Karin memasuki pagar kayu yang sangat tinggi dari sebuah rumah mewah, diikuti oleh sahabatnya Alia di belakangnya. Keduanya masuk melewati pintu utama rumah tersebut. Tak sepatah kata pun terucap dari keduanya, Karin langsung menuju kamarnya di lantai atas.
Tanpa sepengatahuan Karin, mamanya sedang memerhatikan muka lesu dari putrinya yang sepertinya sedang dalam masalah besar.
"Alia?" sapa mama Karin kepada sahabat putrinya itu.
"Iya tante?"jawab Alia lembut.
"Karin kenapa, kok cemberut gitu? Sepertinya ada masalah, boleh tante tahu, Alia?" mama Karin mencoba mencari jawaban dari Alia.
"gak ada masalah yang serius kok, Tan, biasalah anak muda" terang Alia sambil tersenyum lalu segera pamit menyusul Karin di kamarnya.
Mama Karin hanya mengangguk mengerti, dirinya juga pernah muda, mungkin masalah mereka gak jauh dari pacar dan ujian. Mama Karin tersenyum kecil.
Karin melemparkan tasnya ke atas kasur super empuk di dalam kamarnya bernuansa kuning emas. Ruangan terlalu besar disebut kamar, dengan perabot mahal di dalamnya. Karin berjalan ke arah jendela lalu dibukanya lebar-lebar pintu jendela kaca itu hingga tirai putihnya bergerak leluasa tertiup angin sore. Karin berdiri di sana, sambil mengamati hijaunya rumput di halaman belakang yang selalu terawat rapi.
Karin menghela napas berat, pikirannya berkecamuk. Mengetahui kalau Lina benar-benar sebegitu terobsesinya kepada Kei, yang membuat hatinya mendadak sakit.
Alia menepuk pundak Karin. "udah gak usah dipikirin." ucap Alia lembut, berusaha menenangkan sahabatnya.
Karin hanya mengangguk setuju, lalu berbalik memandang Alia. "Aku hanya bingung, Al, akan semua hal ini."
Alia hanya tersenyum sambil mengusap bahu sahabatnya.
"sepertinya mulai besok aku harus menjaga jarak dengan Kei, karena Lina menyukainya. Jadi alangkah lebih baiknya aku melupakan perasaanku ini." ucap Karin sedih.
"hemmm... Lagian kamu ngapain sih Karin harus menjaga jarak demi si Lina itu, cewe gak tau diri itu. Aku sangat beruntung memiliki sahabat seperti kamu, kamu sangat baik. Selalu memikirkan perasaan orang lain," ujar Alia tersenyum.
Karin memeluk Alia erat "makasih ya Alia, kamu selalu menemaniku di saat aku senang maupun sedih."
"Ehhemmmn, iya dong, lagian kalau boleh nebak, kamu sedih gak cuman gara-gara itu aja kan, pasti ada sesuatu yang lain, iya kan Karin? Alia mengerling nakal.
"ihhh apaan sih maksud kamu, Alia. Gak usah ngaco, ya?"
"ngaku aja deh, aku yakin tadi kamu juga sedih gara-gara sikap Lina yang kecentilan, yang suka mengoda Kei, kan? Ngaku deh... "ujar Alia menggoda.
Karin bangkit, lalu mendorong lengan Alia perlahan. "ihh... Apaan sih? Siapa yang sedih?? Mereka yang dekat kok aku yang sedih. Lagian juga kan aku bukan siapa-siapanya Kei. Mestinya ikutan senang dong!!"jawab Karin sekenanya.
Alia menatap mata Karin lucu. "Benar nih senang? Gak cemburu?" goda Alia lagi.
"Alia... Apaan sih cemburu-cemburuan" Karin membohongi hatinya sendiri. Dia sadar hatinya pedih mendengar kenyataan itu.
"heeuummm... Masih gak mau ngaku. Gak mungkin waktu jalan-jalan sekolah itu gak berarti apa-apa, dan gak mungkin juga kalian makin dekat akhir-akhir ini karena emang temanan aja. Udah deh ngaku..." balas Alia.
Karin heran. "Apa? Apaan sih?"
"emmm... Jadi pura-pura lupa... Apa perlu aku jelasin nihh," balas Alia meledek
--------------
Di malam hari
Karin memperhatikan handphone miliknya yang berbunyi semakin nyaring. Dilayarnya tertera nama seseorang yang sejujurnya sangat ia rindukan. Kei.
Ingin sekali dia mengangkat telepon itu tapi Karin bingung harus ngomong apa. Di satu sisi, ia ingin sekali dia mendengar cerita-cerita Kei yang lucu namun di sisi lain dia takut tidak bisa menguasai diri.
Hingga telepon itu berhenti berdering, Karin tetap tidak beranjak mengambil handphonenya.
Handphone itu berdering kembali, dengan penelepon yang sama. Karin memejamkan matanya sejenak. Kali ini ia sedang memantapkan hati untuk mengangkatnya
"Halo!" sapanya pelan.
Kei senang bukan main ketika mendengar suara Karin. "Karin? Syukur akhirnya kamu mau mengangkat telepon aku. Kamu lagi sibuk?"
Karin ingin menggeleng tapi dia tahu Kei gak ada di hadapannya. "gak. Aku gak sibuk. Emang kenapa?"
"hemmm... Karin besok kita mulai ujian praktek, dan sebentar lagi kita Ujian Nasional." ujar Kei.
"Terus?" tanya Karin heran.
"dan besok jadwal ujian prakteknya bahasa indonesia, semangat iya Karin." balas Kei tersenyum
Karin yang mendengarnya senyum-senyum sendiri "iya-iya kamu juga sama ya," ujar Karin.
"kamu tau gak Karin? Tugas bahasa indonesia ini, mengingatkan aku waktu kita kelas dua, kalau gak salah kita satu kelompokkan ya Karin? Cuman bedanya kalau dulu itu tugasnya musikalisasi puisi." tanya Kei dari ujung telepon.
Karin merebahkan dirinya dikasur, "heemmmm... Iya Kei," jawab Karin
"Aku masih gak nyangka gitu, kok bisa ya setiap ada tugas kelompok, pasti selalu barengan," ujar Kei
"hemmm.... Ntah aku juga bingung kei, kenapa ya?" tanya Karin
"apa jangan-jangan kita berjodoh," jawab Kei sekenanya.
Karin yang mendengarnya hanya diam saja, dan tanpa dia sadari pipinya memerah seperti kepiting rebus.
"Karin? Karin? Kamu masih ada disanakan?" tanya Kei
"iya ada apa lagi Kei," jawab Karin
"Aku kangen sama seseorang, ingin rasanya aku ketemu sama dia," ujar Kei
"Kei.... Kamu lagi menyukai seseorang? Sama siapa? Bolehkah aku tau?" tanya Karin penasaran.
"Sebenarnya aku suka sama....."balas Kei perlahan
Karin sudah tidak sabar menunggu jawaban Kei, jantungnya mulai berdetak tak karuan
Kei melanjutkan ucapannya "sudah dulu Karin, sudah malam, rasanya aku kalau sudah berbicara denganmu, gak ingin berhenti. Tidur sana Karin, selamat malam, selamat tidur. Semoga mimpiin aku ya," ujar Kei sambil tertawa
Dimatikanlah handphone oleh Karin.
Karin menghelakan nafasnya "huhh.... Kei nyebelin banget sih, senang yaa bikin orang penasaran," ujar Karin memanyunkan bibirnya
Bersambung
Senin, 15-April-2019
![](https://img.wattpad.com/cover/123982112-288-k169193.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pujangga Mentari
Roman pour AdolescentsBagaimana jadinya kalau cinta pertama kalian, disukai juga sama sahabat kalian? Memilih tetap berusaha dengan orang yang kamu cintai? Atau bahkan mengubur perasaan kamu demi sahabat? Mungkin menurut kalian ceritaku ini sudah tidak asing lagi. Tapi...