4. Perjuangan

9.6K 1.3K 44
                                    

12 April 1990

"Ini nggak bisa di kurangi lagi ya Bu biaya masuknya?" tanya Jiyoon dengan cemas.

"Nggak bisa Jiyoon. Ini sudah ketentuannya," ucap guru.

"Baik Bu," jawab Jiyoon kemudian beranjak.

Adiknya, Park Jisung itu sebentar lagi harus masuk SMA. Sementara, pamannya sudah tidak memberi mereka berdua uang sepeserpun.

Pamannya sekarang tinggal di Busan. Rumah kumuh itu dibagi dan disewakan.

Jiyoon dan Jisung hanya mendapat satu ruangan. Ya, ruangan yang dari 7 tahun lalu mereka tempati. Jadi seperti kos.

Jiyoon sebenarnya senang karena adiknya itu berhasil mendapatkan program akselerasi setahun. Tapi, masalahnya sekarang ya ini.

"Gimana caranya dapat uang sebanyak itu," gumamnya frustrasi.

Dirinya tahu, masih memiliki waktu setahun lagi untuk mencari uang. Tapi tetap saja, ini bukan hal yang mudah jika mengingat ia juga harus bekerja untuk memenuhi semua kebutuhan lainnya.

Ia menggayuh pelan sepedanya untuk pulang menemui Jisung.

"Noona," panggil anak yang sekarang sudah nyaris menyalip tinggi Jiyoon.

"Gimana hasilnya Noona?" tanya Jisung.

"Mereka nggak bisa kasih keringanan Jisung. Tapi tenang aja, tabunganku masih cukup untuk itu," bohong Jiyoon.

Tabungannya bahkan sudah hampir habis untuk membeli bahan makanan selama ini.

"Beneran tidak masalah?" tanya Jisung.

Jiyoon mengangguk mantap, "kamu tenang aja udah."

"Kamu bingung uang sekolah Jisung, Yoon?" tanya Hyera, satu-satunya sahabat Jiyoon mungkin.

"Iya. Aku butuh pekerjaan Ra," ucap Jiyoon.

"Aku bakal bantu carikan ya Yoon," ujar Hyera.

"Makasih banyak Ra!" seru Jiyoon.

Ia berpamitan pada Hyera karena kelas mereka berbeda kemudian melangkah menuju kelasnya.

"Park Jiyoon bukan?" tanya seseorang yang seketika membuat Jiyoon membeku.

"I...iya Jeno sunbaenim," ucap Jiyoon sembari tak percaya bahwa orang yang selama ini ia sukai secara diam, kini menyapanya.

"Ah kebetulan sekali. Aku perwakilan dari panitia acara. Kamu 'kan belum pernah ikut ekstra atau jadi panitia dimanapun, mau bergabung bersama kami? Bisa meningkatkan nilai lho," ajak Jeno.

"Saya rasa saya-"

"Ayolah Jiyoon-ah, kami benar-benar butuh orang," pinta Jeno.

"A...akan saya pikirkan dulu," ucap Jiyoon sebelum melangkah kabur.

Gila, jantungan berdetak tak karuan melihat pesona seniornya itu.

Permasalahannya disini, jika ia menerima tawaran dari pujaan hatinya, waktunya untuk bekerja makin sedikit. Dia harus bekerja untuk sekolah Jisung.

"Jiyoon!" panggil Hyera dari ujung koridor.

"Aku baru ingat, sepupuku membuka kafe 24 jam dan memerlukan tenaga kerja. Tapi masalahnya, jam yang tersedia adalah jam malam," jelas Hyera.

"Daftarkan aku Ra, nggak apa-apa," ucap Jiyoon.

"Gila kamu hah?!" pekik Hyera.

"Nggak gila kok, masih waras nih!" seru Jiyoon kemudian melesat menuju kelasnya.

Hyera hanya menggeleng melihat tingkah gadis dengan gaya rambut kuncir kuda yang notabennya adalah sahabatnya.

Lumayan jika ia bekerja disana, kemungkinan besar uang sekolah Jisung tidak sampai menunggak nantinya.

Sepulang sekolah, Jiyoon membeli nasi bungkus di tempat langganannya sebelum pulang ke rumah.

"Nasi kuningnya dua ya Bu," ucap Jiyoon.

"Jisung adik kamu 'kan Nak?" tanya penjual.

Jiyoon agak bingung, "eh? Iya Bu, kenapa?"

"Tadi pas saya jemput anak sekolah, saya lihat dia berantem sama teman-temannya," ucap penjual.

Mata Jiyoon membelalak, ia segera membayar kemudian berlari ke rumah kecilnya.

Sesampainya disana, ia meletakkan nasi kuning yang ia beli dan mencari Jisung di sekolahnya yang bisa dibilang cukup jauh.

"Bu, Park Jisung dimana ya?" tanya Jiyoon panik.

"Kamu kakaknya?" tanya guru yang meladeni Jiyoon. Jiyoon segera mengangguk mantap.

"Jisungnya tolong dihimbau agar jangan melakukan tindakan seperti itu lagi ya Bu. Jisung sekarang ada di ruang BK," jelas si guru.

"Siap Bu, terimakasih banyak," ucap Jiyoon seraya membungkuk dan berlari mencari adiknya.

"PARK JISUNG!" teriaknya begitu melihat adiknya yang babak belur.

Tanpa peduli dilihat orang, Jiyoon segera menarik pergelangan tangan Jisung untuk pulang.

PLAK!

Satu tamparan mendarat di pipi Jisung begitu mereka sampai di dalam ruangan kecil milik mereka.

"Kamu apa-apaan Jisung? Aku nggak pernah ngajarin kamu buat tinju-tinjuan!" marah Jiyoon.

"Dia yang mulai duluan Noona!" ucap Jisung membela diri.

"Tapi nggak harus dibalas dengan kekerasan Jisung," ucap Jiyoon frustrasi ketika melihat luka-luka adik semata wayangnya itu.

Gadis remaja itu mengambil obat dan mengobati luka-luka adiknya.

"Ah!" pekik Jisung begitu kapas berisi obat itu mengenai lukanya.

"Berantem bisa, diobatin malah ngeringis nggak jelas!" omel Jiyoon sembari memukul pelan kepala adiknya.

Tbc

22 Maret 2019

All the love,
Feli

Noona (Park Jisung) [Tamat;✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang