8

161 39 12
                                    

Hari keempat. Senyum Chen terus mengembang sampai orang-orang berpikir dia baru saja ketiban berkilo-kilo emas dari atas langit.

Padahal bukan itu alasannya.

Setelah Wendy memberinya nomor telpon, hubungan mereka menjadi lebih dekat dari tiga hari sebelumnya. Lewat bertukar pesan, mereka berbagi cerita dan pengalaman.

“Hai!” sapa Wendy sepulang kerja. Kelas hari ini memang dijadwalkan sore, biar hasilnya juga bisa dimakan untuk makan malam nanti. Menu hari ini hanya makanan rumahan. “Kau baik-baik saja, oppa?”

Semalam sebelum mereka pulang dari mall, Chen tak sengaja bertemu IU. Mantan kekasihnya ini terlihat kecewa karena Chen sudah membuka hatinya pada perempuan lain. Tercetak jelas dari kalimat palsunya yang selalu melemparkan ucapan selamat di saat jelas-jelas hubungan keduanya saja masih berteman.

Saat itu juga Chen bercerita lewat pesannya, bahwa dulunya mereka bisa berpisah karena IU menjalin hubungan dengan seorang aktor terkenal di Korea. Mereka terlibat cinta lokasi dan itu benar-benar memukulnya.

Wendy prihatin akan kisah cinta penyanyi ini, semalaman ia menghiburnya sampai Chen bisa kembali tersenyum sore ini.

I’m okay, maaf bercerita yang tak penting semalam.”

Wendy menepuk pundaknya sebagai bentuk bahwa ia tak apa akan hal tersebut. Teman ada untuk saling berbagi, kan? Bukan untuk membiarkan salah satunya memendam sakit sendirian.

“Daripada itu … kudengar besok kita akan membuat kue. Wuah, tak sabar!” pekiknya sambil bersiap-siap untuk memasak. Chen terkekeh sambil mengangguk, ia juga tak sabar karena menu besok akan berbeda.

Diam-diam sambil memperhatikan gerak-gerik Wendy beserta celotehannya, Chen berpikir betapa baiknya sosok perempuan di depannya ini. Kata-kata penyemangat yang diberikannya membuat Chen kembali bangkit dari asumsi buruknya soal cinta.

Tanpa sadar senyum dan tawa Wendy menjadi rasa nyamannya. Salahkah jika Chen jatuh cinta di hari keempatnya bertemu dengan sang empu? Mereka memang baru bertemu sebentar, tapi rasanya perasaan Chen tak bisa menunggu lebih lama untuk mendapatkan perempuan itu.

Orang sepertinya jarang kita temui di zaman sekarang. Sebagai lelaki, benaknya berkata bahwa Wendy adalah orang yang tepat untuk dijadikannya sebagai pendamping.

Hayo, jangan melamun!” ledek Wendy sambil menunjuk wajah Chen dan tergelak. Entah humornya yang rendah atau memang karakternya yang ceria, dia tertawa begitu saja tanpa beban. Seakan-akan hidupnya tak pernah diberikan kesusahan oleh yang Kuasa.

Chen salah tingkah, duh, bagaimana ini? Wendy membuatnya nyaris hilang akal dari hari ke hari.

“Nanti malam mau aku antar pulang? Sekalian melihat editan video yang kubuat,” kata Chen memakai apronnya.

Cover lagu? Hhhh~ sayang sekali tak bisa. Aku harus pergi ke suatu tempat setelah ini,” keluhnya cemberut. Lucu sekali, pipinya menggembung otomatis. Chen jadi gemas sendiri, kan?

“Mau aku antar?” tawar Chen, berharap Wendy akan menerimanya. Sayang sekali sebuah gelengan menjadi jawabannya.

Wendy bilang, “Urusan yang cukup penting bersama orang yang penting juga.”

Chen mengangguk mengerti, tak bisa ia elak bahwa Wendy juga punya kesibukan dan privasi sendiri. Dia tak bisa mengorek terlalu jauh soal urusannya meskipun mereka sudah berteman.

Nanti sajalah, kalau mereka sudah resmi punya hubungan lebih dari teman. Chen bisa dengan leluasa bertanya banyak hal padanya, begitu pikirnya.

“Duh … apa yang aku pikirkan?” gerutu Chen.



Happy #7YEARSWITHEXO yaaa♥

Arc En CielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang