3. Kehancuran

10.4K 1.4K 96
                                    

5 Desember 1984

"Nak, Mama minta maaf tapi Mama harus pergi. Nggak usah cari Mama lagi," ucap ibunya pada Jiyoon.

Jiyoon gemetar, dia menangis.

"Terus Jiyoon sama Jisung?" tanya Jiyoon.

"Kalian dijaga Yesung samchon."

Begitulah sedikit kilas balik dari kepergian Ibunya. Tidak meninggalkan dunia, tapi pergi entah kemana.

Jika sudah ada smartphone pada zaman itu, mungkin mereka berdua masih memiliki kesempatan untuk bertemu sang ibu. Tapi sayangnya, belum ada.

Ayah? Ayahnya yang membuat ibunya nekat pergi seperti ini. Kedua anak itu sangat ketakutan dengan Ayahnya yang pemabuk.

Jiyoon membawa Jisung ke rumah paman mereka sesuai dengan ucapan ibunya tapi tidak memberitahu Jisung apapun.

Menurut Jiyoon, Jisung terlalu kecil untuk memahami semua ini. Walau sebenarnya, diapun juga begitu.

Masa ini, harusnya mereka habiskan dengan bermain bersama keluarga. Tapi apa itu keluarga? Jisung bahkan tidak pernah merasakan keluarga yang utuh sejak ia lahir. Jiyoon sih masih pernah pas bayi

"Noona, kenapa kita tinggal disini?" tanya Jisung yang kebingungan.

Rumah— lebih tepatnya ruangan yang diberikan oleh pamannya untuk mereka itu agak tidak layak huni, banyak bocor, dan pengap.

"Nggak apa-apa Jisung," ucap Jiyoon.

"Disini jelek, kenapa nggak pulang ke rumah aja?" tanya Jisung.

"Ini rumah Jisung," jawab Jiyoon.

"Tapi Jisung nggak suka disini Noona," eluh Jisung.

Jiyoon berusaha tersenyum, "nanti kamu lama-lama bakal terbiasa kok!"

Sebenarnya, Jiyoon sudah menangis berkali-kali. Anak itu sungguh terpukul. Dia, terbiasa dengam kehidupan glamor dan dalam beberapa hari hidupnya dibalik menjadi seperti ini.

"Noona, Jisung nggak bisa tidur," ucap Jisung yang kedinginan.

Tentu saja, tidak ada penghangat ruangan disana sementara bulan ini adalah puncak musim dingin.

"Sstt... Bisa kok bisa, nih pakai selimutku juga!" ucap Jiyoon.

Sejujurnya, Jiyoon juga sangat kedinginan.

"Makan dulu Jisung," ucap Jiyoon pada Jisung yang sedang menonton televisi berlayar hitam putih itu.

Jisung tetap fokus pada kartun yang tidak jelas bagi Jiyoon. Dari pada pusing melihat Jisung, Jiyoon segera pergi ke dapur.

Jiyoon melihat makanan yang disisakan pamannya untuk dia dan sang adik.

"Tinggal sedikit sekali," gumamnya.

Anak itu mengambil semua makanan yang tersisa dan memberikannya pada adiknya.

"Noona nggak makan?" tanya Jisung yang mulai memakan makanannya.

"Nggak. Aku sudah kenyang," jawab Jiyoon diselingi senyuman manisnya yang mirip sekali dengan senyuman Jisung.

"Noona, tadi disekolah Jisung di ajari tentang cita-cita! Cita-cita Noona apa?" tanya Jisung sembari melahap ayam goreng.

"Aku pingin jadi sekretaris," jawab Jiyoon.

"Kenapa nggak jadi bosnya aja?" tanya Jisung dengan polosnya.

"Lebih suka bantu. Kamu aja yang jadi bos," jawab Jiyoon.

"Kalau Jisung mau jadi apa?" tanya Jiyoon.

"Nggak tahu Noona, tapi bos kayaknya seru bisa merintah orang!" seru Jisung dengan tampang polos.

"Ih, nggak boleh gitu Jisung!" ucap Jiyoon.

"Ya pokoknya jadi bos itu enak Noona," eyel bocah berumur 6 tahun itu.

"Makannya, sekolah yang pintar," ucap Jiyoon.

"Iya, nanti Jisung kuliah di Oxford kayak di film-film!" seru Jisung dan seketika membuat Jiyoon bungkam sejenak.

Setelah Jisung selesai makan, Jiyoon membereskannya sekaligus melakukan beberapa pekerjaan kecilnya.

Jiyoon tersenyum kemudian masuk ke dalam kamar kecil yang diberikan pamannya untuk dirinya.

Dia memejamkan matanya dengan niatan mau tidur. Tapi yang terjadi malah menangis.

"Aku takut..."

"Aku juga.... Nggak nyaman sama sekali."

Tbc

Hai guys mau kasih info, part disini tuh ga nentu, (400, 500, 600, 700 words) jadi kadang bisa pendek bgt tp di part lain panjang bgt.

Kenapa? Soalnya di dalam tahun tahun mereka itu kisahnya ada yg pendek, ada juga yang panjang ehehe...

22 Maret 2019

All the love,
Feli

Noona (Park Jisung) [Tamat;✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang