Bagian Lima

3.2K 148 4
                                    

“Entah kenapa, dia mulai memenuhi pikiranku sampai menjadi uring-uringan seperti ini.”

🍁

Tok tok tok

Seorang lelaki setengah baya tersadar dari lamunannya, saat ketukan pintu berdengung di setiap sudut ruangan itu. Dengan langkah yang seperti diperlambat, ia membuka pintu  berwarna putih gading itu.

 “Mama?”

 “Kamu belum tidur, Nak?” Dewi langsung masuk saat anaknya—Karlos—menyingkir dari pintu.

 “Belum,” sahutnya singkat.

Dewi beralih duduk di sofa beludru berwarna hitam di sudut ruangan. Matanya menangkap berbagai piagam penghargaan milik anaknya Karlos.

Karlos Adityo Purnomo, siapa yang tidak mengenal pria yang memasuki usia kepala empat itu. Salah-satu pengusaha yang termasuk jajaran orang berpengaruh di negeri ini.

Dengan perusahaan yang berkembang di beberapa sektor, membuat kekayaan Karlos tak akan habis sampai tujuh turunan. Namun, sayangnya kehidupan Karlos tak seindah perjalanan kariernya.

Kepergian Sahanaya rembulan—sang istri—enam belas tahun yang lalu, membuat Karlos menjadi seorang yang dingin dan tak tersentuh. Seperti saat ini contohnya, bahkan dengan sang ibu sendiri dia bersifat demikian.

 “Apa kamu mau lembur?” Dewi masih berusaha menghadapi sifat dingin putranya.

 “Belum, tau. Meskipun enggak lembur, Karlos tetap enggak bisa tidur.”

Lelaki itu masih berdiri di depan sebuah frame foto besar, pandangannya tak sekalipun teralihkah dari frame foto itu. Siapa lagi yang mengisi foto itu jika bukan Naya, mendiang istrinya yang tak akan tergantikan oleh siapa pun.

 “O, ya, mama denger sekolah Purnama bakalan ikut Olimpiade sains se-Jakarta. Apa itu benar?” Dewi masih saja membuka percakapan. Mengajak putranya untuk berkomunikasi.

 “Iya, kayak tahun-tahun sebelumnya juga.”

 “Mama denger, kalo perwakilan kali ini seorang siswi. Dan siswi itu berasal dari kelas buangan, sangat menarik, kan?” tukas Dewi. Dia tahu dari informan kepercayaan di sekolah.

 Karlos mengernyit, dengan alis yang bertautan dia menoleh pada sang mama. “Kelas buangan? Bukannya di sana rata-rata anak nakal dan bermasalah?” Karlos mulai tertarik dengan pembicaraan Dewi. Bahkan dia rela mengalihkan pandangannya dan berpusat pada wanita itu.

 “Itu dia yang masih mama pikirkan, apa sekarang tidak ada lagi kelas buangan?”

 “Tidak, kelas buangan masih ada. Kemarin Karlos baru aja rapat dengan kepala sekolah, dan dia tidak menyinggung soal ditiadakannya kelas buangan,” ujar Karlos. Dia sendiri bingung dengan ungkapan sang mama.

Driieet...

Dewi terkesiap saat merasakan getaran di tangannya yang berasal dari ponsel. Sebuah pesan masuk dari seorang informan kepercayaan di Purnama’s high school.

 “Kenapa, Ma?”

 “Hah?” Dewi tersentak, “enggak kenapa-napa kok, kalo gitu mama mau tidur dulu ya?”

Karlos memperhatikan sang mama yang berperilaku aneh. Setelah mendapatkan pesan dari seseorang yang entah siapa, wajahnya langsung berubah dengan kontras.

Lelaki itu menggelengkan kepalanya, dia berpikir mungkin sang mama mempunyai urusan dengan temannya. Kini, atensinya kembali teralih pada frame foto di depannya.

Kisah Shila [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang