Empat

43 9 1
                                    

Flashback on

💫💫💫

Di hari ketiga mereka berteman, Sisil selalu menghabiskan waktu seharinya hanya untuk bermain dengan Asyel. Bahkan Asyel pernah menyuruhnya pulang karena hari sudah larut, tapi Sisil merengek ingin menginap di rumah Asyel. Orang tua Asyel mengijinkan, tapi Ibu Sisil tiba-tiba datang ke kediaman keluarga Asyel, dan menjeput Sisil untuk pulang.

Sisil terus menangis sepanjang jalan. Ia ingin terus bersama Asyel, karena Asyel adalah teman satu-satunya, dan jika ia berpisah dari Asyel sedetik saja, ia akan merasa kehilangan temannya itu.

Matahari sudah menampakan sinar terangnya. Sisil terbangun sangat pagi. Dengan semangat dia mandi, dan setelahnya tanpa sarapan dia langsung ngacir keluar dari rumahnya.

"BUNDA!!! SISIL MAIN SAMA KAK ACEL!!"

Sekarang Sisil sudah stand by bertengger pada gerbang rumah Asyel. Ia terus melirik ke arah dalam, berharap seseorang yang dia tunggu keluar dari balik pintu. Sesekali dia menggoyangkan rambut ekor kudanya untuk menghilangkan kebosanan karena menunggu.

Masih memantau, tidak lama Sisil tersenyum kala melihat Asyel keluar kemudian berjalan menuju lapangan kecil samping rumahnya.

"KAK ACEL...."

Asyel menoleh ke sumber suara, sontak dia terkejut melihat Sisil berdiri di luar gerbang rumahnya.

"BUKAIN!"

Dengan segera Asyel berjalan menuju gerbang, lalu membukanya dan membiarkan Sisil masuk.

"Masih pagi Sil," ucap Asyel menatap Sisil datar.

"Tapi Sisil kangen," Sisil antusias memeluk Asyel, "Sisil mau main sama Kak Acel." dia mendongak menatap wajah Asyel dari atas.

Tiba-tiba bibir Asyel tertarik ke atas membentuk senyuman. Hanya dengan melihat Sisil bermanja dengannya mampu membuat hati Asyel bahagia.

"Kak Asyel mau main basket. Sisil mau ikutan?" tanya Asyel mengusap rambut atas Sisil.

Sisil tersenyum lebar, kemudian mengangguk antusias. Dia melepaskan pelukannya, berganti menggenggam tangan Asyel. "Ayo kak!"

💫💫💫

"Kak Acel,bSisil nggak bisa?!" Sisil mecebikan bibir ke bawah, mebiarkan bola basket menggelinding menjauhinya.

Asyel menatap Sisil sambil tersenyum tipis, "belajar Sil."

Sisil kembali berusaha terus- menerus mendribbling bola basket, tapi hasilnya meleset, jadilah Sisil menggiring angin.

Sudah 25 kali percobaan, tetapi tetap saja Sisil selalu gagal. Sedangkan Asyel, dia sudah berkali-kali memasukan bola ke dalam ring.

Sisil kesel!

Dugh!

Sisil tersandung saat dia sedang mengejar bola basket. Alhasil, dia jatuh ke tanah aspal lapangan rumah Asyel.

"Kak Acel..." ucap Sisil terdengar parau.

Asyel menoleh kemudian mendelikan matanya. Dia berlari menghampiri Sisil. Asyel meneliti setiap kaki putih Sisil, dan dia melihat ada luka sedikit menganga pada lutut kiri gadis itu.

"Hiks! Sakit hiks! Uaaaahhh!" Sisil menangis kejer. Dia meraung-raung dalam pelukan Asyel.

Asyel yang melihat Sisil pun merasa iba. Dia melepaskan pelukan Sisil, lalu berjongkok sambil menyuruh gadis itu naik ke pundaknya.

Sisil berusaha berdiri, namun terjatuh lagi karena lututnya terlalu sakit untuk digerakan. Akhirnya Asyel menyuruh Sisil untuk mengangkang. Saat punggung Asyel sudah di depan Sisil, dia mengambil tangan Sisil untuk mencengkram bahunya. Asyel mengangkat Sisil dengan hati-hati, ia berjalan menuju rumahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AsyelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang