Bella vs Rosetta

1.4K 69 9
                                    

🌹

"Rose, kantin yuk!" ajak Alena.

Rose kembali menggeleng dengan lemas, "nggak deh kalian aja," jawabnya dengan lesu.

"Ih kenapa?" tanya Michelle.

"Gue lagi gak mau ke kantin," Rose menolak halus.

"Yaudah deh. Tapi kalau mau titip makanan atau ada apa apa kabarin ya," kata Alena lembut.

"Yaudah, kita tinggal ya? Bye!" Kata Michelle.

Rose hanya bisa mengangguk sebagai jawaban. Hari ini Rose sedang tidak berniat melakukan apa-apa. Berbicara mengeluarkan satu huruf vokal Ia hanya butuh sendiri. Butuh berteman dengan sepi. Rose pun sedari tadi pelajaran tidak mendengarkan guru. Ia melamun.

Sang guru pun akhirnya menegur. Tadi Rose hampir saja di keluarkan dari kelas karena tidak memperhatikan. Untungnya Rose bisa mengerjakan soal yang diberikan dari sang guru. Jadi ia aman dari hukuman. Rose pun akhirnya memutuskan untuk Pergi ke toilet sebentar. Membasuh wajahnya yang menurutnya kurang enak di lihat. Sepanjang melewati koridor sekolah ia hanya menunduk ke bawah dan melamun. Berjalan terus menuju toilet tanpa melihat ke depan. Hanya melihat terus ke bawah.

Rose pun melihat dirinya di cermin toilet. Ia masih kepikiran kejadian kemarin. Bisa-bisanya ia menangis di pelukan Rama. Bisa-bisanya ia percaya pada orang asing secepat ini. Tapi untungnya ia tidak menjawab apapun dari ucapan Rama yang seolah menawarkan sandaran.

Sepulang sekolah ia berniat ke rumah sakit lagi untuk mengecek keadaan ayahnya. Kemarin kondisinya sudah membaik. Tetapi masih dalam pengaruh obat. Jadi Sena tertidur lama. Rose pergi dari rumah sakit pukul empat dini hari. Ia harus bersiap-siap untuk sekolah. Jadi ia terpaksa meninggalkan ayahnya sebelum siuman.

Ia mulai Rose mencuci tangannya di wastafel. "Tumben banget toiletnya sepi, biasanya ramai." gumamnya dengan suara yang kecil.

Tak lama, pintu toilet terbuka. Rose mendongakkan kepalanya, terlihat dari cermin. Itu Bella dan teman-temannya. Suasana hati Rose semakin berubah. Ia pun menyelesaikan cuci tangannya dan segera berbalik badan untuk keluar dari toilet tersebut. Tetapi tiba-tiba Bella menghalangi jalannya yang ingin keluar dan mendorong bahu Rose hingga punggung gadis itu menyentuh keramik wastafel. Ia meringis pelan.

Bella dan teman-temannya berjalan mendekat ke arah Rose, mempersempit ruang gerak Rose. Gadis dengan wajah yang sudah pucat dan lemas sedari tadi itu hanya bisa diam dan menunggu apa yang akan terjadi. "Berapa kali gue harus bilang sama lo buat jauhin Rama?" tanya Bella dengan dingin sembari memegang dagu Rose.

Kemudian temannya memberikan Bella sebuah gunting besar dan tajam. Dengan senang hati Bella pun mengambil itu. "Gue paling gak suka kalau ada seseorang yang ngambil punya gue, tau?" ucapnya dengan sorot mata yang tajam.

"Gue gak pernah ngambil punya lo." bela Rose.

"Oh, jadi lo gak merasa bersalah maksudnya?" kata Arsinta, teman Bella. "Gak tau diri, Bel." sambungnya lagi, mengompori Bella.

"Lo udah ngambil Rama dari gue." tegas Bella.

"Gue gak pernah ngambil Rama. Lagipula, Rama bukan hak milik lo. Karena kalian gak ada status. Jadi gak bisa disebut ngambil punya lo dong? Kecuali kalian pacaran, baru lo boleh salah paham dengan mempergunakan kata 'mengambil'."

Bella menjambak rambut Rose. "Jangan kurang ajar! Lo memvalidasi kalau lo mau mengambil Rama dari gue kan?"

Rose melepaskan tangan Bella dari rambutnya dengan mencakarnya. Karena jambakan Bella sangat sakit sekali. Tentu saja hal ini mengundang emosi Bella. Ia tak tinggal diam, tetapi Arsita dan Killa yang berada di belakang Bella menenangkannya. "Sabar Bel, baru juga awal." ucap Arsinta.

Rama Prananta (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang