16. The Truth

3.5K 765 37
                                    

Please vote before or after reading and leave the comment. Thank you for being a part of this story and Borahae💜

.

Terima kasih sudah menjadi pembaca yang jujur. Salam kenal yeorobun💜

.

Aku teringat saat-saat dimana aku masih kecil. Saat dimana aku masih mengerti apa-apa tentang dunia ini.

Tahta, harta, dan etika.

Hidupku dikelilingi dengan segala hal berbau tentang kasta.

Saat itu aku masih kecil untuk mengerti apa yang diucapkan oleh saudara-saudara ibu dan ayahku. Mereka selalu membahas tentang kesempurnaan.

Lima tahun saat aku masih sering bermain sendiri. Segala tentangku adalah kenakalan. Aku tidak anggun, aku tidak suka rok, dan aku tidak suka berpura-pura.



Hari itu kami―aku dan keluargaku berada dalam kumpul keluarga besar. Seluruh silsilah keluarga dari ayah dan ibu berkumpul membahas sesuatu yang aku tidak mengerti sama sekali. Aku tau ayahku adalah menteri dan aku bangga dengan hal itu. hingga suatu ketika keluarga dari kakaknya ayah menghampiriku yang tengah duduk sendiri di dekat meja.

Tanpa babibu bibi istri dari paman berkata, 'Kau harus bersikap baik y/n. Kau ini anak menteri seharusnya kau menjaga sikap seperti saudaramu.'

Berhari-hari aku memikirkan tentang itu. Tidak mengerti namun tetap memperhatikan Yumi dalam diam.

Hingga aku dapat kesimpulan jika Yumi adalah definisi dari kesempurnaan.




"Sayang, ayo berangkat," ucap ayahku suatu hari ketika ia diundang ke suatu pertemuan.

"Aku tidak ikut ayah," ucapku.

"Kenapa?" ia mengerutkan alis.

"Kata paman aku harus bersikap baik terlebih dahulu."

Satu kalimat yang akhirnya mengubah seluruh hidupku.

Setelahnya ayah dan ibu selalu membanding-bandingkan aku dan Yumi, sampai detik ini.

***

Hari ini hari ulang tahunku dan Yumi.

Sejak siang, aku berkutat di dapur untuk sekedar membuat seloyang kue untuk diriku sendiri.

Keadaan rumah sendiri sudah sepi. Ayah dan ibu bekerja, lalu Yumi tengah pergi bersama teman-teman muggle-nya untuk merayakan pestanya.

Setelah kue selesai, aku bermaksud meninggalkannya untuk pergi keluar sebentar untuk membeli beberapa makanan ringan yang akan aku habiskan sendirian di kamar. Tapi yang kudapati ketika aku kembali adalah teman-teman Yumi yang kini tengah asik memakan kue yang begitu familiar hingga aku nyaris menjerit marah.

Aku berlari masuk ke kamar sambil membanting pintu. Menangis keras dibalik bantal karena sikap saudaraku yang seenaknya. Sampai malam aku menunggu hingga ayah dan ibu pulang untuk mengadu betapa kejamnya gadis itu.

"ganti kueku!" pekikku pada Yumi setelah keluar dari kamar.

"kenapa sih? Itu hanya kue," ucapnya santai sambil masih menonton disebelah ibu.

"kue yang aku buat dengan susah payah! Aku tidak mau tau pokoknya harus ganti!"

"y/n berhenti berteriak-teriak," ibu menengahi. Tapi itu tidak menyelesaikan apapun bagiku. Maka dengan emosi yang masih memuncak aku menarik rambut Yumi dengan keras.


"AW!!"


Dari kecil aku sudah sering bertengkar dengannya. Tapi kali ini aku tidak akan mengalah untuknya.

Ibu berteriak panik untuk menyuruh kami berhenti tapi adu tarikan terus saja terjadi. Hingga kudengar ayahku yang seumur hidup tidak pernah marah kini berteriak sambil mencengkram tanganku.



"Y/N!!"



Air mataku luruh. Semua kesedihanku menetes dalam pedih ketika kulihat tatapan marah dari mata ayahku.

Ya, bahkan di hari ulang tahunku sendiripun tetap aku yang bersalah. Tetap aku yang kalah.

Tidak ada yang ingat sama sekali jika mereka memiliki dua putri. Bukan hanya tentang Yumi, tapi pun ada aku disini.












Ya, benar kata paman. Tidak ada yang ingin melihatku berusaha sendirian.

***

To be continued.

Magic Shop • BTS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang