14 [THE END]

186 36 12
                                    

TUK!

Chen menoleh, menemukan Seola dengan tubuh tegangnya. Kedua tangannya bersembunyi di belakang dan senyumnya terukir tipis ketika Chen membalas tatapannya.

“Kenapa?” tanya Chen kurang berselera, tapi ia tetap ramah pada kehadiran Seola.

“Hanya ingin memberikan ini …” jawab Seola menyerahkan satu cupcake buatannya. Chen melihat kue dan Seola secara bergantian, sedikit bingung mencari alasannya. “… oppa bilang kue hasil kerja keras boleh diberikan pada seseorang, kan?”

Wajah Seola bersemu, ia menundukkan wajahnya karena malu terlalu lama bertatapan dengan Chen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wajah Seola bersemu, ia menundukkan wajahnya karena malu terlalu lama bertatapan dengan Chen.

“Aku tahu oppa menyukai Wendy, aku tahu tatapanmu hanya tertuju padanya, aku juga tahu cupcake di pantry punyamu mau diberikan ke perempuan itu. Aku sungguh tidak apa-apa akan hal itu, yang jelas sekarang aku ingin memberikan ini.”

Kalau mendengar dari penjelasannya saja, Chen sekarang paham maksud cupcake pemberian Seola untuknya. Jujur, dia tidak sadar bahkan tidak tahu kalau Seola yang sebenarnya tidak dekat dengan Chen bisa menaruh hati padanya.

Jika diingat, mereka hanya mengobrol sesekali itupun bukan bahasan penting. Chen menganggapnya sama seperti murid lain minus Wendy. Tapi ternyata Seola tidak demikian, dia menyukai Chen sejak pertama bertemu.

“Aku penggemarmu juga, sama seperti Wendy. Kau bisa menganggap cupcake milikku hadiah dari penggemar pada idolanya.” Chen masih tak memberikan respons pada ucapan Seola, matanya masih lekat menatap wajah tersipu milik temannya ini.

Wendy, pelangi Chen selama seminggu di kelas memasak yang memberinya banyak warna baru serta kebahagiaan. Pada akhirnya dia pergi dengan menyisakan kenangannya saja. Kenangan tersebut sempat membuatnya buta bahwa ada orang lain yang memperhatikan dan menyukainya secara diam-diam.

Seola, dialah orang itu.

Bohong namanya kalau Chen tak patah hati karena kepergiaan sang pelangi, tapi ia juga bersyukur karena Tuhan langsung mengirimkan obatnya.

Tangan Chen terulur mengambil cupcake tersebut dan tersenyum, tangannya yang lain menepuk kepala Seola sebanyak dua kali sambil berkata, “Terima kasih. Pasti kumakan.”

Seola mengangguk sambil tersenyum, dengan gestur gugupnya dia segera berbalik untuk bersiap pulang. Kalau saja Chen tak menghentikannya dengan menarik tangan perempuan tersebut.

“Mau menemaniku menghadiri undangan seseorang?” tanya Chen membuatnya menoleh bingung. “Mungkin sekalian bernyanyi bersama di sana. Aku yakin suaramu bagus jika nyanyi bersamaku.”

Wajah Seola makin merah, dia menatap Chen tak percaya walau sebuah anggukan ia lakukan sebagai jawaban ajakannya. Chen mengangguk juga dan berdiri, menghampiri pantry dan membereskan barang-barangnya.

Sesekali diliriknya Seola yang sibuk salah tingkah, lantas bibirnya tertarik untuk terkekeh.

“Mungkin Tuhan hanya ingin aku untuk tidak buru-buru,” gumamnya memasukkan undangan dari Wendy ke dalam tas. Lagi, dia melirik Seola sebentar. “apa orang itu Seola?”

Seakan punya insting namanya dipanggil, Seola mendongak dan menatap Chen malu. Acara tatap-tatapan mereka membuat lelaki tersebut mulai berpikir bahwa Seola mungkin tidak akan seperti Wendy si pelangi yang menemaninya selama seminggu ini. Tidak akan indah walau sebentar, itupun jika ia ingin mencobanya.

“Mau kuantar pulang?” tawarnya sukses membuat Seola mati kutu di tempat. “Mungkin kita juga bisa berteman dekat dengan mengobrol bersama di dalam mobil.”

“Boleh!” sahut Seola senang. Chen tersenyum mendapati jawabannya, meyakinkan diri bahwa inilah lembaran baru yang sebenarnya. Wendy hanya pembuka untuk supaya hatinya kuat jatuh cinta.















Arc en Ciel officially end.

Arc En CielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang