"Terkadang, kita harus menutup telinga untuk mendapatkan hidup yang lebih tenang."
🍁
Gadis yang memakai hoodie warna kuning bermotif minions itu, duduk depan meja belajar dengan mata fokus pada laptop. Meskipun jam sudah menunjuk pukul 10 malam, tetapi matanya sangat sulit untuk tertutup.Sudah tiga malam seperti itu, tampaknya Shila masih belum nyaman dengan tempat baru ini. Untuk itu, dia memutuskan untuk mencari tahu tentang beasiswa di universitas Cambridge.
Meskipun keluarganya kaya raya dan sanggup membiayai semuanya, Shila tetap saja sangat ambisius untuk mengejar beasiswanya. Ada kebanggaan tersendiri untuknya jika berhasil masuk dengan usahanya sendiri.
Tin .. tin...
Fokusnya teralihkan saat mendengar klakson dari luar mansion. Gadis itu pun berlari kecil menuju jendela di kamarnya. Mengintip lewat celah gorden untuk melihat siapa yang datang.
"Papa?" Beo-nya.
Shila baru ingat jika sang papa tidak ada di rumah sejak kepindahannya kemari. Entah mengapa, gadis itu merasa tidak enak. Dia sempat berpikir jika kedatangannya pasti mengusik kehidupan pria yang dipanggilnya papa itu.
Namun, kakinya tetap melangkah keluar dari kamar. Meskipun dia merasa bersalah, gadis itu tetap ingin menyapa Karlos. Setidaknya pria itu sadar jika anaknya telah kembali.
"Assalamualaikum, Ma."
Shila berdiri diujung tangga, sengaja tidak menaiki lift agar tidak berpapasan langsung dengan sang papa.
"Waalaikumussalam. Kamu ke mana aja?" tanya Bu Dewi setengah menghakimi kelakuan sang anak.
"Ma, Karlos capek, pengen istirahat."
Bu Dewi mendengus, "kamu seharusnya malu sama putri kamu sendiri, Karlos. Dia masih kecil, tapi sifatnya lebih dewasa dari pada kamu," cecar wanita itu.
"Ma," tegur Karlos lagi. Dia merasa sangat lelah, tak tentu tak ingin menjadikan sang mama pelampiasannya.
"Karlos enggak minta bawa dia kemari."
"Karlos, dia anak kamu, darah daging kamu!" cecar sang mama.
"Keputusan Karlos enggak bisa diganggu gugat. Selamat malam."
"Karlos ... Mama kecewa sama kamu," kata Bu Dewi setengah berbisik.
Karlos yang sudah membelakangi sang mama hanya menatap lurus ke depan. Sementara Bu Dewi masih menatap punggungnya dengan sorot kekecewaan. Mereka tak sadar, jika ada Shila diantara mereka, mendengarkan semua itu. Rasanya sakit sekali saat mendengar bahwa sang papa tidak mau mengakuinya sebagai anak.
Gadis itu kembali menaiki anak tangga, satu persatu dengan langkah yang berat. Shila merasa jika keputusannya untuk kembali ke sini adalah salah. Dia bukan hanya menyakiti dirinya sendiri, tetapi juga mengusik kehidupan papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Shila [TAMAT]
أدب المراهقينIni tentang perjuangan Shila, seorang remaja SMA yang hidup di panti asuhan. Ia harus berjuang untuk masa depannya yang ingin melanjutkan pendidikan ke universitas Cambridge. Selain itu, dia juga harus memperjuangkan haknya dan teman-teman lain di s...