Bagian Sepuluh

3.1K 133 2
                                    

“Kata orang, kita harus punya keberanian yang cukup untuk memulai sebuah perjuangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kata orang, kita harus punya keberanian yang cukup untuk memulai sebuah perjuangan.”

🍁

“Oma sama sekali tidak tau mengenai hal itu.” Dewi tampak terkejut mendengar cerita Shila. Wanita itu berpikir keras sampai membuat kembali buka suara.

 “Tapi ... itulah yang terjadi oma, yang kaya diperlakukan istimewa sementara yang miskin tak pernah di anggap.”

 “Sungguh, oma benar-benar tidak tahu soal masalah ini, Sayang. Begitu juga dengan Karlos, karena tujuan kami mendirikan sekolah itu untuk anak-anak miskin yang putus sekolah,” ujar Dewi yang masih tampak tak percaya.

 

“Berarti kita harus menyelidiki masalah ini, Oma. Shila yakin kalo ada pihak ketiga yang memanipulasi peraturan.” Shila semakin berambisi untuk menguak kasus ini.

 “Tenang Shila, masalah ini biar oma dan Karlos yang atasi. Jika nanti tidak memungkinkan, baru kita cari cara lain untuk menjebak mereka.” Dewi mengusap pelan bahu Shila untuk menenangkannya.

 “Makasih oma.” Shila memeluk Dewi, karena telah memberinya dukungan. Ia juga senang saat Shila mengkritik sekolahnya, Dewi dengan baik menerimanya. Inilah yang membuat Shila sangat mengagumi Dewi. Sosok panutannya.

"Woi! Shila."

"Hah? Apa?" Shila terkejut, langsung menoleh ke arah Eonni yang kini menatapnya bingung.

"Lo kenapa bengong, sih?"

Shila meringis di tempatnya, dia hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal sebagai jawaban. Dia tidak bisa menceritakan tentang pembicaraannya semalam bersama Dewi. Hipotensinya belum diteliti lagi, bisa saja salah dan akan berakibat fatal jika di ceritakan. Apalagi pada Eonni, mulut gadis itu suka keceplosan.

 “Enggak,” sahutnya saat Eonni menatapnya penuh selidik.

 “Eh, kalian jangan berisik dong. Di kasih jam kosong malah ngelunjak, Woi Joey! Lo ngapain dah lari-lari kayak bocah.” Rinal selaku ketua kelas harus berkali-kali menegur temannya. Keadaan kelas yang kosong, membuatnya mendapatkan tugas mengawasi bocah-bocah yang menjelma menjadi temannya.

 “Guys! Entar pas istirahat, kalian ikut gue kantin, ya?” seru Shila saat ingat janjinya dengan Dava kemarin.

 “Ngapain?” tanya Joey yang pertama kali mendengar hal itu.

 “Ada deh pokoknya,” ujar Shila mengibas tangan ke udara. Sengaja membuat teman-temannya penasaran.

 “Mau bayarin kita-kita, ya?” Rindu, gadis itu langsung mencolek lengan Shila untuk menggodanya.

 “Kalo gratis aja, paling cepat,” cibir gadis itu dengan nada bercanda. Untung saja teman-temannya ini tidak sensitif dan mudah tersinggung hanya karena ucapannya.

Kisah Shila [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang