" aku ingin membuang semua memoriku yang lalu, dan kuharap tak ada kamu di dalamnya"
-Sabrina Ghaliya-Ragha segera merengkuh tubuh Sabrina.
" Nggak ada yang akan pergi dan kamu nggak akan sendiri" Ragha mengusap kepala Sabrina dan sesekali mengecup puncuk kepala Sabrina.
Tapi ada hal aneh yang Ragha rasakan, dia sama sekali tidak mendengar isakan Sabrina, bahkan Sabrina sama sekali tidak membalas pelukannya.
Ragha memejamkan matanya, dia bisa merasakan sakit yang dirasakan Sabrina. Bahkan air matanya seakan sudah habis untuk Mamanya.
" Are you okey?" Ragha mulai khawatir dengan Sabrina yang tak kunjung meresponnya.
Sabrina tersenyum, entah itu senyum tulusnya atau hanya sedang menutupi rasa sakitnya Ragha benar-benar tidak bisa membaca itu.
" Makasih udah hidup di dunia ini dan bertemu aku, semenjak bertemu Kamu, aku jadi tau harus hidup seperti apa" Sabrina menatap lekat mata lembut Ragha.
Dan kini rasa bersalah lah yang menghinggapi Ragha. Apa dia mampu menghancurkan harapan Sabrina lagi?
Mata mereka terus bertatap hingga tiba-tiba telinga Ragha berdengung. Pandanganya sedikit memburam.
"Jangan sekarang please" batin Ragha.
Ragha memejamkan matanya untuk menghilangkan dengungan itu. Tapi ternyata hal itu tidak bisa mengehentikan dengungannya.
" Kak" melihat gelagat Ragha yang sedikit aneh Sabrina menggoyang tubuh Ragha.
Ragha segera mengerjap. Hal itu terjadi lagi, suara-suara yang Ragha benci kembali mendatanginya. Dan ketika ia membuka matanya, sosok itu ada di depannya. Sontak Ragha mundur.
"Dia yang salah. Dia yang seharusnya mati. Dia harus mati. Wanita di depanmu pembunuh. Bunuh dia! Bunuh dia!" suara itu terus datang.
"Bukan, dia nggak salah" raga bergumam dan terus menggelengkan kepalanya.
" Memang bukan dia, tapi kamu yang harus mati. Kamu yang salah. Kamu pembunuh" suara lain mulai mendominasi.
" Arghhh" Ragha mengerang dan menutup telinganya. Dia berangsur mundur dan duduk terperosok.
" Kak Ragha, Kakak kenapa?" Sabrina mulai khawatir, Ragha seperti kehilangan kendali. Tangannya terlihat bergetar, wajah dan telinganya memerah karena tertekan kedua tangannya.
Sabrina mendekat, mencoba meraih tangan Ragha untuk ia genggam. Tapi Ragha menghempaskannya, sontak itu membuat Sabrina terkejut dan memandang Ragha takut. Ragha tak pernah sekasar itu sebelumnya.
Ragha segera menyadari tindakannya, dia berusaha berkonsentrasi untuk mengendalikan dirinya. Ini bukan yang pertama untuknya, tapi entah mengapa kali ini sulit untuk Ragha kendalikan. Nafasnya yang tidak teratur berangsur membaik. Walau dengungan dan suara-suara di telinganya masih ada, tapi ia mencoba mengabaikan itu.
Ragha menarik napasnya dalam-dalam. Melepaskan tagan dari telinganya. Ia mendongak dan menemukan Sabrina yang terlihat syok dan ketakutan.
Ragha mulai bangkit dan mengahampiri Sabriba. Tangannya yang gemetar ia sembunyikan di sakunya. Reflek Sabrina menjauh mundur ke belakang.
" Bi, sorry Kakak nggak bermaksud kaya gitu" ucap Ragha dengan lembut.
" Kakak kenapa? Aku takut" sabrina berkata jujur, dia masih cukup syok dan ketakutan.
" Maaf, kakak janji nggak akan kaya gitu lagi" Sabrina menatap Ragha lekat, tangannya naik dan mengusap pipi Ragha.
Ragha tersenyum, dia memegang tangan Sabrina.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLOT
Teen FictionKisah ini adalah susunan cerita masa lalu. Potret-potret yang berjejer terbentuk menjadi sebuah kaset, yang akan terputar kembali tanpa diminta. Luka, sesal, suka dan cita terekam baik di dalamnya. Untuk saat ini, Bagi Sabrina mencintai Ragha bukan...