Berdamai

1.2K 65 38
                                    

"Kalau memang lo percaya bahwa lo jauh lebih baik dari gue, harusnya gak usah takut kalau dia bakal suka sama gue. Kalau lo takut dan nyampe datang ke sini, berarti lo cuman nunjukkin kepercayan diri lo yang kosong depan gue. Kalau gue jadi lo sih, malu."-Rosetta Avila Adinda.

🌹

Lelaki itu terbaring tidak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Pakaiannya sudah berganti menjadi pakaian berwarna biru, ciri khas dari pakaian rumah sakit. Kepalanya diperban karena mengalami pendarahan. Tidak terlalu parah tapi tidak bisa di bilang ringan. Tangannya sudah terpasang selang infus. Matanya masih terpejam. Setengah tubuhnya diselimuti oleh selimut rumah sakit.

Gadis itu masih menangisi Rama di luar ruangan, terbatasi oleh sebuah kaca. Dadanya sangat kuat menahan sebuah tangisan yang sudah lama ia ingin keluarkan. Traumanya akan kehilangan sudah muncul lagi sejak laki-laki itu terjatuh dari atas gedung tiga lantai. Pundaknya sudah menahan agar tidak mengeluarkan tanda-tanda bahwa ia menangis. Walau sebenarnya pelupuk mata itu sudah basah terlebih dahulu.

Ia membalikkan tubuhnya, terlihatlah sepasang suami istri yang juga nampak sedih atas peristiwa yang menimpa putranya. Zayyan memijat pelipisnya sedangkan Asmah menghampiri Rose dan membawanya untuk duduk. Di genggamnya tangan seorang gadis yang sangat disayangi oleh putranya itu.

"Tenang, ya. Rama pasti gak kenapa-kenapa." ucapnya, menenangkan sebuah kekhawatiran yang menyelimuti Rose.

Rose hanya bisa mengangguk patuh. Ia menatap mata sang bidadari yang melahirkan Rama dengan dalam. Betapa kagumnya ia bisa melihat Asmah tetap tegar padahal putra semata wayangnya sedang tidak baik-baik saja. Detak jantungnya bisa kapan saja berhenti, kata dokter. Alat-alat yang tersedia di rumah sakit hanya bisa membantu Rama untuk tetap bertahan sementara.

Rama tetap membutuhkan donor jantung. Ya, pisau yang dibawa Bella saat di rooftop itu mengenai jantung Rama. Dokter memang mengatakan tidak terlalu dalam. Tetapi menimbulkan kerusakan yang cukup parah. Jantungnya tidak bisa dipertahankan. Saat dokter mengatakan hal tersebut, Rose sudah tidak bisa menahan tangisannya. Ia menutup mulutnya dan pelupuk mata itu segera berair. Pipi itu basah karena air mata kesedihan. Hatinya sesak. Ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Bahkan kedua kakinya sudah tak bisa menopang dirinya sendiri saat mendengar kabar tersebut.

Lelaki yang biasanya selalu membuat Rose tenang dan selalu bisa meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja kini sedang tidak bisa menjalankan tugasnya karena terbaring tak berdaya di rumah sakit. Kalimat-kalimat penenang yang pernah dilontarkannya memang selalu terngiang di kepalanya. Tetapi itu tidak membuat Rose menjadi tenang. Justru itu membuat Rose menjadi semakin takut bahwa ia akan kehilangan Rama, semestanya. Iya, ia baru menjadikan Rama semestanya.

Hal yang sama dialami oleh Asmah, sang ibunda. Betapa sedihnya ia mendengar anaknya yang sedang terancam nyawanya. Anak semata wayangnya yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan penuh harap. Ia sudah tidak bisa tegar lagi saat mendengar bahwa anaknya butuh donor jantung. Detik itu juga Asmah segera menawarkan jantungnya untuk Rama. Tapi Zayyan tidak mengizinkan. Pihak rumah sakit pun mengatakan bahwa tidak sembarangan jantung yang bisa didonorkan.

Setelah dokter memberitahukan hal tersebut, mereka segera mencari pada beberapa rumah sakit mengenai donor jantung. Mereka juga mulai menghubungi kerabat-kerabat terdekat. Ferro masih bersama Rose di depan kamar Rama.

Kini Ferro mengetahui betapa gadis itu sangat menyayangi Rama. Benar saja wajahnya dihajar oleh Rama saat Ferro mengatakan hal yang tidak-tidak tentang Rosetta. Itu pantas dilakukannya. Karena siapa yang bisa menerima perasaannya yang tulus tetapi diragukan dan direndahkan?

Ferro hanya bisa diam di sudut ruang tunggu. Tak lama, datanglah orang tua Bella. Asmah segera mendapatkan pelukan dari ibunya Bella, Yura. Wanita dengan rambut sebahu itu menangis sambil mengucapkan maaf berulang kali pada Asmah. Sedangkan Zayyan tidak bisa merespon yang berlebihan. Ia hanya bisa tersenyum dan berbicara seadanya. Ia tak tega menatap istrinya yang seperti ini.

Rama Prananta (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang