22. Family

5.9K 883 75
                                    

2 September 1997

Hari ini Jeno mengajak Jiyoon bertemu dengan keluarganya secara langsung.

Jiyoon gugup pastinya.

"Sudah, nggak apa-apa," ucap Jeno menenangkan gadisnya.

Niat Jeno membawa gadis itu ke rumah hari ini karena ia ingin berdiskusi mengenai pernikahan dengan keluarganya.

Jeno memarkirkan mobilnya kemudian menggandeng Jiyoon masuk ke dalam rumahnya yang bisa dibilang cukup mewah.

Disana keluarga Lee sudah berkumpul.

Menatap Jiyoon dari atas kepala hingga ujung kaki.

"Ini Park Jiyoon," ucap Jeno.

Ayah Jiyoon tersenyum ramah, "halo Nak, selamat datang."

Mereka semua berkumpul di meja makan karena memang ini acara makan keluarga.

"Jadi, sudah berapa lama pacaran?" tanya Papa Jeno.

"Setengah tahun lebih Pa. Tapi kenalnya sudah dari SMA dulu," jelas Jeno.

"Pendekatan lama amat sih Jen," ledek Papa Jeno.

Mereka kemudian melanjutkan makan dalam diam.

"Jiyoon lulusan apa?" tanya Mama Jeno tiba-tiba.

"SMA, Tante," jawab Jiyoon ragu.

Mama Jeno membelalak, kemudian merubah pandangannya menjadi seolah merendahkan Jiyoon.

Jeno yang merasa tidak enak cuma bisa.menangkan Jiyoon agar tidak berpikir aneh-aneh.

"Iya SMA Ma. Sebenarnya dulu dia dapat beasiswa di Oxford, tapi dia tolak demi adiknya," ucap Jeno.

"Tidak peduli mau sebenarnya dapat beasiswa atau tidak. Kamu gila Jeno? Kamu itu calon penerus perusahaan besar, masa istri kamu lulusan SMA?" celetuk Nenek Jeno.

Jiyoon menunduk, ia sudah menduga hal ini mungkin saja terjadi.

"Mama nggak kasih kamu restu," ucap Mama Jeno kemudian meninggalkan ruang makan diikuti Nenek Jeno.

"Tidak apa Jeno. Nanti dia perlahan mengerti, jalankan saja pernikahanmu," saran sang ayah.

Jiyoon menggeleng, "tandanya Jeno melawan."

"Terus kamu mau gimana Yoon? Mama aku bisa berubah kok keputusannya," ucap Jeno.

Papa Jeno meninggalkan ruang makan dengan tujuan memberikan ruang untuk Jeno dan Jiyoon berbincang.

"Ucapan dia ada benarnya Jeno. Aku cuma lulusan SMA, aku nggak pantas buat kamu," ucap Jiyoon dengan mata berkaca-kaca.

"Sudah ku bilang keputusannya bisa berubah."

"Kamu tidak lihat? Nggak cuma Mama kamu, tapi Nenek kamu juga. Mereka menentang keras Jeno, dari tatapan saja sudah terlihat," ucap Jiyoon.

"Tapi Yoon—"

"Jangan melawan Jeno. Ketika orang tua melarang maka jangan kamu lakukan, karena itu bakal buruk untukmu." Jiyoon tersenyum, "masa depanmu akan jauh lebih baik. Kamu akan lebih bahagia bersama yang lain Jeno."

Jeno menghela napasnya, "kasih aku 1 tahun oke? Aku akan buat Mama merestui kita."

Setelah berdebat cukup lama akhirnya Jiyoon mengangguk tanda setuju.

Jeno mengantarkan gadisnya pulang. Diperjalanan hingga sampai mereka hening, tidak berniat membuka percakapan sama sekali.

"Makasih," ucap Jiyoon singkat sebelum masuk ke rumahnya.

Jisung belum pulang. Sekarang malam minggu, sudah pasti adiknya pergi bersama Alicia yang kemarin datang ke Korea.

Jiyoon menangis di kamarnya. Meremat boneka panda miliknya.

"Seburuk itu kah aku?"

"Kenapa mereka merendahkan aku separah itu hanya karena aku lulusan SMA?"

"Apa aku memang tidak pantas untuk Jeno?"

Kala dia menangis, bisikan-bisikan terdengar olehnya.

Bisikan yang selalu datang kala ia merasa down.

"Emang kamu siapa?"

"Jeno itu penerus perusahaan. Kamu sama dia? Beda level."

"Nggak usah mimpi ketinggian Park Jiyoon."

"Egois banget sih jadi orang."

"Iya, aku nggak boleh egois. Jeno harus dapat wanita yang lebih baik."

"NOONA!!!" seru Jisung yang baru saja pulang.

"Jangan teriak-teriak!" kesal Jiyoon.

"Noona, Jisung amu tanya serius," ucap Jisung.

"Apa?"

"Anu..., Jisung boleh nggak, nikah sama Alicia?" tanya Jisung.

Ingatan kejadian di rumah Jeno kembali terputar di benak Jiyoon.

Gadis itu meremat bajunya untuk menyalurkan rasa sakit di hatinya.

"Noona?" panggil Jisung.

Jiyoon tersenyum palsu, "ya boleh lah! Alicia anak baik. Dari awal 'kan sudah ku beri restu."

Bukan, dia bukan senyum palsu karena tidak suka pada Alicia. Tapi, senyum palsu karena teringat keluarga Jeno.

Setelah mengatakan itu, Jiyoon berlari di kamar dan menumpahkan air matanya.

Dia iri. Andaikan mendapat restu semudah ia memberi restu pada Jisung.

Tapi Jisung dan Alicia memang cocok. Sama-sama sarjana, sama-sama pintar, ganteng dan cantik. Mereka sangat serasi.

Sementara ia dan Jeno?

"Apa aku menyerah saja?"

Noona (Park Jisung) [Tamat;✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang