No Mulmed
***
"Kala lelah telah datang, tempat terbaik hanyalah pulang."
***
"Waktu mengerjakan habis. Silahkan kumpulkan pekerjaan kalian." ucapan guru pengawas membuat Dhea panik. Tiga soal belum ia isi, namun kertas jawabannya sudah ditarik oleh teman sebangkunya lalu ia kumpulkan dengan wajah tak berdosa. Dhea hanya bisa menghela napas dan berharap semoga nilainya sesuai ekspektasi.
"Akhirnya.... Selesai juga UTS," Vania bersorak. "Yuk pulang Dhe," ajak Vania.
"Lo duluan aja, gue harus piket." jawab Dhea.
"Oh, yaudah. Sampai ketemu Senin," Vania perlahan menghilang dari penglihatan Dhea seiring langkahnya yang mulai menjauh.
Dhea menghela napas berat lalu mulai mengambil sapu di belakang kelas. Ia menyapu ruang kelasnya sendirian.
Di ambang pintu kelas, tiba-tiba Dhea merasa sebuah cairan merah mengalir dari hidungnya hingga menetes ke tangannya yang memegang sapu. Dhea berpegangan pada bingkai pintu sambil menutupi hidungnya. Ia merasa sekelilingnya berputar-putar, pandangannya mengabur, dan kegelapan mulai menghampirinya. Dan pada saat ia akan jatuh, tangan seseorang lebih dulu menahannya.
"Kak Rio," gumam Dhea hingga sepenuhnya terlihat gelap.
***
"Terimakasih karena sudah mengantar Dhea pulang ya," ucap Rani."Iya tante, semoga Dhea baik-baik saja. Saya izin permisi, masih banyak tugas."
"Oh iya, sekali lagi terimakasih ya." Rani menutup pagar setelah Angga memasuki mobilnya lalu melaju meninggalkan rumah Dhea. Ya, yang tadi menahan tubuh Dhea adalah Angga, ia juga yang membersihkan noda darah dari hidung Dhea dan mengantarnya pulang.
Rani masuk ke kamar Dhea lalu menyelimuti Dhea hingga sebatas perutnya. Ditatapnya wajah Dhea yang semakin tirus dengan kantung mata yang menghitam. Rani mengoleskan minyak aromaterapi di pelipis Dhea.
Dhea membuka matanya saat mencium bau minyak aromaterapi yang menyengat hidungnya. Saat Dhea membuka mata, buru-buru Rani berdiri untuk meninggalkan Dhea.
"Mama," panggil Dhea dengan suara tercekat. Ia berusaha untuk menggapai lengan Rani namun tak sampai. Rani lebih dulu keluar dari kamarnya meninggalkan Dhea sendiri tak peduli jika Dhea sedang membutuhkanya, ia membiarkan ego dan rasa kecewa kini lebih mendominasi. Kali ini air mata Dhea tak dapat ia tahan lagi. Ia kembali menangis. Tangisan yang menyayat hati siapapun yang mendengarnya.
***
Hari Minggu, seperti biasanya, Angga menemani Nayla hanya sekedar untuk jalan-jalan. Dan kali ini mereka berdua memilih untuk pergi ke salah satu tempat wisata di puncak hanya untuk menikmati sunrise dan sunset.Auto nyanyi lagu jipren sunrise, jeogi heya heya.. Ok abaikan :v
"Angga, ayo naik!" ajak Nayla semangat.
"Angga foto dulu ih,"
"Angga kesana yuk!"
"Angga Nayla laper,"
"Angga ayo main lagi."
"Angga daritadi kok ngelamun terus sih?" tanya Nayla curiga.
"Eh, iya? Kenapa? Mau ice cream?" Angga tersadar dari lamunannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DheAnggara
Teen FictionAku hanyalah tameng pelindung dari masa lalumu. Aku bukan rasamu, apalagi cintamu. Aku bukan prioritasmu. Aku asing bagimu. Tapi kau terus membuatku memupuk sejuta harapan, Membangun sejuta perasaan. Walau ternyata sikapmu, perkataanmu, semuanya han...