Setelah menyanyi, Chen mengajak Wendy untuk makan malam bersama. Kebetulan dia mau tentunya setelah izin pada orang tuanya.
“Kau bekerja?” tanya Chen setelah keluar dari mobilnya.
“Emm, aku sebenarnya seorang sekretaris di salah satu perusahaan. Beruntungnya aku belajar dengan giat dulu, jadinya bisa mendapatkan posisi yang bagus.” Chen mengangguk, ia menduga-duga sepintar apa perempuan ini.
Sebenarnya makan di café yang begitu sederhana memang keinginannya, Wendy sendiri tidak menolak. Dia tipe orang yang sederhana dan Chen bersyukur akan hal itu.
Selagi menunggu makan, Wendy berceloteh semaunya dengan semangat. Matanya sangat berbinar dan keceriaannya itu tertular ke Chen yang sudah susah untuk menahan senyumnya. Dia sampai heran, Wendy punya energi darimana setelah seharian ini banyak kegiatan?
“Oh, maaf! Sepertinya aku terlalu banyak bicara,” ujarnya ketika makanan datang. Raut malu-malunya menjadi kelucuan tersendiri dari kacamata Chen yang memang selalu fokus pada lawan bicaranya.
“Santai saja. Ceritamu juga menyenangkan, tapi aku sarankan kalau makan kau kurangi, ya …” Wendy terkikik, dia mengangguk setuju dengan ucapan Chen.
“Habisanya kapan lagi ‘kan aku bisa seperti sekarang? Pekerjaanku ini menuntut banyak waktu, menjadi sekretaris harus selalu siap siaga untuk bosnya. Melelahkan!” keluhnya sambil memotong daging sapi. “Tapi aku harus tetap semangat! Demi menyenangkan hati orang tua, yah minimal tidak meminta uang lagi pada mereka.”
Chen setuju, ia suka pikiran dan semangat Wendy yang maju ini. Benar-benar tipe perempuan yang akan mendorong siapapun di sekitarnya.
“Kalau dipikir lucu juga, ya,” celetuk Chen tiba-tiba sambil mengunyah makanannya. Wendy menggumam pelan sambil dengan mulutnya yang sibuk merasakan makanan. “kita baru kenal dua hari, tapi sudah seperti kenal satu tahun.”
Wendy terkekeh, ia mengangguk setuju. Tapi memang biasanya dia seperti ini sih, akrab dengan siapapun. Dan beruntungnya kalau dia bertemu orang seperti Chen yang ramah, maka tidak akan ada istilah canggung berkepanjangan.
Malam hangat tercipta di antara keduanya, rasa nyaman menjadi penghubung kedekatan mereka. Sampai tak terasa malam makin larut dan Chen harus mengantarkan Wendy untuk segera pulang.
“Wendy-ya,” panggil Chen ketika mereka masuk ke mobilnya. “apa yang kau pikirkan saat bertemu denganku?”
Wendy terdiam sebentar untuk berpikir, selanjutnya ia tersenyum dan menjawab, “Daebak! Aku bertemu idolaku!”
Tidak, dia tidak berpikiran bahwa Chen adalah public figure yang bisa ia jadikan teman sejak pertemuan pertamanya. Berharap bisa kecipratan ketenaran atau menyombongkan diri ke teman-temannya. Wendy murni seakan bertemu dengan idolanya yang akan menjadi teman sekelasnya di tempat memasak.
Sekali lagi, Chen bersyukur hari ini.
“Besok pasti ada menu baru, kalau masakanku sukses …” ucap Chen merebut perhatian Wendy yang sibuk memperhatikan jalan. “… aku akan memberikannya padamu.”
“Benarkah?! Wuah! Aku akan menantikannya!” seru Wendy senang. “Tapi jangan racuni aku.”
Dan Chen hanya bisa tergelak seperti biasa. Wendy benar-benar sudah membuat mood Chen membaik dua hari ini, ia berterimakasih pada Tuhan karena bisa dipertemukan orang sepertinya.
× ARC EN CIEL ×
Hari ketiga, Chen datang ke kelas masak terlalu pagi. Pikirnya sih tak apa, Wendy biasanya akan datang lebih pagi darinya dan membuka kelas. Sayangnya hari ini ia salah, gadis itu sedang menunggu di depan pintu sambil memperhatikan daun berguguran.
Sederhana … tapi cantik sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arc En Ciel
Fanfiction[FICLET] [SONGFIC] [EXO 04] Umpamamu adalah pelangi. Hanya itu yang aku pikirkan saat kita menghabiskan waktu selama seminggu ini. - Kim Jongdae.