13

211 37 20
                                    

Ini kali keduanya Chen mendapatkan cupcake dari Wendy. Apa artinya? Bukankah Wendy pernah mengatakan bahwa dia akan menyerahkan masakan enak miliknya untuk orang yang dia suka?

Jadi ini maksudnya …?

“Sepertinya hari ini aku tak bisa pergi denganmu. Maaf! Aku membatalkan dengan sangat mendadak!” kata Wendy mengatupkan kedua tangannya sebagai permohonan maaf. Chen langsung tersadar dari lamunan dan kaget.

“Loh? Kenapa?” tanyanya bingung. Wendy sekarang sibuk mengobrak-abrik isi tasnya dan mengeluarkan sesuatu dengan wajah bahagia. “Apa … ini?”

“Undangan pernikahanku!”

DEG!

“Akhir-akhir ini aku sibuk karena sedang menyiapkan banyak hal untuk resepsi. Huft! Sampai sekarang aku tak menyangka bosku sendiri akan menjadi suamiku kelak,” katanya meluncur dengan begitu mulus dari mulut. “ini juga kelas terakhirku. Aku sudah belajar banyak sampai kemampuan memasakku diacungi jempol. Kurasa aku bisa menjadi istri yang baik nantinya, kan?”

Chen tak menyahut, dia masih terlalu kaget dengan yang barusan Wendy katakan.

“Maaf membuat yang green tea, kalau tak suka jangan dimakan. Bosku suka rasa itu jadi aku membuatnya.”

“Oh, iya. Tak apa.” Chen berujar pelan dengan perasaan yang remuk. Kombinasi menyedihkan untuk dirinya yang baru saja merasakan debaran indah luar biasa. Tuhan memang paling bisa membolak-balikkan hati seseorang.

“Aku pergi duluan, ya! Maaf karena membatalkannya! Bosku sudah menjemput di sana!” Wendy menunjuk seseorang di ambang pintu yang sedang tersenyum padanya. Berikutnya Wendy menepuk pundak Chen dan pamitan. “Bye, oppa!”

Keceriannya tak luntur sejak hari pertama sampai hari terakhir, Chen akui dia masih menyukai karakter tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keceriannya tak luntur sejak hari pertama sampai hari terakhir, Chen akui dia masih menyukai karakter tersebut. Yang berbeda hanya hatinya, rasa suka itu seakan menguap dan ditarik paksa dari hatinya.

Chen menyandarkan dirinya di pantry, menyimpan kue pemberian Wendy dan menatapnya datar. Tiba-tiba ia terkekeh dalam diam, menertawakan dirinya sendiri yang terasa konyol. Dia terlalu gegabah untuk mencoba mengungkapkan perasaan tanpa mengenal Wendy lebih dalam.

“Kenapa aku tak bertanya soal statusnya dulu?” tanyanya miris. Chen mendongak, melihat Wendy dari jendela di dekat pintu kelas. Tawanya tercetak jelas apalagi ketika kekasihnya mengusap kepala gadis tersebut dengan gemas.

“Ayo masuk! Nanti kalau hujan lagi rencana kita bisa gagal!” seru Wendy samar-samar di luar sana. Memang saat mereka memasak tadi, hujan sempat mengguyur walau matahari kini menampakkan dirinya lagi.

Chen berjalan ke arah jendela di dekat pintu, mendudukkan dirinya di pantry depan dan tersenyum tipis. Hatinya kecewa, tapi mau bagaimana lagi? Ini juga memang salahnya. Mendapatkan waktu yang tak tepat untuk kembali jatuh cinta.

Umpamamu adalah pelangi …” gumamnya menyipitkan mata ketika melihat ada warna di langit sana walau sudah cukup memudar. “… hanya itu yang aku pikirkan saat kita menghabiskan waktu selama seminggu ini.”

Ya. Wendy baginya seperti pelangi di atas sana. Begitu menyenangkan dan penuh warna, membaginya tanpa mengharap balasan yang sudah lama berdiam di titik jenuh. Warna abu melingkupi kehidupannya sebelum Wendy datang.

Satu minggu mereka habiskan dan menciptakan banyak kenangan. Wendy memberikannya banyak olahraga jantung tanpa ampun, mungkin hanya mengingatkannya saja supaya tak lupa bahwa organ itu masih bisa bekerja dengan baik.

Chen masih bisa jatuh cinta.

Arc en ciel …” gumamnya sekali lagi setelah warna di langit sana menghilang, pelangi pergi di hari Minggu ini.

Arc En CielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang