Sick

2.2K 114 40
                                    

Kehadiranmu, perlahan memberi kenyamanan yang tak terlihat.

🌹

Rose kini sedang berada di UKS. Ia terbaring lemah sembari memijat keningnya. Pada awalnya, kedua temannya yaitu Michelle dan Alena akan menemani Rose. Tetapi gadis itu menolak untuk ditemani.

"Udah balik aja ke kelas. Nanti kalian ketinggalan pelajaran." kata Rose sembari mendorong tubuh Alena untuk menjauh dari ranjang.

Alena dan Michelle ragu-ragu untuk meninggalkan Rose sendirian di UKS. Mereka berdua saling tatap, mengangguk seolah paham dengan apa yang diinginkan oleh Rose. Sepertinya, belakangan ini Rose terlalu lelah. Badannya sudah drop selama empat hari berturut-turut.

Dengan berat hati, Alena dan Michelle pun keluar dari UKS. Michelle menutup pintu dengan hati-hati supaya tidak mengganggu waktu istirahat Rose. Setelah mereka keluar, Rose mulai memejamkan matanya. Ia mencoba untuk menidurkan dirinya karena kepalanya sangat pusing.

Rose hampir memasuki alam mimpinya. Tapi suara lemari obat yang terbuka membuatnya tidak jadi bermimpi. Rose yang semula terbaring telentang kini mengubah posisinya menjadi menghadap ke kanan. Ia menghadap ke arah tembok.

Tiba-tiba ia mendengar suara tirai terbuka. Rose berpikir mungkin itu petugas atau guru. Di sebelahnya masih ada tempat tidur yang kosong jadi bisa digunakan untuk yang lainnya jika memang ada yang sakit juga. Rose tidak ingin membuka matanya. Ia semakin berusaha memejamkan matanya.

Setelah terusik dengan suara tirai dan lemari, ia kembali terusik dengan suara plastik yang terdengar jelas di telinganya. Akhirnya ia memaksa membuka matanya kemudian mencari sumber suara itu. Betapa terkejutnya ia saat melihat ada seorang lelaki yang berada di belakangnya.

Rose mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia reflek mendudukan dirinya. "Lo ngapain di sini?" tanyanya panik.

Lelaki itu terlihat cuek. Ia masih sibuk menata makanan dan minuman yang dibawanya. Kemudian laki-laki itu mulai menarik kursi untuk duduk.

"Gue denger ada yang sakit. Jadi gue cuman naruh teh manis hangat sama bubur." ucapnya dengan lembut.

Rose memijat keningnya. Peningnya tiba-tiba kembali menyerang. Laki-laki yang berada di sampingnya itu tiba-tiba mengarahkan sebuah benda pada kening Rose. Tak lama, alat itu berbunyi. Alatnya selesai memindai.

"38,8 derajat. Lo udah berapa hari demam?" tanyanya sembari menunjukkan hasilnya.

Rose terdiam sejenak karena melihat suhu tubuhnya pada alat pengukur suhu tubuh itu. Gadis itu ingin membuka mulutnya tetapi ia urungkan niatnya itu.

"Mau ke klinik atau ke rumah sakit aja gak? Gue anterin."

Rose menggeleng. "Gak. Kalau lo udah gak ada keperluan lagi di sini, keluar aja."

"Ngusir lo?"

"Gue lagi sakit. Nanti lo ketularan."

"Oh, lo khawatir sama gue?"

Rose berdecak kesal. "Terserahlah."

Laki-laki itu keluar dari ruangan tersebut. Rose menghembuskan napasnya lega. Tak lama setelah itu, tiba-tiba cairan berwarna merah menetes dari hidungnya. Rose segera mengambil beberapa helai tisu yang tersimpan di meja nakas. Tapi darah itu semakin banyak. Ia terpaksa turun dari ranjang dan mencuci hidungnya di wastafel.

"Sialan, mimisan lagi." umpat Rose kesal.

Tiba-tiba terdengar suara knop pintu. Rose panik bukan main. Tidak boleh ada yang mengetahui bahwa Rose mimisan. Tidak ada yang boleh mengetahui bahwa Rose sudah ada indikasi harus segera ke rumah sakit atau klinik.

Rama Prananta (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang