia menghembuskan nafas lalu menatapku. "Aku takut dijodohkan, atau seperti kebanyakan. Yaitu pernikahan bisnis, aku tak mau hal itu terjadi padaku, itu... Aku rasa pernikahan tanpa cinta tidak akan menghasilkan apapun. Harry." oh ternyata itu, jujur saja. Aku juga sedikit takut. Mengingat aku adalah salah satunya pewaris perusahaan Daddy dan aku yakin suatu saat Daddy pasti akan menunjuk diriku. Kenapa aku jadi takut begini?!

"Banyak diluar sana orang yang dijodohkan atau pernikahan bisnis, tapi pernikahan mereka tetap baik-baik saja." ujarku. Ia malah menggeleng.

"Tidak Harry, kebanyakan dari mereka hanya pasrah pada keadaan dan berusaha menerima pasangan mereka. Dan orang-orang seperti itu mengasumsikan bahwa jika ia menerima pasangan mereka dengan baik maka ia pasti mencintainya. Tapi aku tetap tak bisa menjalani hal seperti itu Harry, kau tahu kan aku mencintai Sophia dan... Aku takut perjodohan-perjodohan malah menimpa diriku."

"Kalian sepertinya serius sekali" kami menoleh kebelakang dan melihat Louis datang dengan gaya yang sama sepertiku, yaitu boxer. Dilehernya ada beberapa tanda ciuman yang benar-benar merekah.

Aku kembali menatap Pizza didepanku, memikirkan ucapan Liam. Sebenarnya aku tak mau memikirkannya tapi apa salahnya? Tidak ada jaminan jika aku tidak akan mengalaminya kan?

============================

Dark (H.E.S)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang