7

151 38 26
                                    

Wendy menepati persetujuannya untuk datang ke kelas memasak setelah pekerjaannya selesai. Masakan Chen tidak buruk juga.

Pujian dari yang sederhana sampai luar biasa ia layangkan pada Chen yang sibuk tertawa karena merasa reaksi Wendy berlebihan. Padahal masakannya pun dibantu oleh Seola.

“Apa kau lelah hari ini?” tanya Chen yang hanya diangguki oleh Wendy dengan lemas. Ia jadi tak enak hati kalau ingin mengajaknya bermain. “Ya sudah.”

“Tapi kalau kau mau membayariku pergi ke suatu tempat, aku mau-mau saja.” Chen menoleh padanya dengan raut menahan tawa, apa maksudnya Wendy coba? Memangnya niat Chen tercetak jelas sampai dia bisa mengatakan hal yang pas dengan keinginannya?

Chen menggeleng, memberi saran agar Wendy segera pulang dan istirahat.

“Kau benar-benar tak ingin membayariku, oppa?” tanya Wendy dengan mulut yang penuh makanan. Chen terkekeh dan menggeleng, bukan itu maksudnya. “Arraseo. Kalau begitu kenapa kita tidak jalan-jalan ke mall sebentar? Aku harus beli beberapa pakaian, kau tidak mau mengantarku?”

“Baiklah kalau itu maumu.”

Akhirnya Chen menyerah juga.















× ARC EN CIEL ×

Selagi Wendy asyik berbelanja, Chen mencari kesempatan untuk mengajaknya menonton. Beruntungnya baru dengar kata film saja, Wendy langsung berjingkrak kegirangan.

Film yang mereka tonton ber-genre romantis, bukan gaya Chen. Tapi Wendy merengek ingin menontonnya karena ia iri teman di kantornya selalu membicarakan betapa menyentuhnya film tersebut.

Tapi bersyukurlah pada Tuhan karena kebosanan Chen diangkat melalui tingkah Wendy yang selalu berkomentar di setiap adegannya. Chen bahkan harus membekap mulut Wendy beberapa saat agar dia berhenti mengoceh.

Ya ampun, kenapa bisa Wendy begitu menyenangkan seperti ini? Batin Chen.

“Do you love me?”

Do you love me?” goda Wendy terkikik pada Chen setelah meniru dialog tokoh yang ditontonnya. Matanya kembali fokus pada layar, tidak sadar bahwa Chen masih menatapnya dengan senyuman.

Maybe yes?”
















× ARC EN CIEL ×

Jam makan malam menjemput, Wendy mengutarakan pendapatnya soal film yang tadi ia tonton. Ternyata tidak sebagus yang diceritakan teman-temannya. Chen yang biasanya ikut menyahut hanya diam, dia memang akan mendapat porsi yang sedikit kalau mengobrol dengan perempuan tersebut.

Tak apa.

Ia senang melihatnya.

“Lainkali aku akan menonton film selain roman picisan seperti barusan,” katanya meletakkan sendok dan garpu di piring. Tangannya terangkat ke wajah Chen dan mengusap saus yang menempel di sudut bibirnya. Membuat lelaki tersebut langsung berhenti mengunyah bahkan tubuhnya terasa kaku saat itu juga. “nanti nonton yang horror saja bagaimana?”

Dan Wendy melakukan itu seakan tak terjadi apa-apa, mengabaikan degupan jantung Chen yang kian hari kian cepat kalau berurusan dengannya.

Chen mengangguk, ia menunjukkan senyum tipisnya saat kedua telinga lelaki itu sudah memerah. “Katakan saja padaku kalau makanku tak rapi.”

Wendy terkekeh, ia mengatupkan kedua tangannya dan meminta maaf. “Aku tak bisa memberitahumu karena sibuk bercerita. Maaf hehehe.”

Chen mengusak rambut Wendy, sudah tak bisa menahan perasaannya. Chen harus segera memastikan apakah itu cinta atau bukan. Lama-lama berurusan dengan Wendy tanpa kepastian begini, rugi untuknya.

Wendy bisa terus-terusan memompa hatinya tanpa dia sadari.

“Wendy.”

Hmm?” Wendy menatap Chen bingung.








“Boleh aku minta nomormu?” tanya Chen yang langsung diangguki oleh sang empu. Baiklah, seseorang tolong tahan jantung Chen agar tak meledak.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arc En CielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang